Kapan anda mengenal politik? kenapa saat SMA masih awam
dengan politik?Pemahaman diranah politik di tingkat
pendidikan menengah masih sangat dangkal. Kurikulum pendidikan diarahkan pada
ranah pengetahuan kognitif dan keterampilan. Pelajaran didominasi oleh
hitungan, hitungan, hitungan, dan membaca. Mana diskusinya? mana menulisnya?
tapi bukan itu maksud tulisan ini.
Politik
sebagai salah satu implementasi sekolah, setuju? apakah selama ini yang telah
lulus SMA sudah paham dengan politik? karena kita tahu setelah lulus SMA sudah
mempunyai hak memilih caleg dan capres. Nah… masalah disini adalah yang memilih
dan yang mau dipilih sama dari institusi pendidikan tingkat menengah yang tidak
mengajarkan politik utuh, walapun ada pelajaran Kewarganegaraan tapi minat dan
yang gemar dengan nuansa politik dan sosial sedikit.
Apakah legislatif negara ini terdiri dari orang-orang yang
representatif dan negarawan? setahu
saya banyak artis, pelawak, orang iseng, dan pengusaha yang membawa kepentingan
golongan. Minimnya pemahaman politik dan ketatanegaraan membawa negara ini
menjadi “negara kontestasi”. Anggota Dewan berlomba-lomba mengais rejeki dari
ranah pengabdian masyarakat yang bukan koridor dalam meraih kekayaan. Hasilnya
undang-undang tidak rampung-rampung dan pembangunan sosial entah mengarah
kemana.
Perlukah politik masuk dalam kurikulum pendidikan tingkat
menengah selain pelajaran Kewarganegaraan? Selama ini Pendidikan Karakter
sudahkah mempunyai sense of politic? Ketika
saya menanyakan dikelas tentang minat atau suka tidak dengan politik, jawaban
mereka, tidak!, politik penuh dengan kejahatan, politik kotok dan busuk, politik
penuh dengan kebohongan.
Jika anda yang sangat paham politik apa benar politik
seperti itu?. Saya tahu jawaban mereka
seperti itu karena mereka sehari-hari mengkonsumsi dari media massa yang
memberitakan korupsi melulu. Jika diajarkan “per-politik-an” yang
sesungguhnya disekolah saya yakin bangsa ini tidak ada “anggota kontestasi”
lagi.
Jadikan
pelajar dan pemuda sebagai agent of change dalam
masyarakat, memberikan konstribusi pikiran untuk pembangunan sosial sebagai
penyeimbang pelajaran eksakta. Boleh ada pelajaran eksakta, tapi ajarkan mereka
-pelajar dan pemuda- tentang birokrasi dan politik, karena setahu saya tidak
ada sekolah menengah yang menyiapkan calon peneliti dan pembangunan sosial,
yang ada selama ini sekolah menengah untuk jadi karyawan perusahaan.
Semoga
Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar