Entri Populer
-
di kamar ini aku dilahirkan di bale bambu buah tangan bapakku di rumah ini aku dibesarkan dibelai mesra lentik jari ibuku ...
-
Disclaimer: Belajar sosiologi untuk kelas XI IPS materi konflik sosial. Sulitnya melawan virus corona pernah dibahas pada postingan seb...
-
Artikel #1 untuk tugas A1 Perubahan sosial dari segi waktu berjalan lambat (evolusi) dan juga dapat berjalan dengan cepat (revolusi). Dili...
Jumat, 26 September 2014
TERLAHIRLAH NEO-ORDE BARU: Kajian Sosiologis akan Keputusan Pemilukada oleh DPRD
Oleh: N.H. Eddart
Selama sepuluh tahun ini Indonesia telah dipuji-puji oleh negara tetangga yang telah berhasil menciptakan demokrasi yang adil dan langsung dipilih oleh rakyat. Sepuluh tahun yang lalu melalui suara-suara mahasiswa telah berhasil meruntuhkan tembok kediktatoran orde baru. Akankah aktor-aktor perubahan era 1998 yang telah menyuarakan hati rakyat harus kembali ke masa lalu? Bagaimana nasib rakyat jika perubahan yang telah berganti kini terlahir kembali dan berjaya menguasai tanah air?. Dalam coretan ini akan mengajak pembaca untuk memahami kenapa perubahan tersebut kembali berputar.
Perubahan akan selalu ada dalam masyarakat dan setiap perubahan akan disertai dengan disintegrasi antargolongan kepentingan yang ingin mewujudkan dominasi politik di tanah air. Lantas perubahan bisakah dikatakan sesuai dengan harapan masyarakat manakala telah diamini oleh golongan kepentingan politik. Sistem pemilihan kepala daerah telah disahkan oleh "Dewan Legislatif - DPR RI" untuk dipilih oleh DPRD, koalisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) telah memenangkan suaranya terhadap RUU Pemilukada yang dipilih oleh DPRD. Kemenangan KMP mengingatkan sistem pemerintahan yang telah runtuh sepuluh tahun silam. Sepuluh tahun silam Indonesia memilih pemimpin berdasarkan dominasi minoritas dari partai politik yang duduk di kursi legislatif dan pemimpin yang terpilih seperti "wayang golek" yang digerakkan oleh "si dalang" di kursi legislatif.
Terlahirnya kembali sistem orde baru ini akibat dari kekalahan dari demokratisasi presiden bulan Juli 2014. Koalisi yang unggul di legislatif ingin membangunkan kembali kejayaan orde baru di Indonesia padahal yang sebelumnya telah diruntuhkan oleh aktor-aktor perubahan. Menurut Oswald Spengler perubahan terjadi secara siklikal dari lahir menjadi tumbuh berjaya yang kemudian runtuh dan akan terlahir kembali. Sistem pemilihan kepala daerah yang telah terlahir di era orde baru dan menjadi kejayaan untuk mendominasi politik dan menguras kekayaan Indonesia demi kepentingan yang mengesampingkan rakyat, rakyat akhirnya menangis atas kesalahan sistem ini, tanpa harapan balas budi dari rakyat yang telah menderita puluhan tahun, sistem pemilihan ini dapat diruntuhkan oleh perjuangan-perjuangan mahasiswa dan intelektual
muda yang ingin menciptakan demokratis.
Aktor yang melahirkan neo-orde baru perlu dijadikan suprastrukur agar aktor-aktor mengikuti aturan yang telah ditetapkan, kemudian akan menjadi struktur yang dipatuhi oleh agen-agen politik untuk memanfaatkan kepentingan kekuasaan tanah air ini. Agen yang melakukan tindakan secara terus menerus, berulang-ulang dan berkelanjutan yang dilakukan oleh individu masyarakat akan menciptakan strukturasi yang harus dipatuhi oleh setiap individu masyarakat. Dengan begitu, Teori Strukturasi Anthony Giddens membuktikan akan sistem pemilukada oleh DPRD akan mengulang dimana era orde baru menjadi sistem yang berjaya untuk Indonesia. Agen (dalam hal ini aktor politik) akan menciptakan struktur dan struktur akan mengatur agen-agen (termasuk semua lapisan masyarakat) untuk mematuhinya. Sistem pemilukada oleh DPRD yang telah dipatuhi oleh agen-agen akan sulit diruntuhkan lagi dalam jarak waktu yang singkat, aktor perubahan akan berjuang kembali mengusap tangis masyarakat, dan disintegrasi akan kembali terjadi di Indonesia dengan kasus penjarahan, kekerasan, pembunuhan, dan pelecahan seksual.
Untuk itu, marilah merenung kembali atas keputusan dari aktor-aktor perubahan. sistem ini akan berjaya manakala telah disepakati oleh semua lapisan dan hanya tinggal diam tanpa perjuangan. Warga yang tidak memiliki kekuasaan politik akan dipaksa mengikuti sistem ini, sedangkan warga yang memiliki kekuasaan politik menjadi dualitas karena mengerti penderitaan tetangganya bahkan anak-anaknya kelak, namun dalam posisi politik mengerti juga kedudukan sebagi elit politik yang mengharuskan sistem pemilu kepala daerah oleh DPRD terwujud.
Label:
agen dan struktur,
Anthony Giddens,
Dualitas,
N.H. Eddart,
neo-orde baru,
Oswald Spengler,
Pemilukada,
Pemilukada oleh DPRD,
Teori Siklus,
Teori Strukturasi
Kamis, 14 Agustus 2014
Sinopsis Eden In The East
Oleh: Stephen Oppenheimer
DM(Oxon), FRCP (UK), DTM&H (Liverpool)
School of Anthropology, Oxford University
DM(Oxon), FRCP (UK), DTM&H (Liverpool)
School of Anthropology, Oxford University
Hipotesa kunci dari edisi pertama buku Eden in The East dapat diringkaskan ke dalam beberapa tema terkait yang tidak terlalu berbeda dengan klaim yang dibuat di sampul belakang buku edisi bahasa Inggris dari Eden in The East oleh penerbit asal saya. Mereka telah secara luas didukung oleh penelitian kami berikut ini dan dari yang lainnya, sehingga membuat penerjemahan ini bersifat nubuwah (prophetic). Ada beberapa tema terkait:
1). Tiga kenaikan permukaan laut secara cepat, atau banjir-banjir, yang terjadi antara 14.500 sampai 7.200 tahun yang lalu yang menenggelamkan sebagian besar Sundaland, namun mendorong perjalanan laut dan penyebaran orang-orang Sundaland: Tema pertama dan mungkin merupakan isu yang paling controversial di dalam Eden in The East adalah analisis saya terhadap akibat dari tiga peningkatan permukaan laut yang cepat, atau banjir antara 14.000 sampai 7.200 tahun yang lalu di lempengan paparan benua Sunda dan penduduk pendahulu di Sundaland. Agak sedikit sulit untuk melihat mengapa ada beberapa penentangan terhadap konsep ini, yang sebenarnya sudah diterima oleh para ahli geologi dan para sarjana lainnya sejak lama, kecuali sekedar sebagai taktik berbeda oleh para pendukung pandangan teori “Out of Taiwan” (Keluar dari Taiwan)”.
