Oleh: N.H. Eddart
Semenjak terpilihnya Donald Trump
sebagai presiden Amerika Serikat ke- 45 telah
memunculkan sebagai negara adidaya kembali. Sebelumnya dibawah
pemerintahan Barack Obama, Amerika Serikat bisa dikata negara yang bersahabat
dan tidak menunjukkan sebagai negara agresor. Tapi kesan bersahabat tersebut
sudah hilang dan AS kembali menunjukkan wajah aslinya. Tulisan ini mengungkap
fakta-faktanya yang dapat dilihat dari aksi militernya di Suriah dan
Semenanjung Korea.
Pada hari Jumat (7/4) lalu AS
meluncurkan 59 rudal tomahawk dari dua kapal perangnya yang siaga di laut
Mediterania yaitu USS Porter dan USS Ross. Target serangan dua kapal perangnya
ke pangkalan udara Shayrat yang diduga sebagai home base pesawat Suriah yang menjatuhkan bom kimia pada selasa
(4/4) di Kota Khan Sheikhoun, Idlid, Suriah yang dilaporkan lebih 80 orang
tewas, termasuk juga anak-anak. Alasan kuat dari serangan AS adalah karena
pelanggaran HAM yang dilakukan presiden Bashar Al-assad untuk menghabisi ISIS
dengan bom kimia. Padahal AS sebelumnya juga memerangi ISIS, namun setelah
kalah tenar sama sekutu Suriah, yaitu Rusia yang lebih dipercaya sama Bashar
Assad maka AS seperti dipermalukan.
Serangan AS ke Suriah menunjukkan
bahwa keberadaan negara adidaya tersebut masih eksis di kancah internasional.
Sangat jelas kebijakan Trump sebagai presiden AS mengizinkan serangan tersebut
dengan dalih HAM. Adapun pidato Presiden Trump tentang serangan rudal ke Suriah
“Malam ini, saya memerintahkan serangan militer terarah ke sebuah landasan
udara di Suriah, tempat serangan kimia itu dilancarkan. Ini merupakan
kepentingan keamanan nasional AS yang vital untuk mencegah dan menangkal
penyebaran dan penggunaan senjata kimia mematikan” ujar Trump, selasa (4/4).
"Tidak ada yang perlu diperdebatkan bahwa Suriah menggunakan senjata kimia
yang dilarang, melanggar kewajibannya sesuai Konvensi Senjata Kimia, dan
mengabaikan seruan Dewan Keamanan PBB," tandas Trump. Dalih pelanggaran
HAM dijadikan sebagai alasan mengapa Presdien Trump mengizinkan untuk menyerang
Suriah, padahal keterlibatan AS di Suriah pada mulanya untuk memerangi
terorisme. Tentunya menjadi sebuah tanya tanya besar atas sikap AS di Suriah.
Fakta lainnya yang tidak jauh
dari wilayah kita, bentuk kebijakan Trump di semenanjung Korea atas sikap Korea
Utara yang melakukan uji coba rudal nuklirnya ke laut perbatasan Jepang. Bentuk
kebijakannya dengan mengirim kapal induk Carl Vinson yang bertolak dari
pangkalan AS di Singapura dengan membawa 36 jet tempur ke Semenajung Korea.
Sebelumnya juga AS telah mengirim pasukannya Seal Team 6 dan disusul Delta
Force dalam misi latihan gabungan ke Korea Selatan seperti dikutip dari
nypost.com (13/3) “A bigger number of and more diverse US special operation
forces will take part in this year’s Foal Eagle and Key Resolve exercises to
practice missions to infiltrate into the North, remove the North’s war command
and demolition of its key military facilities,” a military official told
Yonhap, asking not to be named. Jelas diungkapkan bahwa keberadaan pasukan elit
AS untuk menyusup ke wilayah utara dan latihan gabungan ini dilaksanakan sampai
akhir April.
Pasca pertemuan dua pemimpin
presiden AS Donald Trump dan presiden China XI Jinpin kamis (6/4) dan jumat
(7/4) kemaren di Mar-a-Lago, Florida, justru membuat situasi semakin memanas.
Pasalnya selama ini China merupakan sekutu Korut justru melakukan pertemuan
dengan AS. Bahkan AS yang sempat memanas dengan China atas sengketa dan
kebebasan navigasi di Laut China Selatan, kini AS dan China berupaya menekan
Korut untuk menghentikan rudal nuklirnya. Beberapa pembahasan dari kedua
pemimpin negara tersebut diantarnya "Trump mengatakan bahwa ia bersama
dengan Xi telah melakukan pembahasan secara mendalam dan sangat serius mengenai
masalah nuklir Korut dan merespon hal itu, termasuk posisi AS dalam penyebaran
THAAD," ujar pernyataan dari pemimpin bertindak Korsel, Hwang Kyo-ahn,
dilansir Asian Correspondent, Sabtu
(8/4).
Walapun terjadi pertemuan kedua
negara AS-China, Presiden Xi Jinpin meresa keberatan dengan penyebaran radar
X-Band THAAD yang telah tiba di pangkalan Angkatan Udara AS di Osan, Korea
Selatan pada hari Kamis (16/3/2017). Radar X band dapat berfungsi untuk melacak
rudal, dan mampu mendeteksi gerakan rudal dari musuh dari jarak maksimal 800
kilometer dengan sudut 120 derajat. Sikap keberatan China karena radar tersebut
dapat menjangkau wilayah negara tirai bambu dan mengganggu stabilitas keamanan
negara China.
Dua fakta aksi militer AS di
Suriah dan semenanjung Korea menjadi banyak perhatian internasional dan tentu Indonesia
harus berjaga-jaga. Kalau di Suriah tidak berdampak langsung terhadap Indonesia
karena secara geografis jauh, namun tidak untuk di semenajung Korea. Jika
sedikitpun terjadi senggolan antara
Korut dan AS, maka sangat mungkin stabilitas di Laut China Selatan menjadi
terganggu. Laut China Selatan dan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) akan
menjadi jalur sibuk yang dilalui oleh kapal perang dan tentu perdagangan
Indonesia terganggu karena selama ini Indonesia banyak menjalin kerjasama
ekonomi dengan Korea Selatan, Jepang, dan China.
Mungkin tidak mungkin, Presiden
Trump yang dikenal kontroversional akan melancarkan serangan jika menemukan
alasan yang kuat untuk menyerang Korea Utara. Formasi yang terlibat dari kubu
Korea Selatan yaitu Jepang, Amerika Serikat dan China. China dalam hal ini
walapun sama negara komunis dengan Korea Utara tapi sejak kepemimpinan Presiden
Kim Jong Un hubungan kedua negara tidaklah baik. Disisi lain, bagi AS, China
tetaplah pesaingnya dalam bidang ekonomi dan keberatan China atas penyebaran
radar THAAD merupakan tanda bahwa China tidak sependapat dengan AS untuk
menginvasi Korea Utara dan China lebih memilih negosiasi AS dengan Korut
ketimbang melakukan invasi. Sikap Rusia tentunya akan menjadi penentu dalam
etalase konflik antar negara ini.