Kajian Sosiologi: Sulitnya Melawan Covid-19
oleh: N.H. Eddart
Materi Pokok:
Kelas X: interaksi sosial, folkways, interaksionisme simbolik, metodologi penelitian
Kelas XI: Culture shock, konflik sosial, masalah sosial
Kelas XII: Perubahan sosial dan globalisasi
Disclaimer: Artikel ini sebagai bahan belajar sosiologi selama wabah pandemi virus corona.
Pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan kebijakan Physical and
Social Distancing kepada warga negaranya agar mengurangi persebaran pasien
Covid-19. Selain itu, tagar #dirumahaja banyak ditemukan di media sosial,
seperti twitter, instagram, facebook, dll. Hal ini tentunya usaha pemerintah
mengingatkan warganya akan pesan melawan virus corona dengan di rumah saja.
Pemerintah daerah juga melalui
gubenurnya menyerukan untuk melarang para perantau yang berada di luar daerah
untuk kembali ke daerah asalnya, alasan utama agar menjaga virus corona tidak
terbawa dari kota ke desa. Salah satunya adalah seruan dari Gubernur Jawa
Tengah yang mengungkapkan "Jika panjenengan sayang sama keluarga
di kampung, jika penjenengan semua pingin keluarga tetep
sehat lan slamet, urungkan niat untuk pulang kampung. Tidak usah
pulang kampung," tuturnya. Selanjutnya Gubernur Ganjar melakukan
kesepakatan dengan Gubernur se-Jawa, seperti yang diungkapkan dalam akun
instagramnya, "Kemarin saya sudah berkoordinasi dengan Pemda DKI dan
Gubernur Jawa Barat. Selanjutnya saya akan koordinasi dengan Gubernur Jawa
Timur. Kita buat kesepakatan bersama untuk melarang warga pulang ke daerah
asal," kata Ganjar lewat akun Instagram resmi @ganjar_pranowo, Jumat
(27/3) malam.
Upaya yang dilakukan baik tingkat
pusat atau daerah untuk Physical and
Social Distancing nampaknya mengalami kesulitan. Tulisan ini berupaya
menjawab kenapa warga masih melakukan kontak primer dengan warga yang lain?
Alasan masih melakukan kontak primer dengan warga lain? Seberapa paham tentang Physical and Social Distancing atau
#dirumahaja bagi warga?. Pengumpulan data ini dilakukan dengan observasi di
beberapa jalan dan Stasiun Kota Bekasi dan wawancara sambil lalu dengan lokasi
di salah satu perumahan di Kota Bekasi dengan lingkup satu RT dan juga
dilakukan di salah satu desa di Indramayu sebagai pendukung pertanyaan ini.
Pembahasan ini tidak terpaku pada
satu teori sebagai teori dasarnya, melainkan menjelaskan dari sudut pandang
sosiologis. Perlu diketahuai bahwa kontak primer adalah hubungan individu
dengan individu lain secara face to face,
terlihat fisiknya secara langsung tanpa perantara, dan melihat mimik komunikasi
secara verbal atau non-verbal. Sedangkan Physical
and Social Distancing adalah pembatasan jarak fisik dan sosial satu sampai
dua meter dikerumunan, antrian, atau komunikasi. Bisa juga diartikan sebagai
jaga jarak aman antarorang saat berkumpul. Kemudian arti #dirumahaja adalah
berdiam diri di rumah dengan tidak ke sekolah, ke tempat kerja, ke tempat
ibadah, dan pusat-pusat keramaian.
Penjelasan di atas nampaknya
sudah cukup jelas, tapi kenapa warga masih melakukan kontak primer?
Jawaban-jawaban tersebut terangkum di bawah ini berdasarkan observasi dan
wawancara sambil lalu.