Bahwa Paparan Sunda mewakili sebuah benua besar yang tenggelam dan telah sempurna mengering pada 15.000 tahun yang lalu, adalah merupakan fakta yang sangat dikenal baik, sebagai sebuah fakta yang jelas, yang diikuti oleh 3 banjir besar (dalam 3 periode yang cepat). Sejumlah makalah ilmuwan membuktikan hal ini sebagimana dikutip dalam buku Eden in the East. Bahkan fakta bahwa banjir yang ketiga tersebut sebenarnya adalah 2 banjir ( sehingga menjadi total 4 banjir), yang terpisah selama 1.000 tahun dan sebuah kejatuhan moderat dari permukaan laut, yang telah diantisipasi di dalam Eden in The East (Gambar 3-7). Poin akhir dari naik-turunnya telah ditunjukkan secara jelas oleh Prof Michael Bird dan kawan-kawannya tahun ini.
Kami sekarang punya 6 terbitan, dan akan lebih bertambah lagi, yang menunjukkan bahwa episode pembanjiran Sundaland adalah sinkron dengan peristiwa penyebaran genetik dari Sundaland terdahulu, yang mendukung pandangan asli saya bahwa kenaikan permukaan laut menyebabkan kehidupan di Sundaland menyebar melalui laut di dalam Indonesia dan ke Samudra Pasifik dan Samudra India dan bahkan ke mana pun ke Eurasia pada jumlah yang lebih rendah.
2) Sembilan puluh persen (90%) para leluhur dari penduduk Sundaland saat ini telah tiba di sini lebih dari 5.000 tahun yang lalu, kebanyakan lebih dari 50.000 tahun yang lalu: Makalah saya telah mengkonfirmasi garis-garis penanggalan gen, baik di Indonesia maupun Polynesia yaitu pada 5000 tahun yang lalu, beberapa di antaranya sebelum Zaman Es, berarti bahwa ada keberlanjutan genetick yang substansial di Indonesia selama ribuan tahun. Derajat keberlanjutan genetik itu membantah pandangan ortodoks bahwa para petani padi Taiwan berbahasa Austronesia secara essensial menggantikan penduduk terdahulu dari Paparan Sunda 3.500 tahun yang lalu.
Isu kunci dalam setiap rekonstruksi prasejarah adalah mengenai suatu metode yang valid. Dalam kasus hipotesis Sundaland, penanggalan genetik adalah pusat dari rute argumentasi ini, penanggalan dan sumber dari migrasi. Kami telah mengalamatkan ‘problem’ ini dengan mengumpulkan data lebih banyak dan dengan menyempurkan sebaran genome yang lengkap pada sejumlah pertauan di Asia dan Pasifik, dan mengkalibrasi kembali keseluruhan pohon induk, akhirnya mempublikasikan suatubenchmark kalibrasi ulang bagi seluruh populasi dunia.
3) Para penduduk Sundaland telah memulai perubahan budaya mereka dari para “pemburu dan pengumpul makanan” menjadi para penanam tumbuhan, pertanian, nelayan ikan dan perdagangan berbasis kelautan dengan baik sejak 5.000 tahun yang lalu. Mereka tidak mempelajari hal ini dari orang-orang Taiwan 3.500 tahun yang lalu, Mungkin ini juga cara yang sama dalam beberapa kasus:Bukti-bukti paralel mengenai kekunoan dan kecanggihan orang-orang Sundaland telah datang dari para arkeolog yang menunjukkan bahwa ketimbang mempelajari keahlian Neolitik mereka dan menerima hewan-hewan yang sudah dijinakkan serta tanaman pertanian dari Taiwan 3.500 tahun yang lalu, mereka telah mempunyai keahlian era Neolitik mereka sendiri yang asli, dan penjinakan hewan-hewan ternak mereka serta pertanian aslimereka sendiri sejak lebih dari 10.000 tahun yang lalu. Para penjinak ini adalah leluhur yang sebenarnya dari mereka yang dibawa keluar ke samudra Pasifik oleh orang-orang Polynesia. Terlebih lagi teknologi pelayaran terkuno adalah asli berasal dari Sundaland dan Barat Daya Pasifik, bukan Taiwan. Peristilahan dalam Bahasa Austronessia untuk teknologi pelayaran pertama kali muncul di Asia Tenggara, bukan Taiwan.
4) Orang Polynesia berasal dari Sundaland: pandangan ini, yang sekarang begitu terkenal, adalah sentral dari buku dan memteorikan bahwa hampir semua leluhur orang Polynesia yang muncul secara sempurna di Melanesia dan utamanya kepulauan Asia Tenggara (Sebelumnya, benua besar itu dikenal dengan nama Sundaland) lebih dari 5.000 tahun yang lalu, ketimbang menjadi keturunan dari satu kelompok petani padi, yang disangka menyebar keluar dari Taiwan untuk menempati Sundaland dan Pasifik 3.500 tahun yang lalu. Pandangan terakhir itu adalah pandangan ortodoks.
Makalah baru saya dalam tema ini, dapat dikelompokan ke dalam beberapa baris dari bukti-bukti-bukti baru yang yang saling terkait, yang secara bersama-sama menunjukkan bahwa kebanyakan gene lines yang diketemukan di Polynesia adalah diturunkan dari paparan Sunda lebih dari 5.000 tahun yang lalu.
5) Gema kebudayaan kuno menyebar dari Sundaland: Lebih dari setengah Eden in The East terkait dengan bukti dari perbandingan milotologi, yang disebut diaspora, walaupun sejumlah efek efek numeric antarbenua tentang Daratan Utama Eropa-Asia (Eurasia), Benua Amerika dan Afrika adalah kecil, mempunyai efek besar dalam arti transfer budaya dari legenda asli dan mitos-mitos banjir.
Stephen Oppenheimer
Senin, 05 Mei 2014
Telaah Sosiologis: Anak-anak Korban dari Produk Sosial
Usia anak 2-6 tahun merupakan “golden age” bagi pertumbuhan anak usia dini. Penyerapan informasi dan tahap sosialisasi yang diterima 100% dari apa yang dia lihat, dengar, dan rasakan. Sehingga tidak mengherankan banyak deviasi yang dilakukan usia anak-anak baik pembunuhan dan penganiayaan terhadap anak-anak lagi.
Baru-baru ini kasus meninggalnya siswa kelas 5 SD yang dianiaya berujung maut yang dilakukan oleh kakak kelasnya gara-gara menjatuhkan makanan. Padahal Renggo Kadafi telah meminta maaf namun tetap kekecewaan tidak bisa dimaafkan hanya dengan permintaan maaf. Faktor sosiologis apa yang mempengaruhi pelaku untuk menganiaya adik kelasnya? Bagaimana tahap-tahap sosialisasi untuk anak-anak sampai mereka dapat mengambil peranan di lingkungan sosialnya?
Pelaku kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak bukanlah tindakan tanpa penyebab, tentu ada sub kebudayaan atau terjadi sosialisasi tidak sempurna. Faktor yang mempengaruhi anak bisa jadi disebabkan antaralain; pertama, media sosialisasi primer, yang terjadi di keluarga oleh si anak (pelaku devisiasi) merekam tindakan orang tua mereka yang melakukan tindakan koersif kepada orang lain. Misalnya ayahnya memukul ibunya manakala ibunya bertengkar atau melakukan kesalahan atau ayah/ibu memukul pembantu yang melakukan kesalahan. Tindakan koersif yang dilakukan orang tua sebagai tindakan yang normatif dilakukan manakala ada kesalahan.
