Entri Populer

Kamis, 06 Januari 2011

Analisis Korupsi Di Indonesia Dengan Teori Strukturasi

Pengantar

Korupsi menyebar merata di wilayah negara ini, dari Aceh hingga Papua. Kasus korupsi yang muncul tak hanya menjerat sejumlah penyelenggara negara, tetapi juga menghambat penyejahteraan rakyat.[1] Hampir setiap media massa memberitakan kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, baik itu yang diusut tuntas ataupun yang sekarang masih tidak jelas. Merajalelanya korupsi di tanah air ini suatu hal yang sistematis terjadi. Pelaku dan struktur merupakan suatu dualitas, keduanya saling mengandaikan dan saling berperan penting dalam perkembangan praktik korupsi di Indonesia. Perilaku korup merupakan sedimentasi dari struktur yang terus berulang. Melakukan tindakan yang serupa menganggap hal ini sebagai biasa.

 

Tulisan ini menjelaskan kasus korupsi disertai analisis dari Anthony Giddens, tentang strukturasi (structuration).  Mengenai kasus korupsi yang terjadi di Indonesia kian hari semakin bertambah. Seolah membudaya dalam tubuh bangsa ini. Dengan ini menyajikan pertama, mengenal tentang korupsi baik itu pengertian, sejarah korupsi di Indonesia, penyebab atau pemicu korupsi. Kedua, tindakan korupsi Panser Raksasa di Indonesia, disajikan dengan sebagian kasus yang ada. Ketiga, penutup dan penarikan kesimpulan dari tulisan ini.

Dengan analisis Giddens diharapkan tulisan ini memberikan informasi penting untuk pengamatan korupsi. Pelaku dan struktur yang dijelaskan Giddens menjadikan teori utama tulisan ini. Panser Raksasa ”Juggernout” merupakan istilah yang digunakan Giddens dalam pemikirannya. Dalam hal ini diartikan sebagai suatu perilaku yang terjadi di negara ini. Mulanya disebabkan oleh kapitalisme dan matrealisme yang mendorong pelaku dan struktur untuk melakukan korupsi. Teori-teori Giddens dalam tulisan ini akan dikaitkan dengan kasus-kasus yang marak terjadi. Begitu juga kasus yang terjerat oleh daftar Komosi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa kasus yang di tangani KPK akan melengkapi data korupsi di Indonesia. Meski tidak semua disajikan akan tetapi tulisan ini berusa mengulas lebih dalam tentang struktursi dalam korupsi.

 

Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari kata Latin Corruptio atau Corruptus. Kemudian, muncul dalam bahasa Inggris dan Perancis Corruption, dalam bahasa Belanda Korruptie, selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan korupsi.[2] Esensi korupsi sebagai pencurian melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan. Korupsi merupakan perwujudan immoral dari golongan untuk memperoleh sesuatu dengan metode pencurian dan penipuan. Titik penting yang ingin dimasukkan dalam kebanyakan peristilahan korupsi, yaitu nepotisme dan korupsi otogentik.[3] Sementara, Bank Dunia membatasi pengertian korupsi hanya pada, “pemenfaatan kekuasaan untuk mendapat keuntungan pribadi.” Ini merupakan definisi yang sangat luas dan mencakup tiga unsur korupsi yang digambarkan dalam akronim KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).[4]

 

Hafidhuddin mencoba memberikan gambaran korupsi dalam perpektif ajaran Islam. Ia menyatakan, bahwa dalam Islam korupsi termasuk perbuatan fasad[5] atau perbuatan yang merusak tatanan kehidupan. Pelakunya dikategorikan melakukan jinayah kubro (dosa besar) dan harus dikenai sanksi dibunuh, disalib atau dipotong tangan dan kakinya dengan cara menyilang (tangan kanan dengan kaki kiri atau tangan kiri dengan kaki kanan) atau diusir. Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-‘adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggungjawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat dikategorikan termasuk perbuatan fasad, kerusakan di muka bumi, yang sekali-kali amat dikutuk Allah SWT.[6]

 

Berdasarkan wacana diatas korupsi berarti lembaga ekstra-legal yang digunakan individu-individu atau kelompok-kelompok untuk mendapat pengaruh terhadap kebijakan dan tindakan birokrasi. Karena itu, eksistensi korupsi jelas mengindikasikan, hanya individu dan kelompok yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan yang lebih mungkin melakukan korupsi daripada pihak-pihak lain. Korupsi juga berarti penyalahgunaan kekuasaan oleh seorang pegawai atau pejabat pemerintahan untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari publik.[7]

 

Wacana Korupsi di Indonesia

Istilah korupsi hadir pertama kali dalam khasanah hukum Indonesia dalam peraturan Penguasa Perang Nomor Prt/Perpu/031/1958 tentang peraturan pemberantasan korupsi. Kemudian, dimasukkan juga dalam undang-undang Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini kemudian dicabut dan digantikan oleh undang-undang Nomer 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian sejak tanggal 16 Agustus 1999 digantikan oleh Undang-undang No 31 Tahun 1999 dan akan mulai berlaku efektif paling lambat 2 tahun kemudian (16 Agustus 2001) dan kemudian diubah dengan Undang-undang No 20 Tahun 2001 tanggal 21 November 2001.[8]

 