1
1. Folkways (Kebiasaan)
Kebiasaan dalam
arti suatu nilai dan norma sosial yang berasal dari rutinitas yang mengarah ke
tradisi adat istiadat. Hal ini banyak ditemukan di masyarakat kita, penulis
kategorikan ini ke dalam folkways
yang tersusun ke beberapa sub-sub folkways
yang sering dijumpai oleh masyarakat kita. Sub-sub folkways tersebut adalah:
Midang
sebagai aktivitas nongkrong depan rumah baik di teras rumah, bangku depan
rumah, atau warung yang rumahan. Selama melakukan pengamatan seporadis di
wilayah Bekasi pada tanggal 23 Februari-29 Maret 2020 banyak orang-orang yang
masih nongkrong. Mereka umumnnya adalah bapak/ibu serta anak-anaknya masih
balita. Ini aktivitas yang menjadi kebiasaan masyarakat, duduk depan rumah baik
di teras atau bangku, bahkan di warung rumah sambil ngobrolin tetangganya, harga belanjaan, kerjaan bahkan virus corona
itu sendiri, mereka tetap saja nongkrong. Sulit hal ini dihilangkan karena
telah menjadi folkways selama
bertahun-tahun di kita. Sebenarnya mereka mengetahui informasi beredarnya virus
corona akan tetapi aktivitas midang
depan teras justru sebagai wahana interaksi sosial untuk membahas virus itu
tersebut. Midang juga ditemui pada
masyarakat Bulak, Jatibarang, Indramayu yang masih suka berkumpul depan rumah
sambil menggelar tikat dan menonton TV. Padahal juga yang ditonton itu adalah
berita terkait virus corona.
Namaste
Handshake pengganti saliman, muncul selebaran juga akan mengganti gaya
jabat tangan dengan cara salam Buddha, kedua telapak tangan kita disatukan
tegak ke atas. Ini menggantikan gaya salaman yang selama ini dilakukan oleh
orang kita. Salim kepada orang lebih tua, mencium tangan memang sudah menjadi
kebiasaan. Jika hal ini kemudian diganti, mungkin hanya orang tertentu yang
menyepakati cara Namaste handshake
ini, tapi bagi orang yang tidak mendapatkan sosialisasi tentang Namaste handshake mereka akan tetap mencium
tangan saat shalat dan ketemu. Kebanyakan orang lebih menerima saliman
ketimbang Physical and Social Distancing.
Jalan-jalan selayaknya Ngabuburit, istilah ngabuburit
memang sering muncul saat bulan puasa, tapi aktivitas ini sebenarnya tidak
hanya dilakukan saat bulan puasa. Hari-hari biasa mereka suka jalan-jalan di
sore hari hingga malam hari. Penulis melakukan pengamatan selama wabah virus
corona ini, waktu yang diamati saat weekend,
di area keramaian seperti Marakash, Pasar Kranji, Pasar Tradisional blok A, F,
dan sepanjang jalan saat pulang kerja. Untuk membedakan mereka jalan-jalan dengan
orang yang pulang bekerja nampak terlihat jelas dari pakaiannya, mereka yang
jalan-jalan sore tidak mengenakan helm, baju santai, dan biasanya membawa anak
kecil. Jajanan pinggir jalan masih jualan seperti martabak, kopi, gorengan,
aneka es kekiniaan, bahkan odong-odong. Ketika mereka jalan-jalan kemudian
berhenti di tempat jajanan yang bergerombol dengan jarak kurang dari satu meter
serta mainan odong-odong anak kecil yang bermain sedangkan orang tuanya
menunggu dekat dengan mainan dan terjadi kontak primer. Aktivitas ini bagi
kalangan masyarakat menengah ke bawah adalah folkways, sulit untuk mereka hindari, apalagi di kota Bekasi yang
banyak perantauan ngontrak atau tidak
memiliki rumah tetap. Mereka yang jenuh dengan tempat tinggalnya akan
menghiburkan diri dengan jalan-jalan sore sambil mencari jajanan dan momong anak.