Penyebab yang kedua, media massa/elektronik sebagai agen sosialisasi yang menyuguhkan tayangan dan tontonan untuk anak-anak. Di usia anak-anak peranan media massa/elektronik dijadikan mainan dan teman setia sehari-hari. Orang tua atau pembantu bekerja sedangkan anaknya diputarkankan tayangan kartun atau film action/perang/super hero, esensinya agar anak bisa tenang dengan tayangan tersebut. Namun penafsiran anak-anak terhadap tayangan tersebut malah mengkonstruksikan tindakan mereka seperti aktor tersebut. Misalnya, kartun Tom and Jerry yang penuh tindakan pukul memukul, Happy Tree Friends penuh tindakan penganiayaan dan pembunuhan. Film superhero spiderman/kaptain amerika/transformers membuat anak menjadi terobsesi seperti tokoh tersebut, seperti halnya peristiwa anak lompat dari apartemen lantai 19 gara-gara tidak diperbolehkan nonton spiderman.
Mungkin anak yang lompat tersebut obsesi dari tokohnya. Seperti yang diungkapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta dikutip dari detik.com “menilai perilaku anak-anak belakangan sudah semakin mengerikan. Ahok, begitu dia biasa disapa, menduga hal itu adalah imbas dari film dan acara-acara televisi yang tidak mendidik yang marak berkembang di tanah air”. Tentunya pengendalian sosial orang tua dan sekolah harus diperhatikan. Agar proses internalisasi nilai-nilai dan norma sosial sesuai dengan masyarakatnya.
Proses internalisasi nilai-nilai dan norma sosial menjadi fundamental untuk kepribadian anak. Tahap-tahap sosialisasi anak yang diungkapkan George Herbert Mead, pertamaPreparatory Stage merupakan tahap anak dalam menyerap informasi dalam memahami dunia sosialnya, ketika ibu memberikan makan maka ibu itu mengucapkan kata ‘mam’ dengan tindakan menyuapkan makanan. Kata ‘mam’ oleh anak dipahami sebagai proses pemberian makan. Jika secara verbal anak dapat memaknai begitu pula dengan nonverbal atau perilaku yang dilakukan orang lain didepan anak pada masa tahap ini. Tentu ketika perilaku kekerasan sering dilihatnya maka pemaknaan akan kekerasan jadi hal yang normal.
Tahap yang kedua adalah, Play Stage merupakan tahap seorang anak mulai menyadari posisinya dan mulai menirukan perilaku dari orang-orang sekitarnya. Jika perilaku kekerasan dianggap normal maka anak tersebut dengan sadar melakukan kekerasan namun kemampuan pengendalian diri sangat lemah apalagi jika tidak ada kontrol sosial. Tahap ini anak menyerap dan mulai memainkan apa yang telah dipahaminya.
Ketiga, Tahap Game Stage merupakan tahap untuk bertindak dan melakukan pemahamanya. Pada tahap ini dikategorikan usia awal SD hingga menjelang kenaikan SMP maka wajar jika pada masa ini banyak pelaku kejahatan anak-anak. Mereka tidak menyadari penuh akan dampak dari perilaku kekerasan tersebut yang dilakukan oleh lawannya bahwa kalau dengan memasukkan gagang sapu ke mulut Renggo dan memukulnya akan merenggut nyawanya. Begitu juga dengan Valentino bocah yang terjun dari apartemen lantai 19 di Apartemen Laguna, Pluit, Jakarta Utara, kalau ’si spiderman kecil’ itu menyadari tindakanya akan membawa kematian harusnya dia tidak melakukan aksi selayaknya superhero tersebut.
Tahap selanjutnya Generalized Other Stage merupakan tahapan akhir dari proses internalisasi. Pada tahap ini anak seharusnya menyadari perilakunya di masyarakat luas dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat luas. Pada kasus yang diatas anak-anak belum mencapai tahap ini.
Proses sosialisasi dan pengendalian sosial harus diperhatikan dengan melihat secara peka perkembangan anak-anak usia dini agar tindakan mereka sesuai dengan norma sosial. Devisiasi yang dilakukan adalah produk sosial dari agen primer dan sekunder. Oleh karena itu sangat diperlukanya konstribusi dalam kontrol sosial, revitalisasi peranan keluarga dan filterisasi media massa/elekreonik.
Kamis, 06 Maret 2014
Anggota Kontestasi Dari Negara Kontestasi
Kapan anda mengenal politik? kenapa saat SMA masih awam
dengan politik?Pemahaman diranah politik di tingkat
pendidikan menengah masih sangat dangkal. Kurikulum pendidikan diarahkan pada
ranah pengetahuan kognitif dan keterampilan. Pelajaran didominasi oleh
hitungan, hitungan, hitungan, dan membaca. Mana diskusinya? mana menulisnya?
tapi bukan itu maksud tulisan ini.
Politik
sebagai salah satu implementasi sekolah, setuju? apakah selama ini yang telah
lulus SMA sudah paham dengan politik? karena kita tahu setelah lulus SMA sudah
mempunyai hak memilih caleg dan capres. Nah… masalah disini adalah yang memilih
dan yang mau dipilih sama dari institusi pendidikan tingkat menengah yang tidak
mengajarkan politik utuh, walapun ada pelajaran Kewarganegaraan tapi minat dan
yang gemar dengan nuansa politik dan sosial sedikit.
Apakah legislatif negara ini terdiri dari orang-orang yang
representatif dan negarawan? setahu
saya banyak artis, pelawak, orang iseng, dan pengusaha yang membawa kepentingan
golongan. Minimnya pemahaman politik dan ketatanegaraan membawa negara ini
menjadi “negara kontestasi”. Anggota Dewan berlomba-lomba mengais rejeki dari
ranah pengabdian masyarakat yang bukan koridor dalam meraih kekayaan. Hasilnya
undang-undang tidak rampung-rampung dan pembangunan sosial entah mengarah
kemana.
Perlukah politik masuk dalam kurikulum pendidikan tingkat
menengah selain pelajaran Kewarganegaraan? Selama ini Pendidikan Karakter
sudahkah mempunyai sense of politic? Ketika
saya menanyakan dikelas tentang minat atau suka tidak dengan politik, jawaban
mereka, tidak!, politik penuh dengan kejahatan, politik kotok dan busuk, politik
penuh dengan kebohongan.
Jika anda yang sangat paham politik apa benar politik
seperti itu?. Saya tahu jawaban mereka
seperti itu karena mereka sehari-hari mengkonsumsi dari media massa yang
memberitakan korupsi melulu. Jika diajarkan “per-politik-an” yang
sesungguhnya disekolah saya yakin bangsa ini tidak ada “anggota kontestasi”
lagi.
Jadikan
pelajar dan pemuda sebagai agent of change dalam
masyarakat, memberikan konstribusi pikiran untuk pembangunan sosial sebagai
penyeimbang pelajaran eksakta. Boleh ada pelajaran eksakta, tapi ajarkan mereka
-pelajar dan pemuda- tentang birokrasi dan politik, karena setahu saya tidak
ada sekolah menengah yang menyiapkan calon peneliti dan pembangunan sosial,
yang ada selama ini sekolah menengah untuk jadi karyawan perusahaan.