Pada saat gerakan reformasi dikumandangkan di Indonesia, tepatnya pada tanggal 21 Juni 1998, sebuah organisasi non pemerintahan (ornop) dibentuk oleh orang-orang seperti Adi Adjono Sutjipto, Cristianto Wibisono, Eros Drajot, Daniel Dhakidae,  Masdar F. Mas’udi, Munir (alm), Teten Masduki, T. Mulya Lubis, dan lainnya juga terkenal kental berjuang dengan integrasi dan komitmen yang tinggi akan pemerintahan yang demokratis, transparan, dan bersih dari KKN. Ornop ini yang kemudian cukup terkenal dengan komitmen memberantas korupsi dengan nama Indonesian Corruption Watch (ICW). Agen struktur, biasanya adalah aktor tingkat mikro, kehidupan kolektif seperti (buruh, petani) pun dapat menjadi agen.[9] ICW mengklaim bahwa pemerintahan di bawah tangan Soeharto sebagai pemimpinannya, keluarga, sahabat serta kroni-kroninya mewarisi segudang masalah korupsi yang gawat. Korupsi tidak saja mendominasi wolayah eksekutif dan yudikatif, tetapi juga lembaga legislatif hampir pada semua tingkatannya. Realitas ini diterima sebagai bagian dari kebudayaan yang menyimpang. Kehidupan ekonomi yang nyaris melumpuhkan kehidupan masyarakat Indonesia pada tahun 1997, banyak yang menuding dipicu atau diperburuk oleh masalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

 

Aktor utama korupsi adalah pemerintah dan sektor swasta, dan rakyat banyak menjadi korbannya yang utama. Untuk itu kenapa ICW lalu amat mempercayai bahwa gerakan anti korupsi harus bertumpu pada pemberdayaan rakyat untuk mengimbangi kolaborasi pemerintahan dan sektor swasta. Hal ini diwujudkan ICW adalah satu diantara sekian banyak lembaga independen yang berdiri memasang jarak, memperhatikan dari kejauhan kinerja pemerintahan atau secara langsung memberikan advokasi dan pengajaran politik kepada masyarakat. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa lembaga atau organisasi seperti ini baru merebak usai orde baru di bawah Soeharto dan gelombang reformasi mulai didengungkan pada akhir tahun 1998 kemarin. Dalam masa-masa awal kekuasaan Orde Baru, lembaga yang berkiblat pada  masyarakat akan dituduh komunis, organisasi pers terlampau kritis akan dibredel bahkan elit pemerintah yang kurang simpati pada kebijakan yang ditelorkan pemerintahan akan menuai bencana pemecatan atau ditahan.[10]

Teori strukturasi (structuration) Anthony Giddens (1984) kunci pendekatan Giddens adalah melihat agen dan struktur sebagai dualitas, artinya keduanya dapat dipisahkan satu sama lain. Agen terlibat dalam struktur dan struktur melibatkan agen. Giddens menolak untuk melihat struktur semata sebagai pemaksa terhadap agen, tetapi melihat struktur baik sebagai pemaksa maupun penyedia peluang.[11]

Untuk memenuhi kebutuhan barang-barang ekonomi dan konsumtif ternyata banyak yang tidak dapat bersabar dan tabah, sehingga dalam kondisi terjepit karena didesak istri atau keluarga, memaksanya untuk menyelewengkan dalam tugas yaitu mengambil uang negara dengan cara tidak halal. Adapun faktor penyebab antara lain sebagai berikut:

  1. ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mempu memberikan ilham dan memengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
  2. kelemahan ajaran-ajaran agama dan etika
  3. akibat kolonialisme atau suatu pengaruh pemerintah asing tidak menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi
  4. kurang dan lemahnya pengaruh pendidikan
  5. kemiskinan yang bersifat struktural
  6. sanksi hukum yang lemah
  7. kurang dan terbatasnya lingkungan yang antikorupsi
  8. struktur pemerintahan yang lunak
  9. perubahan radikal, sehingga terganggunya kestabilan mental. Ketika suatu sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit tradisional
  10. kondisi masyarakat, karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan cermin keadaan masyarakat secara keseluruhan.[12]

 

Dari kesepuluh poin pemyebab diatas akan di golongkan menjadi tiga faktor.

Pertama, faktor politik. Hal ini disebabkan oleh politik atau yang berkaitan dengan masalah kekuasaan. Di Indonesia dua puluh tahun lalu yaitu 1970 telah dilanda badai korupsi pada berbagai sektor kehidupan masyarakat. Perkembangan korupsi ketika itu nampaknya terpelihara dan secara tertutup dilindungi oleh mereka yang berkuasa. Suatu bentuk dalam sejarah korupsi di Indonesia telah terungkap baru-baru ini, yakni peranan bank-bank dalam meningkatkan korupsi. Periode sebelumnya sangat sulit untuk mendeteksi kegiatan korupsi di bank yang memeng dikendalaikan oleh penguasa bank yaitu para direkturnya. Kini, yang biasa terjadi adalah korupsi para pejabat bank dalam bentuk komisi-komisi. Atau penyuapan untuk setiap pinjaman yang diperoleh dari bank, namun dengan jaminan keamanan yang cukup.

Kedua, faktor yuridis. Yaitu berupa lemahnya sanksi hukuman, hal ini terkait dua aspek. Pertama, yang menyangkut peranan hakim dalam menjatuhkan putusan. Aspek yang kedua, adalah sanksi yang memang lemah berdasarkan bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.

Ketiga, faktor budaya. Yaitu berdasarkan peninggalam pandangan feodal, yang sekarang menimbulkan benturan kesetiaan yaitu antara kewajiban-kewajiban terhadap keluarga dan kewajiban terhadap negara. Oleh karena itu, banyak orang terkemuka seperti pejabat dalam masyarakat Indonesia, meskipun berpangkat rendah menganggap biasa melakukan korupsi.[13]

Tindakan Korupsi “Panser Raksasa” Di Indonesia

Anthony Giddens melihat modernitas sebagai “juggernaut” (panser raksasa) yang lepas control.[14] Deretan kasus korupsi di Indonesia sepanjang sejarah sangat panjang. Berapa kasus yang telah ditangani seperti gunung es, yang muncul kepermukaan adalah itu yang diketahui oleh lembaga pemberantas korupsi. Tersangka yang terjerat Pengadilan Tipikor merupakan orang yang tidak bisa berdalih lebih panjang dalam melawan hakim. Berikut adalah kasus korupsi yang diambil dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).[15]

Nama dan Jabatan

Dugaan Kasus

Keterangan

Ranendra Dangin (mantan Direktur Keuangan PT Rajawali Nusantara Indonesia)

 

Diduga mengambil sebagian dari total keuntungan PT RNI sebesar Rp.33 miliar ketika perusahaan itu ditunjuk sebagai pengimpor gula putih pada 2001-2004

Ditetapkan sebagai tersangka (9/10/2008)

Mulai diadili (Pengadilan Tipikor 30/3/2009)

Tuntutan 4 tahun (Pengadilan Tipikor 1/6/2009

Vonis 3 tahun (pengadilan Tipikor 22/6/2009)

Bagindo Quiniro (Mantan Ketua Tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan Di Depnakertrans)

Diduga telah menerima uang saat mengaudit proyek negara pelatihan dan pemagangan di Depnakertrans pada tahun 2004

Ditahan (19/2/2009)

Direktur Utama Kimia PT. Farma Trading, Gunawan Pranoto dan Rifai Yusuf dari PT Rifa Jaya Mulia

Korupsi pengadaan di Departemen Kesehatan tahun 2003 dengan kerugian negara sekitar Rp.71 miliar

Ditetapkan sebagai tersangka (2/3/2009)

Syahrial Oesman (Mantan Gubernur Sumatra Selatan)

Korupsi alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang di Kabupaten Banyuasin, Sumsel seluas 600 hektar untuk pelabuhan tanjung Api-api

Ditetapkan sebagai tersangka (12/3/2009)

Ditahan KPK (11/5/2009)

Mulai diadili (Pengadilan Tipikor 3/8/2009)

Hengky Samuel (rekanan Depdagri Direktur PT Istana Sarana Raya)

Korupsi proyek pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah kebupaten/kota

Ditangkap KPK (19/6/2009)

Umar Syarifudin (Mantan Direktur Umum Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat

Korupsi karena memungut biaya setoran modal dan biaya setoran pajak dari 33 cabang Bank Jabar Banten pada 2003-2004 senilai 37 miliar

Ditangkap KPK (31/7/2009)

 

Tersangka korupsi kebanyakan adalah orang-orang wakil rakyat, sudah ada delapan anggota parlemen berlatar partai politik berbeda diproses secara hukum oleh KPK karena terlibat kasus korupsi. Belum lagi anggota-anggota DPR yang muncul dalam proses hukum kasus korupsi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dengan terpidana Rokhim Dahuri yang kini ditindak lanjuti KPK. Selain itu, kasus aliran dana Bank Ondonesia yang sedang diproses KPK juga membuka deretan nama anggota DPR yang diduga kecipratan dana haram itu. Setidaknya demikian domumen pemeriksaan tersangka Hamka Yamdu disebutkan.[16] Meskipun kian banyak anggota DPR yang tertangkap tangan menerima uang haram, tetapi kondisi ini masih dipandang sebagai puncak gunung es dari korupsi yang sebenarnya terjadi di parlemen. Pasalnya, hampir pada semua kewenangan DPR, baik pada konteks pengawasan, penganggaran, maupun legislasi, semua rawan praktik korupsi.

Akar masalah korupsi di parlemen, pertama, akuntabilitas politik DPR amat rendah. Hampir tidak ada mekanisme yang dapat menjamin akuntabilitas politik itu dijalankan. Saat ini, pertanggungjawaban kerja parlemen hanya sebatas laporan lima tahun yang dibuat satu kali menjelang masa jabatan mereka berakhir. Dari sisi akuntabilitas anggaran, memang ada audit reguler yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tetapi wilayah anggaran mereka sendiri. Wilayah kerja korupsi parlemen lebih banyak dilakukan pada perdagangan kekuasaan dan wewenang, baik dalam fungsi pengawasan, penganggaran, maupun legislasi.

Kedua, mekanisme perekrutan politik di internal partai politik yang melahirkan anggota DPR berorientasi uang kader yang cukup bagus, memiliki integritas tinggi, tetapi tidak memiliki cukup dana untuk mencalonkan diri sebagai anggota parlemen, kecil kemungkinan mendapat tempat. Sebaiknya, kader-kader yang buruk integritasnya, tetapi memiliki akses luas terhadap uang dan elite partai, akan menjadi calon kuat. Loyalitas antara partai politik dan kadernya diikat oleh uang.

Ketiga, mahalnya ongkos politik, bagi politisi yang kemudian menjadi pejabat publik dan menguasai sumber daya ekonomi, pertama-tama yang dilakukan adalah mengembalikan investasi politik yang telah untuk menjadi pejabat publik, lalu menggunakan sumber daya publik yang disini korupsi menjadi mata rantai yang sulit diputus karena sudah dimulai sejak ranah partai politik.[17]

 Penutup

Pelaku korupsi merupakan suatu struktur yang rasio sebagai hasil dari sedimentasi dari perulangan praktik korupsi yang berjalan dari waktu ke waktu. Tindakan immoral ini yang bisa dilakukan berkali-kali memiliki implikasi pada terbaliknya cara berfikir. Perasaan kesenangan yang dirasakan setelah mengkonsumsi hasil korupsi membawa pelaku sebagai keyakinan bahwa melakukan tindakan korupsi dianggap lebih rasional ketimbang menghindarinya. Semakin banyak tindakan korupsi maka semakin wajar untuk terus melakukannya. Struktur perilaku korup yang telah terbentuk dalam rasio pelaku kemudian dijadikan sebagai praktik sosial. Berdasarkan pada tingkat rasionalitasnya, hal tersebut adalah tindakan yang wajar, normal, dan telah membudaya. Pelaku korup seolah-olah mereka seperti mendapatkan timbal balik jasa, atas kerjanya. Rasionalitas ini pada akhirnya menularkan kepada orang sekitarnya, menimbulkan suatu kesepahaman akan tindakan korupsi tersebut. Terkadang orang yang menjadi korban akan melakukan hal serupa. Sehingga kerja korupsi terlihat secara sistematis, terorganisai, dan saling terkait dengan pihak yang lainnya. Beberapa kasus korupsi yang terorganisasi biasanya melibatkan pihak yang memiliki kekuasaan dan pihak yang menentukan perijinan. Semua pihak menjadikanya sebagai suatu struktur yang dianggap wajar. Struktur terdiri dari aturan dan sumberdaya, pada akhirnya dapat dilihat sebagai suatu ciri atau sifat dari sistem sosial.

Jadi struktur korupsi adalah aturan dan sumber daya yang terdapat pada rasio pelaku sebagai hasil sedimentasi dari perulangan praktik korupsi yang berjalan dari waktu ke waktu. Struktur yang terbentu dari perulangan praktik korupsi ini, selanjutnya akan menjadi sarana praktik korupsi berikutnya. Struktur korupsi ini pada akhirnya dapat dilihat sebagai sifat atau ciri-ciri dari sistem yang korup. Sistem yang korup merupakan pelembagaan dari struktur korupsi, yaitu atutan-aturan dan sumberdaya yang korup.



[1] Sonya Helen Sinombor, dkk, “Pemerintah Dari Aceh Sampai Papua” dalam Kompas, Tri Agung Kristanto dan Irwan Suhanda (editior), Terjerat dalam Jangan Bunuh KPK Perlawanan Terhadap Usaha Pemberantasan Korupsi, (Jakarta: Kompas, 2009) hlm.3

[2] A. Hamzah, Korupsi Dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), hlm. 2-3

[3] Korupsi otengenik dapat didefinisikan sebagai bentuk korupsi atau penyelewengan yang dilakukan oleh seseorang diri. Subjek yang melakukan perkara ini disebut autocorruption.

[4] N. Kusuma dan Fitria Agustina, Gelombang Perlawanan Rakyat; Kasus-kasus Gerakan Sosial di Indonesia (Yogyakarta: INSIST Press, 2003) hlm. 12

[5] Pengertian fasad sendiri dapat diterjemahkan sebagai segala perbuatan yang menyebabkan hancurnya kemaslahatan dan kemanfaatan hidup, seperti membuat terror yang menyebabkan orang takut, membunuh, melukai, mengambil atau merampas hak orang lain.

[6] Mansyur Semma, Negara Dan Korupsi; Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia, Indonesia, dan Perilaku Politik,(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008) hlm. 32-33

[7] Ibid., Mansyur Semma, hlm. 35

[8] Ibid., Mansyur Semma hlm. 80-81

[9] George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosiolgi Modern, (Jakarta: Kencana, 2008) hlm. 101

[10] Mansyur Semma, Op. Cit hlm. 83

[11] George Ritzer-Douglas J. Goodman, OP. Cit, hlm. 101

[12] Ilham gunawan, Postur Korupsi Di Indonesia; Tinjauan Yuridis, Sosiologis, Budaya dan Politis, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1990) hlm. 14

[13] Ibid., Ilham gunawan, hlm.

[14] George Ritzer-Douglas J. Goodman, Op. Ci,t Hllm. 104 lihat juga hlm. 552

[15] Kompas, Tri Agung Kristanto dan Irwan Suhanda (editior), Op. Cit, hlm. 295-298

[16] Ilham gunawan, Op. Cit hlm. 14

[17] Kompas, Tri Agung Kristanto dan Irwan Suhanda (editior), Op. cit.41-42

Jumat, 24 Desember 2010

Menuju Akomodasi: Deklarasi Malino Rekonsoliasi Konflik Poso

Konflik Bermula dari Stratifikasi Etnik

Penduduk Poso terkenal sangat heterogen, suku Pamona sebagai suku pribumi dari Tanah Poso mendominasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi maupun politik namun masuknya para pendatang membuat stratifikasi di Poso semakin jelas terlihat. Para pendatang pada umumnya beragama muslim dan protestan yang berasal dari Jawa, Bali, Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Utara dan Gorontalo. Pendatang Muslim umumnya berasal dari arah Selatan, yaitu suku Bugis yang telah bermigrasi sejak masa pra-kolonial, maupun suku Gorontalo dari arah Utara. Karena itu, wilayah Poso Pesisir dan Kota Poso serta Pamona Selatan cukup banyak desa-desa Kristen dan desa-desa Islam berselang-seling dan bertetangga di satu pihak sedangkan wilayah Pamona Utara sampai dengan wilayah yang berbatasan dengan wilayah Poso Pesisir dan Kota Poso serta ke Barat dengan wilayah Lore Utara dan Lore Selatan yang sangat didominasi oleh mayoritas Kristen. Jadi secara geografis, umat Kristen yang mendiami bagian tengah (dalam) dari wilayah Poso terjepit baik dari arah Utara maupun Selatan dimana proporsi umat Islam semakin besar mendekati proporsi umat Kristen.