Liburan ke kampung alias mudik, ketika
DKI Jakarta mengumumkan untuk merumahkan sekolah dengan sistem belajar daring,
wilayah satelit DKI Jakarta juga mengikuti hal yang sama di hari berikutnya,
banyak perantauan yang pulang kampung. Sejauh pengamatan penulis selama
aktivitas belajar daring, banyak tukang mie ayam, bakso, warung nasi, dan
warung rumahan kecil depan kontrakan mereka tutup. Penulis punya langganan mie
ayam asal Wonogiri. Dia tutup usaha mie ayam lebih memilih pulang kampung
karena anaknya juga libur (belajar online). Walaupun tidak banyak warung yang
meliburkan diri, tapi aktivitas yang terlihat langsung adalah di stasiun kereta
api Bekasi. Penulis saat itu, tanggal 20 Maret 2020 bertanya kepada teman yang
ingin naik kereta api tujuan Jatibarang. Selama pengamatan di stasiun Bekasi
penerapan Physical and Social Distancing
dilakukan dengan baik oleh manajemen stasiun. Seperti tempat duduk yang
berjarak, garis antrian berjarak, dan pengecekan suhu tubuh. Jumlah orang yang
menaiki kereta Argo Cheribon KA 30 hari jumat itu tidak berkurang, awal penulis
menduga akan ada pengurangan penumpang kereta, faktanya tidak ada bangku
kosong. Dilihat dari penumpang, sepertinya mereka anak-anak muda. Dugaan,
mereka adalah mahasiswa perantauan. Tapi yang jelas aktivitas mudik terjadi
lebih awal, menurut Gubernur Jawa Tengah per 26 Maret 2020 ada 66.871 orang
pemudik dari berbagai provinsi yang pulang ke Jateng. Wonogiri menjadi wilayah
dengan pemudik terbanyak, yakni 42.838 orang. Begitu juga yang disampaikan oleh
Presiden Joko Widodo di istana Negara Senin (30/3/2020) "Selama delapan
hari terakhir ini ada 876 armada bus antarprovinsi yang membawa kurang lebih
14.000 penumpang dari Jabodetabek ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
DIY," kata Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Apakah agenda
mudik akan dilarang atau akan tetap mudik? Penulis melakukan wawancara sambil
lalu di komplek perumahan, menurut Bang Gondrong pekerjaan servis AC akan tetap
melakukan mudik. Kemudian Pak Bari pekerjaan sebagai OB sekolah sudah mudik
dengan seluruh anggota keluarganya tanggal 29 Maret 2020 dengan dilengkapi
surat keterangan sehat dari klinik. Kemudian pedagang kelontong asal Madura,
dia mengatakan jika mudik dari Bekasi ke Madura bisa, justruk sebaliknya dari
Madura tidak bisa keluar. Berdasarkan data berita yang ada, historis setiap
tahun tentang mudik, dan folkways
arus mudik ini akan tetap berlangsung meskipun transportasi umum seperti kereta
api, bus, pesawat, dan kapal laut dibatasi. Diperketat juga dengan operasi polisi
di perbatasan, walaupun ada patroli perbatasan, banyak jalanan yang akan
ditembus oleh pemudik ini. Bahkan yang sulit diatur adalah pemudik roda dua
yang sudah biasa mencari jalan tikus, ke depan yang terjadi malah kejar-kejaran
antara polisi dan pemudik.
Sub-sub folkways
di atas yang menjadi inti pikiran masyarakat tersebut adalah adanya vested interest masyarakat, tertanam
kuatnya nilai-nilai leluhur dan pola pikir konservatif masyarakat yang sulit
berubah. Jika pemerintah Indonesia bersikeras untuk kampanye melawan virus
corona dengan cara Physical and Social
Distancing dan #dirumahaja akan mengalami culture shock, sama halnya perubahan cepat yang menimbulkan konflik
sosial, sama halnya dengan melawan tradisi itu sendiri yang sulit diubah.
2. Pekerjaan
Alasan lain
program #dirumahaja sulit dilakukan adalah pekerjaan. Pekerjaan yang tidak bisa
ditinggal dan tidak bisa dilakukan dirumah menjadi alasan orang-orang ini tetap
melakukan kontak primer. Bagian ini dirangkum menjadi beberapa pekerjaan yang
dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan selama melakukan pengumpulan data.
Operator Bensin SPBU, penulis
mewawancara orang yang bekerja di pom bensin, dia bilang jika pekerjaan #dirumahaja
maka dia akan melayani siapa?, tentunya bos pom bensin tidak akan bisa
menerapkan ini #dirumahaja tetapi akan tetap bekerja di pom bensin.