Semoga
Bermanfaat
Label:
agen dan struktur,
anggota kontestasi,
Birokrasi,
Demokrasi,
Konstestasi,
Kurikulum 2013,
Max Weber,
N.H. Eddart,
negara kontestasi,
Politik,
Reformasi Birokrasi,
Strukturasi
Sabtu, 05 Oktober 2013
The Aquanisasi of Society: Proses Modernisasi Air Mineral Dalam Kemasan
Gaya hidup konsumtif masyarakat Indonesia semakin deras dengan tujuan instan dan praktis. Pola konsumerisme tidak hanya pada makanan instan, melainkan terhadap pembelian minuman kemasan, seperti Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK). AMDK baru dikenal oleh masyarakat Indonesia pada tahun 1973 yang dipelopori oleh PT. Golden Mississippi yang dicetuslan oleh Tirto (1930-1994) warga Wonosobo yang mulai berbisnis air minum dalam kemasan. Air tersebut diambil dari mata air pegunungan.
Seiring berjalannya waktu konsumerisme minuman dalam kemasan telah terpola, masyarakat dahulu meminum dari air mentah kemudian dimasak sampai mendidik terus diminum, tapi kini mengalami perubahan sosial pada pola konsumsi air minum. Masyarakat lebih sering membeli air dalam kemasan ketimbang memasak, bahkan sekarang di tahun 2013 masyarakat telah berlanggan pada minuman galon.Tidak hanya untuk minum, untuk memasak sudah jarang menggunakan air mentah/air kran.
Industrialisasi air mineral sudah tidak dielakkan lagi, semakin menjamur industrialisasi air minum dalam kemasan di tanah air ini. Proses menuju kearah perubahan yang lebih maju dan baik tampaknya luput dari masalah yang tidak dikehendaki, yaitu krisis air bersih. Kejadian krisis air bersih terjadi di masyarakat Kampung Pojok, Desa Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Mereka mengalami krisis air bersih padahal mereka tinggal bersampingan dengan industri air mineral dalam kemasan PT.Aqua Golden Mississippi. Mirisnya pemerintah daerah mendapatkan keuntungan pendapatan dari perusahaan air meneral tersebut, tapi warganya tidak terpenuhi kebutuhan air bersihnya.
Hasil riset 2012, kata Irfan Zamzami, peneliti dari Amrta Institute for Water Literacy, eksploitasi air di Kabupaten Sukabumi telah membuat warga menderita. Sebagian besar miskin dan sulit memperoleh air bersih. "Sebanyak 48 persen atau hampir separuh pengambilan air tanah di Kabupaten Sukabumi dilakukan oleh tiga perusahaan penghasil produk terkemuka di dunia, yaitu Aqua, Pocari Sweat, dan Indomilk," Dia menemukan 24 persen warga tinggal di sekitar perusahaan air kemasan tergolong miskin. Selain itu, temuannya di Kecamatan Cidahu, mayoritas penduduknya berada di sekitar perusahaan air kemasan, seperti Aqua, Pocari Sweat, Indomilk, Kratingdaeng, dan Alto kesulitan air bersih. "Di Kecamatan Cidahu banyak yang kesulitan terhadap akses air bersih," (dikutip dari http://www.merdeka.com/khas/air-mata-dari-mata-air-aqua-eksploitasi-air-aqua-1.html)
Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi kini berubah nama menjadi Dinas Pengelolaan Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sukabumi, tiga tahun lalu Kecamatan Cidahu memiliki enam mata air. Enam mata air itu adalah mata air Cikubang di Kampung Cikubang Jaya, mata air Ciburial (Desa Babakan Pari), mata air Cibuntu (Kampung Kerenceng), mata air Cigombong (Desa Pasir Doton), mata air Desa Jaya Bakti, dan mata air di Desa Pondok Kaso. "Semuanya sudah dibeli perusahaan," kata Wawan sambil menunjukkan mata air sedalam 2,5 meter dengan luas sekitar 4x7 meter telah dibeli oleh PT Alam Raya. Namun sampai sekarang mata air ini belum digunakan. Dalam data Dinas Pertambangan, Aqua lewat bendera PT Aqua Golden Mississippi beralamat di Jalan Pulo Lembut nomor 3 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, menguasai empat sumber air dari mata air Cikubang di Kampung Kubang Jaya, Babakan Pari, Kabupaten Sukabumi. Mata air pertama menghasilkan 500 liter air per detik, Yang kedua dan ketiga sama-sama memproduksi 864 meter kubik air tiap hari. Dari mata air keempat diperoleh 70 liter air saban detik. (dikutip dari http://www.merdeka.com/khas/raup-untung-di-tengah-dahaga-eksploitasi-air-aqua-3.html). Jika air untuk kehidupan ternyata dikuasai oleh industri maka nasib bagi kaum proletar yang tidak memiliki mode of production sangat menderita, padahal mereka asli pribumi Sukabumi.
Penguasaan sumber air merupakan bentuk perampasan bagi penduduk setempat, mungkin bagi masyarakat diluar tidak merasakan susahnya masyarakat kampung Pojok Sukabumi, orang kota hanya tahu membeli air kemasan lantas diminum. Air dalam kemasan merupakan bentuk modernisasi segi minuman. The Aquanisasi of Society, saya mengunakan hal itu mirip dengan The McDonaldization Of Society yang dikemukakan oleh George Ritzer. Aquanisasi yaitu rekonseptualisasi modern air minum cepat saji langsung minum untuk masyarakat, definisi gampangnya seperti itu. Perubahan cara berfikir ilmiah dan rasional. Perubahan tersebut mengarah pada perubahan masyarakat tradisional ke masyarakat modern, sehingga masyarakat konsumtif dalam membeli air mineral. Adapun yang diungkpkan Ritzer kemudian saya adopsi dan dikonseptualisasikan seperti berikut ini.
Kemudahan dalam mendapatkan air mineral tidak hanya dirasakan oleh yang berduit saja, alias untuk kepentingan komersialisasi, tetapi ditujukan untuk tanggungjawab sosial bagi kelangsungan hajat orang banyak baik mampu atau tidak. Walaupun Aqua telah memberi bantuan kepada warga dengan menyalurkan air lewat pipa berukuran 3/4 dari mata air Cikubang. Namun aliran itu tak sejauh penjualan Aqua. Saluran air itu sekarang kering, sama sekali tidak sesuai slogan mereka: setetes air untuk kehidupan. (dikutip darihttp://www.merdeka.com/khas/tanpa-setetes-air-kehidupan-eksploitasi-air-aqua-4.html ) Tapi apalah arti sebuah pipa 3/4 dibanding produksi air mineral dalam kemasan yang sudah jauh dikirim ke beberapa kota.
Oleh: N.H. Eddart
Bahan Bacaan.
Crab, Ian. 1992. Teori-teori Sosial Modern. Jakarta: Rajawali Pers
Ritzer, George. 2009. The McDonaldization Society. Loa Angeles: Pine Forge Pers
Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Pers.
Seiring berjalannya waktu konsumerisme minuman dalam kemasan telah terpola, masyarakat dahulu meminum dari air mentah kemudian dimasak sampai mendidik terus diminum, tapi kini mengalami perubahan sosial pada pola konsumsi air minum. Masyarakat lebih sering membeli air dalam kemasan ketimbang memasak, bahkan sekarang di tahun 2013 masyarakat telah berlanggan pada minuman galon.Tidak hanya untuk minum, untuk memasak sudah jarang menggunakan air mentah/air kran.