sumber 1 (http://www.perempuanposo.com/index.php/profildaerah/kabupatenmorowali/peta)

Pendatang umumnya lebih kuat dalam perebutan lahan dan ekonomi. Tanah pribumi banyak yang dijual ke para pendatang sehingga akta tanah dari pribumi beralih ke para pendatang. Tanah perkebunan seperti coklat dan kelapa tentunya mendapatkan keuntungan besar bagi para pendatang, namun pribumi juga sebagian masih memiliki perkebunan coklat dan kelapa akan tetapi dalam hal pemasaran masih kalah dengan pendatang. Penduduk asli merasa dirugikan dengan keadaan tersebut dilihat dari dua hal yaitu pertama, lahan pertaniannya sebagian telah beralih kepemilikannya kepada pendatang. Kedua, margin yang diperoleh dari hasil pertanian lebih besar dinikmati oleh para pendatang. Hal itulah yang memicu stratifikasi etnik pendatang dan pribumi.

Terdapat tiga stratifikasi dalam konflik Poso tersebut dalam sosiologi stratifikasi etnis menurut Noel (1968), startifikasi etnik dapat terjadi berdasarkan tiga prasyarat yakni :
Etnosentrisme, Persaingan, dan Perbedaan kekuasaan

Ketiga prasyarat tersebut tidak bisa dipisahkan karena apabila ada salah satunya yang tidak terpenuhi, startifikasi tidak akan terjadi.

Etnosentrisme merupakan suatu paham yang menganggap kelompoknya sebagai kelompok terbaik atau spesial yang memiliki hak dan kekuasaan tertinggi. Dalam hal konflik Poso, penduduk asli Poso menganut etnosentrisme dan menganggap etnisnya sebagai yang terbaik jika dibandingkan dengan pendatang. Faktor kedua yang menjadi prasyarat stratifikasi etnik adalah persaingan. Di Poso terdapat persaingan dalam hal ekonomi terutama dalam perdagangan. Penduduk asli Poso merasa termarginalisasikan oleh penduduk pendatang, karena perdagangan lebih dikuasai oleh para pendatang yang mayoritas beragama Islam. Prasyarat terakhir stratifikasi etnik adalah perbedaan kekuasaan. Maksudnya adalah penguasaan sektor-sektor politik yang strategis oleh para pendatang di Poso. Partai yang memenangi pemilu adalah Golkar yang anggotanya didominasi oleh pendatang.



Pergeseran Pribumi Poso yang Mayoritas ke Minoritas

Suku Pamona sebagai pribumi asli Poso yang mulanya sebagai kelompok mayoritas karena memiliki tanah dan menguasai perdagangan namun setelah adanya arus migrasi masuk yang cukup deras terjadi semenjak dasawarsa 1970-an dan 1980-an dimana program transmigrasi dilakukan dan dibukanya jalur prasarana angkutan darat, Trans-Sulawesi, pribumi Poso menjadi termarjinalkan. Masuknya para pendatang ini dari Jawa, Bali, Sulawesi Utara, maupun Sulawesi Selatan menggeser pribumi Poso yang mulanya mayoritas menjadi kelompok minoritas. Konsep mayoritas sering dihubungkan dengan dominan culture. Kelompok yang mendominasi beberapa sektor penting dalam kehidupan. Kelompok kebudayaan dominan memiliki kekuasaan, uang, sumber daya alam, pemilikan media massa, sekolah, universitas, dan peran dalam pemeritahan. Sehingga bagi mereka nilai-nilai persaingan, individualisme dan kebebasan tidak berarti apa-apa.



Mayoritas dan minoritas di dalam kajian sosiologi tidak selalu mengacu dari segi jumlah, tetapi merujuk pada sebuah kelompok yang memiliki kekuasaan tatanan atau yang sangat berpengaruh dalam masyarakat. Kelompok mayoritas mempunyai karakteristik hanya merekalah yang superior terhadap kelompok etnik yang dijadikan inferior. Bagi pribumi Poso mengklaim bahwa para pendatang tersebut dikatakan sebagai kelompok minoritas, yang datang dari luar daerah. Mereka (Pribumi Poso) percaya bahwa karena kelompok minoritas secara alamiah berbeda maka mereka harus dipisahkan bahkan disingkirkan. Mereka percaya bahwa kaum mayoritas (dalam hal ini Pibumi Poso) yang paling berhak sehingga mereka pun mengklaim bahwa mereka yang paling berkuasa, mempunyai status sosial yang tinggi, dan memiliki harga diri yang harus dihormati. Mereka juga memiliki rasa takut dan selalu curiga bahwa kelompok minoritas selalu berencana menggrogoti faktor-faktor yang menguntungkan kelompok dominan.