Bengkel motor, pekerjaan ini juga sulit
dilakukan di rumah sehingga setiap harinya harus membuka bengkel, apalagi
bengkel tersebut merupakan milik sendiri, jika tidak buka sama halnya tidak
bisa makan.
Tukang Ojek Becak, Mang Kus ialah
tukang becak yang sehari-hari melayani rute ke pasar tradisional, penghasilan
utamanya adalah tukang becak dan kuli panggul di pasar. Selagi pasar masih
buka, maka dia akan tetap berangkat bekerja di pasar.
Servis AC, Bang Gondrong berprofesi
sebagai tukang servis AC, selama wabah corona dia hanya menunggu panggilan
untuk service AC. Ketika terjadi panggilan maka harus menuju lokasi untuk
bekerja.
ASN/PNS/Pegawai Swasta, Kebetulan yang
diteliti di wilayah Jawa Barat. Ketika peneliti bertanya tentang #dirumahaja
jenis profesi ini dapat Work From Home #WFH, tetapi ia mengeluhkan jika gajinya
harus terpotong. Begitu juga guru swasta, harus menerima transportasi tidak
disertakan dalam gaji.
Tukang ketoprak, setiap pagi sering
membeli ketoprak yang keliling depan rumah, pedagangnya berasal dari Brebes
usia sekitar 45 tahun. Sambil melayani pembuatan ketoprak peneliti
melakukan wawancara sambil lalu. Dia menyampaikan bahwa pemasukan berkurang,
semisal adanya kompleks yang melarang pedagang masuk, tidak dapat pulang
kampung juga karena segmentasi pasarnya ada di Bekasi bukan dikampung.
Tukang Galon, sejauh ini sektor
penjualan air galon masih seliweran di komplek rumah. Tidak banyak yang
ditanyakan karena mereka berhenti ketika ada pembeli. Tukang galon masih
dibutuhkan oleh konsumen sehingga pekerjaan ini harus tetap jemput bola.
Walapun depot air sebenarnya ada di rumah.
Maintenance Apartemen, ia tetangga
rumah. Ketika wawancara sambil lalu ia masih harus bekerja tapi memiliki jadwal
shift harian, misalnya tiga hari
bekerja, tiga hari libur. Bahkan, manajemen sudah menyiapkan jika pegawainya
mau menginap telah disediakan menu-menu kebutuhan pokok di pantry agar betah
bekerja. Sektor ini sebenarnya harus standby
tidak selalu bekerja, tapi butuh perwakilan pegawainya tetap bekerja untuk
memastikan pelayanan apartemen tetap berjalan.
Jenis-jenis
pekerjaan di atas adalah bagian kecil dari seluruh pekerjaan yang ada. Ada
profesi yang dapat #dirumahaja ada pula profesi yang harus bekerja sesuai
lokasi dan sektornya. Pandangan secara kesehatan memang #dirumahaja adalah
solusi untuk menekan penyebaran virus corona. Berbeda dengan pandangan secara
sosiologi karena masyarakat memiliki elemen-elemen yang harus berfungsi
sebagaimana mestinya untuk dapat menopang elemen yang lain agar terciptanya
keteraturan sosial. Kondisi seperti ini jika semakin parah, terjadi masalah
sosial yang disebabkan struktur fungsional yang tidak berjalan. Mereka diminta
untuk #dirumahaja tanpa pemasukan bagi mereka yang tergerus ekonominya,
sedangkan jargon-jargon pemerintah, media, dan saudara-saudaranya ikut mengkampanyekan
#dirumahaja. Ini sama halnya pertarungan mati karena virus corona dan mati
karena kanker (kantong kering).
3. Kepedulian
Kesehatan
Bagian ini
dibahas secara sosiologis, bukan secara teori kesehatan masyarakat. Historis
virus corona berasal dari Wuhan, Hubei, China yang muncul akhir tahun 2019 dan
awal tahun 2020 telah ditemukan namanya SARS Cov-2. Berita menyebarnya virus
corona sangat cepat ke seluruh dunia. Kenapa ini terjadi sangat cepat? Jawaban
sosiologisnya adalah globalisasi. Globalisasi adalah suatu hubungan tanpa batas
Negara sehingga arus informasi dan transportasi dapat mempercepat ruang dan
waktu. Produk globalisasi selain teknologi, investasi, dan gaya hidup, ternyata
juga bisa mengirim virus dengan cepat.