Industrialisasi air mineral sudah tidak dielakkan lagi, semakin menjamur industrialisasi air minum dalam kemasan di tanah air ini. Proses menuju kearah perubahan yang lebih maju dan baik tampaknya luput dari masalah yang tidak dikehendaki, yaitu krisis air bersih. Kejadian krisis air bersih terjadi di masyarakat Kampung Pojok, Desa Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Mereka mengalami krisis air bersih padahal mereka tinggal bersampingan dengan industri air mineral dalam kemasan PT.Aqua Golden Mississippi. Mirisnya pemerintah daerah mendapatkan keuntungan pendapatan dari perusahaan air meneral tersebut, tapi warganya tidak terpenuhi kebutuhan air bersihnya.
Hasil riset 2012, kata Irfan Zamzami, peneliti dari Amrta Institute for Water Literacy, eksploitasi air di Kabupaten Sukabumi telah membuat warga menderita. Sebagian besar miskin dan sulit memperoleh air bersih. "Sebanyak 48 persen atau hampir separuh pengambilan air tanah di Kabupaten Sukabumi dilakukan oleh tiga perusahaan penghasil produk terkemuka di dunia, yaitu Aqua, Pocari Sweat, dan Indomilk," Dia menemukan 24 persen warga tinggal di sekitar perusahaan air kemasan tergolong miskin. Selain itu, temuannya di Kecamatan Cidahu, mayoritas penduduknya berada di sekitar perusahaan air kemasan, seperti Aqua, Pocari Sweat, Indomilk, Kratingdaeng, dan Alto kesulitan air bersih. "Di Kecamatan Cidahu banyak yang kesulitan terhadap akses air bersih," (dikutip dari http://www.merdeka.com/khas/air-mata-dari-mata-air-aqua-eksploitasi-air-aqua-1.html)
Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi kini berubah nama menjadi Dinas Pengelolaan Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sukabumi, tiga tahun lalu Kecamatan Cidahu memiliki enam mata air. Enam mata air itu adalah mata air Cikubang di Kampung Cikubang Jaya, mata air Ciburial (Desa Babakan Pari), mata air Cibuntu (Kampung Kerenceng), mata air Cigombong (Desa Pasir Doton), mata air Desa Jaya Bakti, dan mata air di Desa Pondok Kaso. "Semuanya sudah dibeli perusahaan," kata Wawan sambil menunjukkan mata air sedalam 2,5 meter dengan luas sekitar 4x7 meter telah dibeli oleh PT Alam Raya. Namun sampai sekarang mata air ini belum digunakan. Dalam data Dinas Pertambangan, Aqua lewat bendera PT Aqua Golden Mississippi beralamat di Jalan Pulo Lembut nomor 3 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, menguasai empat sumber air dari mata air Cikubang di Kampung Kubang Jaya, Babakan Pari, Kabupaten Sukabumi. Mata air pertama menghasilkan 500 liter air per detik, Yang kedua dan ketiga sama-sama memproduksi 864 meter kubik air tiap hari. Dari mata air keempat diperoleh 70 liter air saban detik. (dikutip dari http://www.merdeka.com/khas/raup-untung-di-tengah-dahaga-eksploitasi-air-aqua-3.html). Jika air untuk kehidupan ternyata dikuasai oleh industri maka nasib bagi kaum proletar yang tidak memiliki mode of production sangat menderita, padahal mereka asli pribumi Sukabumi.
Penguasaan sumber air merupakan bentuk perampasan bagi penduduk setempat, mungkin bagi masyarakat diluar tidak merasakan susahnya masyarakat kampung Pojok Sukabumi, orang kota hanya tahu membeli air kemasan lantas diminum. Air dalam kemasan merupakan bentuk modernisasi segi minuman. The Aquanisasi of Society, saya mengunakan hal itu mirip dengan The McDonaldization Of Society yang dikemukakan oleh George Ritzer. Aquanisasi yaitu rekonseptualisasi modern air minum cepat saji langsung minum untuk masyarakat, definisi gampangnya seperti itu. Perubahan cara berfikir ilmiah dan rasional. Perubahan tersebut mengarah pada perubahan masyarakat tradisional ke masyarakat modern, sehingga masyarakat konsumtif dalam membeli air mineral. Adapun yang diungkpkan Ritzer kemudian saya adopsi dan dikonseptualisasikan seperti berikut ini.
- Efisiensi, lebih praktis tanpa dimasak terlebih dahulu. Walaupun mengeluarkan duit lebih banyak ketimbang memasak air. Lebih mudah didapat tapi susah mendapat air bersih untuk masyarakat pegunungan dan sekitarnya.
- Calculability, lebih mengutamakan kemasan agar terlihat menarik namun melupakan sisi lain dari bahaya mengkonsumsi air minum dalam kemasan seperti bibir keriput, obesitas, lebih buruk dari air kran,dll baca di http://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/09/07/bahaya-lain-air-minum-dalam-kemasan/ sehingga lebih mementingkan kuantitas ketimbang kualitas.
- Prediktabilitas-Standart, dimanapun kita pergi pasti akan menemui air minum dalam kemasan dipinggir jalan, warung dll. Memudahkan konsumen ketika kehausan tanpa harus membawa kompor untuk memasak. Namun kemudahan tersebut jangan dikapitalisasikan oleh kalangan bourjuasi sehingga adanya eksploitasi masyarakat yang tidak dapat air bersih.
- Kontrol dan penggantian tenaga nonmanusia, kontrol tersebut hanya berlaku saat packing saja, setelah itu air minum dalam kemasan didistribusikan melalui tangan ke tangan dengan kendaraan atau alat tanpa pengawasan tindak lanjut. Setidaknya air mineral berlogo dipertanggungjawabkan sampai konsumen. Apakah air tersebut benar-benar terjaga kualitasnya dari mulai pengemasan (produksi) hingga pengiriman dan penerimaan ke masyarakat. Kontrol tersebut hanya berlaku sampai distribusi tapi tidak terjaga sampai konsumen. Buktinya banyak kemasan yang berbau plastik dan keruh, bahkan bisa jadi air oplosan.
Kemudahan dalam mendapatkan air mineral tidak hanya dirasakan oleh yang berduit saja, alias untuk kepentingan komersialisasi, tetapi ditujukan untuk tanggungjawab sosial bagi kelangsungan hajat orang banyak baik mampu atau tidak. Walaupun Aqua telah memberi bantuan kepada warga dengan menyalurkan air lewat pipa berukuran 3/4 dari mata air Cikubang. Namun aliran itu tak sejauh penjualan Aqua. Saluran air itu sekarang kering, sama sekali tidak sesuai slogan mereka: setetes air untuk kehidupan. (dikutip darihttp://www.merdeka.com/khas/tanpa-setetes-air-kehidupan-eksploitasi-air-aqua-4.html ) Tapi apalah arti sebuah pipa 3/4 dibanding produksi air mineral dalam kemasan yang sudah jauh dikirim ke beberapa kota.
Oleh: N.H. Eddart
Bahan Bacaan.
Crab, Ian. 1992. Teori-teori Sosial Modern. Jakarta: Rajawali Pers
Ritzer, George. 2009. The McDonaldization Society. Loa Angeles: Pine Forge Pers
Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Pers.