Deklarasi Malino Bentuk Akomodasi Konflik Poso

Kekerasan yang terjadi di Poso banyak mengundang perhatian masyarakat Indonesia, banyaknya korban jiwa yang di alami dari masing-masing pihak ternyata mendorong untuk mengadakan bentuk perdamaian yang diadakan di Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang dinamakan “Deklarasi Malino”. Deklarasi tersebut diadakan pada tanggal 18-20 Desember 2010 yang tidak lepas dari inisiatif lokal yang tulus dan kuat untuk menghentikan siklus kekerasan di Poso. Penyatuan etnis yang berkonflik tersebut dalam kajian sosiologi termasuk dalam hubungan antarkelompok berbentuk akomodasi. Akomodasi merupakan keadaan hubungan antar etnik atau ras yang seimbang dalam proses kerjasama antar budaya. Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi sosial antara pribadi dan kelompok-kelompok manusia untuk meredakan pertentangan. Sikap saling menghormati antar masing-masing pihak yang bertikai di Poso merupakan proses penyesuaian dari beberapa pihak. Pada awalnya pemimpin agama Kristen dari suku Pamona terlebi dahulu untuk mengajukan perdamaian dengan melobi pemerintah pusat, hal ini suatu paksaan keinginan dimana perbedaan status atau kedudukan untuk melakukan perdamaian dengan pihak islam. Akomodasi dapat juga dilakukan melalui paksaan dimana perbedaan status, kedudukan, posisi atau stratifikasi sosial antar etnik dominan (power) memaksa kelompok etnik subdominan. bentuk lunak paksaan adalah konsiliasi dimana terdapat kesempatan setiap etnik untuk menyampaikan faktor-faktor yang dipertentangkan untuk dirundingkan bersama sebagai keputusan yang akomodatif. Pertemuan dengan Menko Kesra dan Menko Polkam ternyata mendapat kemajuan untuk perdamaian Konflik Poso, pemerintah pusat menfasilitasi dengan mempertemukan kedua belah pihak untuk saling mengajukan faktor-faktor yang dipertentangkan.

Dalam kasus konflik Poso ini termasuk dalam hubungan antarkelompok bentuk mediasi dimana kelompok yang berunding menentukan pihak ketiga yang dianggap netral untuk menyelesaikan pertentangan antar etnik.

Tujuan akomodasi:
1.Mengurangi pertentangan atau konflik
2.Kebutuhan atau keinginan hidup bersama
3.Menciptakan kerjasama antar atau lintas etnik



Terdapat tujuan penting secara akomodatif untuk mengurangi pertentangan atau konflik yaitu dari isi deklarasi damai Malino ini disebutkan bahwa kelompok Muslim dan Kristiani dengan hati lapang serta jiwa terbuka sepakat menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan. Mereka juga wajib mentaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi hukum kepada siapa saja yang melanggar serta meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan. Guna menjaga agar suasana damai, mereka menolak pemberlakuan keadaan darurat sipil dan campur tangan pihak asing. Mereka sepakat menghilangkan semua fitnah dan ketidak-jujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain, demi terciptanya kerukunan hidup bersama. Disepakati juga tentang kebutuhan hak hidup bersama di Poso yang tersirat dari adanya pernyataan bahwa Poso adalah bagian integral dari NKRI, karena itu setiap warganegara memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai serta menghormati adat-istiadat setempat. Semua hak dan kepemilikan harus dikembalikan kepada pemilik yang sah sebagaimana sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.
KLIK GAMBAR UNTUK PERJELAS

Senin, 29 November 2010

Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Pertaniaan

Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Pertanian adalah dua dari sekian banyak spesialisasi dalam sosiologi. Seperti halnya antara lain: Sosiologi Industri, Sosiologi Kebudayaan, Sosiologi Agama, Sosiologi Pembangunan, Sosiologi Perkotaan, dan lainnya. Spesialisasi semacam ini diperlukan dalam setiap disiplin ilmu pengetahuan, yakni sebagai upaya untuk mempelajari objeknya secara lebih mendalam. Karena sosiologi pedesaaan (rural sociology) dan sosiologi pertanian (Agrarian/Agricultur Sociology) merupakan spesialisasi dalam sosiologi.

Sosiologi lahir ketika Auguste Comte menerbitkan bukunya yang berjudul “Positive Phylosophy” pada tahun 1838. Namun sosiologi menjadi lebih populer dan berkembang berkat buku “Principles of Sociology” yang ditulis oleh Herbert Spencer tahun 1876. Sebelum itu, ketika Filsafat masih dianggap sebagai induk dari segala macam ilmu pengetahuan (Mater scientiarum), ilmu yang membahas masyarakat adalah Filsafat Sosial (Soejono Soekanto, 1986).

Berikut ini adalah beberapa batasan Sosiologi dari sejumlah sarjana :

Pitirim Sorokin (1928), Sosiologi mempelajari gejala sosial-kebudayaan dari sudut umum. F.F.Cuber (1951), Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara manusia. R.M maclver dan C.H Page (1955), Sosiologi adalah berkaitan dengan hubungan sosial dan dengan seluruh jaringan hubungan itu yang disebut masyarakat.  Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964), Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. E.R Babbie (1983), Sosiologi adalah telaah tentang kehidupan sosioal, terentang dari interaksi tatap-muka antara dua individu sampai pada hubungan global antara bangsa-bangsa.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat, dalam berbagai aspeknya.


SOSIOLOGI PEDESAAN


Dilihat dari eksistensinya, desa merupakan fenomena yang muncul dengan mulai dikenalnya cocok tanam di dunia ini.

Menurut Jhon M. Gillette (1922: 6), Sosiologi Pedesaan adalah cabang sosiologi yang secara sistematik mempelajari komunitas-komunitas pedesaan untuk mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungan-kecenderungannya, dan merumuskan prinsip-prinsip kemajuan.

Menurut L.M Sims(1942: 20), Sosiologi Pedesaan adalah study tentang asosiasi antara orang-orang yang hidupnya banyak tergantung pada pertanian. Menurut Dwight Sanderson, (1942: 10), Sosiologi Pedesaan adalah sosiologi tentang kehidupan dalam lingkungan pedesaan. Sedangkan menurut T.Lynn Smith dan Paul E. Zopf (1970: 7), Sosiologi Pedesaan adalah kumpulan pengetahuan yang telah disistematisasi yang dihasilkan lewat penerapan metode ilmiah kedalam studi tentang masyarakat pedesaan: organisasi dan strukturnya, proses-prosesnya, sistem sosialnya yang pokok, dan perubahan-perubahannya. 