Informasi yang
didapat di Indonesia tentang keadaan Wuhan menjadi berita harian yang laris, muncul
di media sosial instagram, facebook, dan mungkin juga tiktok.
Selebaran-selebaran kampanye kesehatan terjaga dari virus corona tersebar juga
melalui media. WHO kemudian ikut-ikutan sibuk meneliti virus corona, baik
dengan nama nCov dan Covid-19 hingga ketemu nama aslinya SARS Cov-2. Di
Indonesia, sempat direcoki oleh WHO yang mempertanyakan kenapa tidak ada pasien
positif corona? Apakah sistem peringatan dini dan sensor panas di setiap gerbang
masuk Republik Indonesia ini tidak standar WHO?. Banyak yang mempertanyakan
Indonesia yang belum terdapat pasien positif. Padahal di saat itu, wilayah
Bekasi dan sekitarnya sedang musim hujan dan kadang panas terik. Penyakit
musiman muncul seperti batuk, pilek, dll.
Gejala pengidap
virus corona mirip dengan penyakit pancaroba yang menjadi penyakit langganan
warga kita. Masyarakat kita di musim pancaroba yang terkena batuk dan pilek
tidak pernah terhindar dari penyakit ini. Bagi mereka tanda-tanda ini sudah
biasa sebagai pergantian musim. Sehingga setiap tahun mereka cuek dan minum
obat-obatan warung baginya sudah cukup. Ketika batuk dan pilek, hanya orang
yang memiliki pengetahuan kesehatan tinggi atau level tinggi yang sadar dengan
cara bersin dan batuk. Menutup mulutnya, pakai tisu, dan menggunakan masker.
Tapi lihat mayoritas kita, apakah mereka seperti itu? Kenyataanya cuek dengan
batuk dan pilek.
Akhirnya, Pasien
01 dan 02 yang merupakan ibu dan anak terkonfirmasi positif corona. Muncul
masalah sosial baru, mendadak orang-orang berbelanja masker, hand sanitizer,
dan jahe. Jahe muncul sebagai produk yang sulit dicari dan harganya mahal. Jahe
dibuat minuman berkhasiat untuk mengobati batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan
stamina pria dewasa. Secara sosiologis, jahe adalah interaksionisme simbolik
dari angkringan yang terdapat pada menu susu jahe, menu pelengkap interaksi
sosial. Tentunya social distancing di
angkringan tetap berjalan, tapi penjual jahe siap saji tergolong banyak yang
memudahkan konsumen untuk membelinya dan terjadi kontak primer. Termasuk dapat
dibeli di tukang jamu keliling atau offshore
dengan menu empon-empon. Di pasar jahe dijual mudah sekali, bisa di dapat pada
saat berbelanja bumbu dapur. Artinya harga jahe mahal karena peminat naik, itu juga
artinya bahwa kepedulian masyarakat akan kesehatan cukup baik dengan pendekatan
kultural.
Kesimpulannya,
melawan virus corona sama halnya melawan folkways
orang kita, membatasi orang bekerja untuk kerja di rumah tidak semudah
merumahkan pekerjaan sekolah, dan mengingatkan akan arti pentingnya jaga
kesehatan harus dilihat terlebih dahulu sistem pengetahuan dan latar belakang
pendidikan masyarakat kita. Virus corona akan segera berlalu memperbaiki
keadaan sosial, ekonomi, dan kesehatan kita semua. Tapi apakah virus corona
akan menjadi bagian dari hidup kita seperti virus-virus terdahulunya (semisal,
HIV, H5N1, Malaria, Cacar, dll) atau bersih total tidak ada virus corona di
dunia ini lagi.
Demikian tulisan
ini dibuat untuk belajar secara sosiologi kepada siswa siswi, memandang virus
corona dari mikroskop sosiologi, dan mempelajari kepekaan kita terhadap
masyarakat yang dinamis. Penulis yakin masih terdapat kekurangan dalam tulisan
ini dan penulis mengucapkan terima kasih telah membaca sampai titik terakhir
tulisan ini.