Kamis, 05 September 2013
"Ujung Aspal Pondok Gede-Iwan Fals: Spotlite Perubahan Sosial dalam lagu"
di kamar ini aku dilahirkan
di bale bambu buah tangan bapakku
di rumah ini aku dibesarkan
dibelai mesra lentik jari ibuku
nama dusunku ujung aspal pondok gede
rimbun dan anggun
ramah senyum penghuni dusunku
kambing sembilan motor tiga
bapak punya
ladangnya luas habis sudah sebagai gantinya
sampai saat tanah moyangku
tersentuh sebuah rencana
demi serakahnya kota
terlihat murung wajah pribumi
terdengar langkah hewan bernyanyi
di depan masjid
samping rumah wakil pak lurah
tempat dulu kami bermain
mengisi cerahnya hari
namun sebentar lagi
angkuh tembok pabrik berdiri
satu persatu sahabat pergi
dan tak kan pernah kembali
Iwan Fals
Perubahan Sosial nampak tertuang dalam sebuah lagu legendaris, sang musisi yang dikenal sebagai tokoh yang kritikus dan jenaka dalam membuat lagu ternyata lagu dengan judul "Ujung Aspal Pondok Gede" menggambarkan struktur kehidupan Masyarakat Pondok Gede.
Dilukiskan dalam sebuah lagu tersebut Iwan Fals lahir dalam rumah yang terbuat dari bambu yang keadaan sekitarnya begitu damai, rimbun, dan anggun. Pada tahun 1980an Pondok Gede masih terdapat sawah dan pepohonan yang rindang. Akhirnya Iwan Fals mengemas dalam Spotlite Globe: Pondok Gede Era Iwan Fals lahir dengan masa mudanya di tahun 1985.
Hingga direncanakan sebuah tata letak kota untuk membangun Pondok Gede menjadi agraris ke polis. Pribumi pada saat itu tidak menerima suatu perubahan namun lambat laut mereka menerima dan mereka pun menjadi tergeser karena rumah tinggal mereka menjadi tembok pabrik para bourjuis. Diceritakan sahabat Iwan Fals pergi dan tak kembali, padahal semasa kecil mereka bermain-main di depan masjid pada saat itu ruang terbuka hijau masih tersedia.
Sisi sosiologis yang harus kita perhatikan, bagaimana sebuah komunitas ramah menjadi komunitas tamak akan kerakusan tanah. Pribumi dipaksa pergi padahal mereka pun bisa dalam mewujudkan suatu perubahan sosial. Suatu upaya mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan tentunya akan mengalami disintegrasi bagi masyarakat, hal itu fakta dan selalu terjadi manakala perubahan sosial terjadi.
Senin, 18 Februari 2013
Kontemplasi Kurikulum 2013: Dua Sisi Koin yang Berbeda
Wacana akan lahirnya kurikulum 2013 kini masih menjadi kontroversial yang menarik. Bagaimana tidak, kurikulum yang mulai dipahami dan dimengerti akan diubah kembali. Salah satunya yang akan diubah adalah pendidik tidak lagi membuat silabus mereka tinggal menerapkan kepada peserta didik dan pendidik tidak susah payah membuat silabus dengan mencari buku-buku referensi karena bahan ajar sudah satu paket dalam kurikulum 2013 tersebut. Menurut Menteri Pendidikan M. Nuh “Dengan demikian, para guru akan lebih berkonsentrasi pada proses pembelajaran” ketika menyampaikanan materi Kurikulum 2013, di Universitas Islam Malang (UNISMA) Sabtu, 16 Februari 2013.
Disisi kemudahan tersebut ternyata ada sisi yang tidak sesuai pada kurikulum 2013, ketidak sesuaian tersebut terlihat pada empat kompetensi inti yaitu semangat religius, sikap sosial sebagai anggota masyarakat, memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, meta kognitif, dan aplikasi kompetensi inti ini menjadi satu kesatuan. Pada kompetensi pertama semangat religius berarti menanamkan nilai-nilai agama kepada peserta didik. Bagaimana ilmu umum dapat bersarikan unsur religius. Misalkan, mengajarkan matematika tentang penghitungan, penjumlahan dan pengurangan, bagaimana dikaitkan dengan semangat religius tadi. Tentunya ada yang bisa, ada yang tidak bisa tergantung kreativitas pendidik. Dan kompentensi lainnya tidak semua mata pelajaran bersarikan kompetensi inti, hal ini lebih mengeksplorasi pendidik agar menghubungkan pelajaran terhadap kompetensi dan terhadap kenyataan.
Bagaimana dampak kurikulum akan dirasakan oleh setiap elemen? Baik peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sekolah, pemerintah, dan masyarakat umum? Kita akan menunggu bagaimana aplikasi kurikulum 2013.
Selasa, 18 September 2012
RIWAYAT PENULIS NURUL HIDAYAT
Juni - Juli 2013 menjadi staf peningkatan mutu siswa Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Anambas. Pada Desember 2012 - April 2013 menjadi Konsultan Pembelajaran dan Pendampingan PAUD Al-Muhajirin Kelurahan Tarempa Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas program Pelatihan Pembuatan Kurikulum PAUD Orientasi Permendiknas No.58 Tahun 2009. Bulan Maret-November 2012 menjadi Staf Administrasi ”Program Pendampingan Penguatan Manajemen dan Kemandirian PKBM” Gunung Rintis Kabupaten Kepulauan Anambas Kerjasama Community Development Program Premiere Oil dan Laboratorium Sosiologi Universitas Negeri Jakarta.
Latar belakang pendidikan serta jabatan yang diambilnya antara lain; tamatan SMA Negeri 1 Sliyeg, Indramayu. Setelah itu melanjutkan di International Institute of Communication (IIC) Indramayu, mengambil jurusan Multimedia Design. Melanjutkan ke Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengambil Jurusan Sosiologi dan aktif di organisasi penulisan dan pers mahasiswa, Pusat Studi Mahasiswa (PUSDIMA FIS) pernah sebagai Ketua Umum PUSDIMA FIS. Dan aktif juga di organisasi kemanusiaan Korps Sukarela Palang Merah Indonesia Universitas Negeri Jakarta (KSR PMI UNJ) sebagai Ketua KSR PMI UNJ.
Latar belakang pendidikan serta jabatan yang diambilnya antara lain; tamatan SMA Negeri 1 Sliyeg, Indramayu. Setelah itu melanjutkan di International Institute of Communication (IIC) Indramayu, mengambil jurusan Multimedia Design. Melanjutkan ke Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengambil Jurusan Sosiologi dan aktif di organisasi penulisan dan pers mahasiswa, Pusat Studi Mahasiswa (PUSDIMA FIS) pernah sebagai Ketua Umum PUSDIMA FIS. Dan aktif juga di organisasi kemanusiaan Korps Sukarela Palang Merah Indonesia Universitas Negeri Jakarta (KSR PMI UNJ) sebagai Ketua KSR PMI UNJ.