Keseluruhan definisi tersebut merupakan definisi Sosiologi Pedesaan lama (klasik). Sedangkan pemahaman desa dalam era ini tidak terlepas dari dominasi kapitalisme beserta sains-teknologinya yang memiliki kemampuan menembus dan menerobos setiap sudut dunia seolah toidak membiarkan berbagai bentuk isolasi.


SOSIOLOGI PEDESAAN dan SOSIOLOGI PERTANIAN



Sosiologi Pedesaan sebagai salah satu disiplin ilmu sosial telah lama dikenal di Indonesia. Sementara sampai saat ini Sosiologi Pertanian sedang mencari bentuknya yang mapan sebagai suatu disiplin ilmu sosial, namun sejumlah pengertian mengenainya telah dapat diungkapkan. Khususnya mengenai perbedaan maupun persamaan dengan Sosiologi Pedesaan. Pertama, Sosiologi Pedesaan lahir dan mengalami perkembangnnya yang mantap sebagai suatu disiplin ilmu di Amerika Serikat, sedangkan Sosiologi Pertanian lahir dan berkembang di Eropa (Jerman). Kedua, Sosiologi Pedesaan lahir terlebih dulu daripada Sosiologi Pertanian. Ketiga, Sosiologi Pertanian lahir dan berkembang sebagai respon terhadap perkembangan yang terjadi di Barat-Utara saat ini.

Menurut Ulrich Planck, Sosiologi Pertanian membahas fenomena sosial dalam bidang ekonomi pertanian. Sosiologi Pertanian sebenarnya sama dengan Sosiologi Pedesaan, tetapi hanya sejauh penduduk desa terutama hidup dari pertanian saja.

Obyek Sosiologi Pedesaan adalah seluruh penduduk pedesaan yang terus menerus menetap di desa, sedangkan obyek Sosiologi Pertanian adalah penduduk yang bertani tanpa memperhatukan tempat tinggalnya. Sosiologi Pedesaan lebih mengarah ke konteks pemukiman sedangkan Sosiologi Pertanian lebih mengarah ke konteks ekonomi.


Kamis, 25 November 2010

Pierre Bourdieu: The Critique of Structuralism

The critique of structuralism
Menurut bourdieu, strukturalis mengabaikan ketidakpastian situasi dan kecerdikan praktis dari agen yang tidak mekanis, aturan yang mengikat dan peran bermain dalam konteks yang standar. Sebaliknya, agen menggunakan “practical sense” (sens pratique) untuk beradaptasi dengan situasional tertentu dengan batasan struktural. Bourdieu menekankan struktur yang kompleks dan lainya melalui pendekatan “objectifying”. Dalam ungkapan Durkheim untuk membatasi “fakta sosial” Bourdieu melihatnya sebagai kelas sosial dan faksi dalam kelas tersebut sebagai fakta sosial.

The critique of Interactionism and Phenomenology
Bourdieu berpendapat ada lebih untuk kehidupan sosial dari interaksi, dan ada lebih banyak interaksi dari "definisi situasi" dalam Interaksionisme simbolik atau "accounting practises" dalam ethnomethodology. seorang "aktor" interaksionisme simbolis dan "anggota" dari ethnomethodology adalah abstraksi yang gagal untuk menyadari bahwa anggota selalu mapan dalam kelompok tertentu dan kelas. Interaksi selalu interaksi-dalam-konteks, dan yang paling penting dari konteks ini adalah lokasi kelas. Bahkan seperti teature dasar interaksi sebagai kemungkinan yang bahkan mungkin terjadi antara individu-individu bervariasi dengan latar belakang kelas. Interaksi dengan demikian tertanam dalam struktur, dan struktur kendala apa yang mungkin.

The Critique of Utilitarianisme
Bourdieu tidak menggantikan model ekonomi tindakan rasional dengan model interpretatif tindakan simbolis. Dia tidak membantah bahwa teori tindakan rasional adalah salah karena terlalu rasionalistik atau karena mengabaikan sisi interpretatif tindakan. Sebaliknya, ia menyatakan bahwa teori tindakan rasional tidak menyadari bahwa tindakan bahkan simbolis rasional dan berdasarkan kepentingan kelas. Jadi, menurut Bourdieu, kesalahan model ekonomi tidak bahwa itu menyajikan semua tindakan sebagai rasional dan tertarik, melainkan kesalahan besar adalah untuk membatasi kepentingan dan rasionalitas dengan hadiah materi langsung yang dikumpulkan oleh reflektif dan mencari keuntungan individu.

Senin, 01 Maret 2010

ATLANTIS ITU INDONESIA


Hal yang fenomenal dan terbilang sangat langka dalam wacana mahasiswa, tentang buku dari tokoh geolog dan fisikiawan nuklir asal Brazil, prof. Arysio Santos. Pada desain cover bukunya yang memperlihatkan kepulauan Indonesia pada 12.000 tahun yang silam, memberikan nilai tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Buku tersebut berjudul “Atlantis the Lost Continents Finally Found”, buku yang mengungkap misteri yang sangat klasik bagi kebudayaan dan peradaban dunia yaitu kota Atlantis yang hilang, banyak para pakar geolog internasional berusaha mencari dimana keberadaan kota atlantis, ribuan buku telah diterbitkan yang isinya untuk mengungkap keberadaan kota Atlantis tersebut. Banyak hipotesa-hipotesa lokasi yang menjadi sasaran oleh para pakar tersebut, namun kriteria yang di paparkan oleh Plato masih sangat lemah. Lokasi-lokasi yang diduga sebagai pusat peradaban dunia itu antara lain, Samudra Atlantik, Samudra Pasifik, India, Segitiga Bermuda, Formosa, India, Brazil dan sekarang timur jauh dan barat jauh (Indonesia). Lokasi yang sekarang lagi banyak dikunjungi oleh pakar-pakar untuk meneliti kebenarannya, yaitu Sundaland (Paparan Sunda) yang menurut sejarahnya, pada zaman es pleitocene, Indonesia masih merupakan daratan yang sangat luas, yang memiliki sumber hayati dan nabati yang kaya.