Adapun pelatihan yang pernah diikuti tahun 2012, Workshop Peningkatan Mutu Layanan Lembaga PAUD Tingkat Provinsi Kepulauan Riau, Diselenggarakan Oleh HIMPAUDI Provinsi Kepulauan Riau, di Hotel Comfort Tanjungpinang, tanggal 2-4 September 2012. Pada tahun 2011 Peserta Pelatihan, Seminar Nasional dan Lokakarya Temu Bhakti KSR-PMI Perguruan Tinggi Se-Indonesia di Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda, Kalimantan Timur. Tahun 2010 Pelatihan Search and Rescue (SAR) Darat Nasional II Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR-PMI) Unit Perguruan Tinggi Se-Indonesia di KSR-PMI Unit IAIN Mataram dan Hutan Lindung Sesaot, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Pelatihan Pembuatan dan Pemanfaatan Media Sederhana Berbasis Lingkungan. Pusat Sumber Belajar Universitas Negeri Jakarta. Workshop Hypnoreiki.”Key Master-Empowering People”. Gedung Daksinapati, Universitas Negeri Jakarta. Pelatihan Gabungan ”Pertolongan Pertama”. Markas PMI Kota Administrasi Jakarta Timur. Pekan Jurnalistik Didaktika XXV “Latihan Dasar Pers Mahasiswa”. Universitas Negeri Jakarta. Tahun 2008 Pendidikan dan Pelatihan Dasar ”Kepalangmerahan dan Kemanusiaan” Pada Kegiatan Penerimaan Calon Anggota Baru Angkatan XVI KSR-PMI Universitas Negeri Jakarta.
Beberapa karya yang telah didapatkan. Juara III Pertolongan Pertama (regu), Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu. Juara II Lomba Lukis “Kemanusiaan” (individu), Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu. Juara II Perawatan Keluarga (regu), Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu. Juara III Bongkar Pasang Tenda (regu), Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu.
Kamis, 28 Juni 2012
Kamis, 17 Mei 2012
Akhirnya Pulau Komodo Dinobatkan sebagai New 7 Wonders Nature
The New 7 Wonders Foundation menetapkan Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur sebagai The New 7 Wonders Nature.
"Keberhasilan Taman Nasional Komodo menjadi contoh inspiratif bagaimana sebuah masyarakat dapat bersama-sama berusaha melindungi sebuah spesies yang hampir punah." Ungkapan Presiden New 7 Wonders Foundation, Bernard Weber. Pernyataan atas kesuksesan tersebut menjadi suatu prestise bagi bangsa kita. secara otomatis Indonesia lebih dikenal oleh negara-negara luar, dan secara devisa dapat meningkatkan pendapatan.
Begitu pula ungkapan terima kasih dari Jusuf Kalla sebagai Duta Besar Komodo dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Komodo. Ungkapan terima kasih tersebut ditujukan kepada masyarakat Indonesia yang telah mengirimkan pesan singkat dalam dukungannya untuk Pulau Komodo.
Selain Pulau Komodo enam keajaiban lainnya adalah Halong Bay, Iguazu Fall, Jeju Island, Puerto Princsa Undergroun River, Table Mountain, dan Amazon (proses klarifikasi).
Kebanggan kita sebagai negara yang kedua kali terpilih sebagai 7 keajaiban tersebut harus memberikan pencerminan yang positif dalam ranah internasional. Agar pencitraan yang buruk melekat dalam bangsa kita luntur dan menjadi pencitraan positif. Kekayaan alam bangsa kita ini, harus tetap dijaga, terutama hasil bumi Indonesia, kita yang mengolah harusnya kita juga yang mendapat untungnya.
lihat juga:
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/05/16/320185/293/14/Horeee-Pulau-Komodo-Resmi-Masuk-New-7-Wonders-of-Nature
http://travel.kompas.com/read/2012/05/16/18073330/Komodo.Resmi.Jadi.New.7.Wonders.of.Nature
http://tv.liputan6.com/main/read/3/1086795/0/komodo-masuk-new-7-wonders-of-nature
Jumat, 23 Maret 2012
Ceritaku dari Pulau Anambas
Diatas pesawat terlihat pulau-pulau yang masih tumbuh hutan lebat dan pesisir pantai yang hijau dan biru muda, pasir nampak putih membatasi antara lautan dan daratan Kepulauan Anambas.
Sesampai kuinjakkan
kaki ditanah Tarempa pusat kota di Kabupaten Kepulauan Anambas yang ramai dengan
pompong (transportasi laut) dan speed boat transportasi laut modern
dengan tenaga mesin yang bisa melesat cepat. Selain dua transportasi laut
tersebut ada juga motor yang oleh warga disebut “Honda” merupakan kendaraan
yang sering digunakan. Selain itu tidak terlihat kendaraan pribadi lain seperti
halnya mobil. Ada mobil juga itu hanya milik Pemerintah Kabupaten Kepulauan
Anambas, Pengadilan Agama, dan ambulans.
Aku disambut oleh
Meila tim Labsos dan Bu Acim (kepala PAUD) di pelabuhan. Tidak menunggu lama
aku bersama Pak Ubedilah, Pak Roni, Meila dan Bu Acim menuju ke Desa Rintis di
kediaman Teteh Isye (Ketua Yayasan PAUD dan pemilik rumah yang mengijinkan
rumahnya ditinggali). Perjalanan untuk mencapai ke Desa Rintis penuh jalanan
yang terjal dan tinggi. Dan jaraknya lumayan jauh, memang tidak ada penjelasan
berapa kilometer. Tapi kalau naik motor dengan kecepatan 20-35 km/jam dapat
ditempuh selama 20 menit. Itu juga jalanan naik turun. Walau jalanannya sudah
beraspal tapi tetap saja ada bagian yang masih bertanah.
Sesampai dirumah
teteh Isye ponsel tidak ada sinyal dan tidak ada aliran listrik disini, pikir
pasti jenuh disini. Jam tanganku menunjukan pukul 13.00 wib, Kata Teteh Isye
masih ada 5 jam lagi untuk ada aliran listrik, karena disini listrik masih
menggunakan diesel dan jadwalnya dari jam 6 sore sampai jam 10 malam. Padahal
di kota masih ada sinyal dan listrik, tapi di desa ternyata listrik tidak ada
dan sinyal pun tidak ada. Sehingga ponselku dinonaktifkan dan bersabar untuk
bisa menghubungi orang-orang tercintai di pulau Jawa.
Lanjut setelah
beristirahat sejenak, berkenalan dan berbincang-bincang, kita makan. Makanan
disini selalu ditemani dengan ikan laut, pertama dengan cumi, lanjut ikan
tongkol, ikan minyak, ikan simbok, dan menu lainnya seperti telor. Yang menjadi
ciri setiap makan yaitu ada teh manis hangat (teh O) yang dihidangkan. Rasanya
khas pulau Anamabas yaitu ada rasa cengkehnya dan kadang rasa cengkeh itu
begitu terasa sehingga sedikit pahit. Yang paling kusukai ketika makan disini
yaitu dengan cumi hitam alias blekutak. Memakan
cumi hitam teringat di kampungku, Indramayu. Aku makan sehari 3 kali dengan
lauk yang sehari sama, dan ada cerita yang lucu, yaitu ketika tukang sayur dan
tukang pedagang ikan tidak lewat rumah maka tidak ada masakan. Ujung-ujungnya
mie rebus lagi.
Ditengah-tengah
masyarakat ku sebagai publik figure
yang selalu bersinar bagi mereka, kadang ada yang minta pendapat untuk kemajuan
desa ini. Di kedai sempat berdiskusi dengan mantan Kepala Desa Rintis Bapak
Sutisna membahas desa yang diujung pulau ini. Ilmuku tidak terlalu banyak untuk
memajukan desa yang besar ini tapi ku maksimalkan dengan semampuku. Di kedai
inilah ku dapat berinteraksi dengan warga untuk bersosialisasi.
Keseharianku
bertemu dengan guru-guru PAUD dan anak-anak PAUD Kurnia, banyak pengalaman yang
didapat dari mereka dan banyak pula pelajaran yang bertambah bagiku. Anak-anak PAUD begitu senang terhadapku,
malah banyak yang berebut ingin disampingku, maklum aku guru satu-satunya yang
lelaki sehingga paling tampan diantara guru-guru lain. Aku selalu menghibur
mereka dengan ice breaking ala kota
Jakarta, mereka pun riang. Sampai ku kehabisan ide untuk menghibur mereka
kembali. Siangnya, ku mengajarkan guru-guru untuk membuat Rencana Kegiatan
Harian (RKH) dan mengajarkan untuk mengoperasikan komputer, lucu tapi kadang
kesel juga karena guru-guru lupa melulu apa yang kuajarkan. Dan ku maklumi
karena mengajari yang usia lanjut.
Di PAUD inilah ku habiskan paruh hari dan
menghilangkan ingatan akan rindu dengan orang-orang di Jakarta. Menjadi seorang
guru PAUD tidaklah mudah, butuh kesabaran yang super apalagi dengan
anak-anaknya yang kadang susah diatur. Kalau disuruh belajar malah main-main
seperti Rara dan Ridho, dua anak itu yang tak kulupakan.
Banyak hal yang
ingin kuluapkan dalam tulisanku ini, pertama ingin ku sampaikan keadaan ekonomi
disini sangat tinggi, harga melambung 2 sampai 4 kali lipat dari harga yang ada
di Jakarta. Harga tomat satu buah bisa mencapai Rp. 5000,. Dan sayur sawi satu
ikat di Jakarta bisa Rp.1000,. tapi disini harganya mencapai Rp.5000,. mie
rebus Rp.7000., bakso Rp.10.00,. teh manis dan kopi Rp.4000 jika dikasih es
harganya ditambahkan seribu sampai duaribu. Dan harga bensin untuk motor harganya
bisa Rp.10.000-15.000,. tergantung persediaan dan distrubusi.
Dari beberapa
wawancara sambil lalu dengan masyarakat Desa Rintis ini banyak disebabkan
karena kebutuhan pokok tersebut berasal dari luar pulau misalnya dari Tanjung
Pinang, Batam, dan Jakarta. Apalagi ketika distribusi terhambat dikarenakan
gelombang air laut yang tinggi dan keadaan politik disini memanas maka harga
sangat tinggi. Berdasarkan diskusi kecil di kedai dan sambil lalu dengan warga
pendatang dari Jawa dan Jakarta kalau masyarakat disini sangat konsumtif, hal
sepele dibeli dan tidak bisa untuk berproduksi sendiri. Contohnya, masalah
sayur mayur, Kepulauan Anambas sangat kaya tanah dan sangat produktif ditanami
dengan tumbuhan sejenis sayur, seperti tomat, sawi, kentang, wortel, dan harga
paling tinggi yaitu cabe, sangat tidak menutup kemungkinan masyarakat setempat menanam
cabe.
Walaupun ada
tanaman sayur tapi tidak mencukupi kebutuhan ekonomi sehingga harus menunggu
datangnya kapal laut Perintis yang datang dari Tanjung Pinang yang membawa
pedagang-pedagang sayur. Kalau kapal laut Perintis tersebut datang, pasar
Tarempa penuh dan berjubel untuk membelinya. Kapal laut Perintis pun sesak
dengan barang-barang dagangan. Pernah kah masyarakat memikirkan untuk produksi
sendiri?. Hal ini terjawab saat berdiskusi dengan masyarakat kelahiran
Kepulauan Anambas, saat ditanya tentang kenapa lebih memilih membeli daripada
memproduksi, mereka menjawab “lebih praktis” dan ada yang menjawab “lebih murah
ketimbang membeli barang mentah”, mereka lebih enak membeli barang sudah matang
dan jadi untuk di konsumsi. Pola pikir seperti ini yang menyebabkan salah satu
tingginya harga sembako.
Begitu pula yang
diungkapkan oleh pak Nur (48 tahun, sebagai utusan ComDev Premiere Oil bidang
Pertanian dari dari Joglo Tani) dia mengamini kalau masyarakat setempat
konsumtif dan sangat tidak peduli dengan masalah pertanian, padahal daerahnya
sangat produktif untuk ditanami. Sekarang banyak pemilik kebun berasal dari
pendatang dan pekerjanya dari warga setempat. Terus hasil panennya dijual lagi
kepada masyarakat.
Kedua, tentang
politik. Mula-mula heran melihat pemuda-pemuda berbaju safari atau baju
ke-dinas-an halulalang di kota Tarempa,
yang laki-laki mengendari motor-motor keren, yang perempuan juga
mengendarai motor dengan pakaian yang modis, berkerudung yang bergaya-gaya,
penuh hiasan dan warna warni. Tidak satu hari yang kulihat dan tidak satu
orang, tapi berkali-kali dan beberapa orang. Saat coba kutelusuri, kalau
pemerintahan disini sedang membutuhkan pegawai, baik lulusan SMA juga diterima,
padahal standarnya harus sarjana dan pernah berpengalaman dibidangnya tapi
disini tidak begitu, maklum pemerintahan baru, kabupaten ini muncul belum lama
ini sehingga banya kaum muda yang direkrut. Tapi akankah mereka pantas
mengenakan baju beratribut pegawai negeri sipil dengan pekerjaannya?
Banyak cerita pula
kalau pemerintah disini menghabiskan dana untuk hal yang tidak diperioritaskan,
lebih diperuntukan perjalanan dinas dan pelatihan-pelatihan yang
implementasinya “nol”. Kalau menurutku disini ada “gila pegawai” dan “pegawai
gila”. Gila Pegawai yaitu orang yang berambisi untuk menjadi pegawai tapi
dengan pendidikan dan pengalaman yang tidak tepat, maksa bagitu. Sedangkan
dengan Pegawai Gila yaitu orang yang sudah menjadi pegawai stress dan dipenjara
gara-gara terlibat korupsi, dan anehnya ada juga pejabat yang tidak mengerti
tugasnya.
Ketiga, masalah
budaya. Kepulauan Anambas merupakan bagian dari Pulau Sumatra dekat dengan
Malaysia konon secara bahasa seharusnya berbahasa melayu, namun berbeda dengan
di Desa Rintis ini mayoritas berbahasa sunda dan etnis sunda. Historisnya
dahulu banyak masyarakat yang berasal dari Rangkasbitung Banten dan Bangka
Belitung yang merantau ke desa ini. Secara budaya tidak terlihat kebudayaan asli
dan produk daerah setempat. Budaya yang mereka terapkan masih kontemporer
bagiku tidak ada ciri khusus budaya yang lahir disini. Namun masyarakat tanpa
nilai dan norma tentu tidak mungkin, minimal punya suatu aturan yang ada di
masyarakat ini, yaitu mereka membentuk rutinitas marhabanan (pengucapan
sholawat-sholawat), namun rutinitas ini baru berjalan karena sebelumnya tidak
ada disini.
Kultural lainnya,
seperti seni, jenis musik, pakaian, atau makanan masih mirip dengan daerah
asalnya di Banten, Jawa, dan daerah Sumatra bagian utara. Tidak ada ikatan
tradisi dan adat istiadat yang kuat yang dapat mengikat mereka, dan juga tidak
ada acara spriritual seperti Upacara keagamaan, Upacara adat saat musim
tertentu.
Langganan:
Postingan (Atom)