Plato menggambarkan masa kejayaan Atlantis, sebuah kerajaan yang makmur dengan emas, perak, batuan mulia ‘mother of all civilazation’ dengan kerajaan benua yang menguasai pelayaran, perdagangan, menguasai ilmu metalurgi, memiliki jaringan irigasi, dengan kehidupan kesenian, tarian teater, musik dan olahraga. Warga atlantis adalah orang yang terhormat dan kaya, kemudian menjadi ambisius, lantas mereka dihukum dengan mendatangkan banjir bandang, tsunami, gempa dan letusan-letusan gunung merapi, sehingga dahsyatnya bisa menenggelamkan benua itu. Bencana itu memusnahkan 70% dari spesies mamalia yang hidup dimasa itu dan sebelum terjadinya bencana itu pulau Sumatra, Jawa, Kalimanatan dan Nusa Tenggara masih menyatu dengan semenanjung Malaysia dan benua asia. Gunung utama yang disebutkan oleh Prof. Santos, yaitu gunung Krakatau dan beberapa gunung lainnya seperti Gunung Semeru, Gunung Agung, dan Gunung Rinjani. Dalam bukunya Plato menyebutkan negara makmur tersebut sepanjang waktunya selalu bermandi matahari, padahal waktu itu masih zaman es yang temperatur bumi secara keseluruhan kira-kira 15° lebih dingin dari sekarang. Indonesia dijuluki zamrud khatulistiwa karena berada dibawah garis khatulistiwa, hewan dan tumbuhan menjadi subur karena selalu di sinari matahari, dan Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis.

Akankah criteria yang dipaparkan Plato begitu dekat dengan penelitian Prof. Santos, yang dia meneliti selama kurang lebih 29 tahun untuk mengungkap misteri kota atlantis. Prof. Santos menghubungkan Indonesia dengan kota atlantis berdasarkan pendekatan dari ilmu goelogi, astronomi, arkeologi, linguistic, etnologi dan comparative mythology. Pada 12.000 tahun yang lalu dilihat dari disiplin ilmu geologi Indonesia merupakan daratan besar, daratan yang sekarang tenggelam itu, terdapat sungai yang banyak dihuni oleh orang-orang, menurut disiplin sejarah juga, fosil-fosil manusia banyak ditemui di pinggiran sungai-sungai, hal ini memperlihatkan dugaan kuat bahwa daratan yang kini tenggelam itu dulunya merupakan ekologi kehidupan. Lain halnya dengan disiplin sosiologi, yang menitik beratkan pada struktur kebudayaan dan arsitektur. Kebudayaan lembah Indus, Mesir, Mesopotania, Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztec, dan lain-lain. Budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip, yaitu nenek moyang mereka mengatakan bahwa berasal dari timur jauh dan barat jauh. Setelah atlantis itu tenggelam, penduduknya bermigrasi ke Amerika, India, Eropa, Timur Tengah, Australia dan Cina. Dengan membawa ilmu pengetahuan dan teknologi maju mereka, setelah itu mereka berusaha menghidupkan lagi kebudayaan atlantis itu di tempat yang mereka tinggali. Ada lima ras yang berkuasa pasca atlantis yaitu, kulit kuning, kulit merah, kulit coklat, kulit hitam dan pucat. Pada masa itu kebudayaan yang menonjol adalah kulit merah yaitu kebudayaan Indian/Aztec/Maya yang juga dari atlantis. Tetapi kemudian kebudayaan itu mengalami kemunduran dan tergantukan oleh kebudayaan kulit hitam/coklat di India yang mulai menguasai dunia. Inilah kemungkinan besar zaman kejayaan yang kemudian di kenal sebagai Epos Ramayan (7000 tahun yang lalu) dan Epos Mahabarata (5000 tahun yang lalu), dan masa kejayaan itu hancur setelah perang Baratayuda. Kisah itu tercatat dalam tradisi-tradisi suci di India di daerah, Lanka, Kumari Kandan, Tripura dan lain-lain. Bahasa-bahasa juga dapat di telusuri dari Sansekerta dan Dravida. Pandangan kuta juga dari sudut agama yang menceritakan tentang kisah nabi Nuh a.s yang memerintahkan umatnya untuk bertobat ketika mereka terlena akan buaian harta, mereka tidak mensyukuri nikamat yang diberikan oleh Allah SWT, dan pada akhirnya nabi Nuh memerintahkan untuk menaiki bahtera perahu agar selamat dari bencana banjir. Kisah nabi Idris juga menjadi dukungan kuat, karena pada masa nabi idris masyarakatnya sudah tidak primitive dan sudah mengenal bercocok tanam.

Dari beberapa sudut pandang yang telah dijabarkan tadi, mungkin belum memperkuat dugaan kalau atlantis itu adalah Indonesia, kenyataan yang muncul yaitu ketika menemukan fakta yang sebenar-benarnya akan atlantis itu seperti apa. Bukti-bukti yang kuat seperti bangunan peninggalannya pun belum ditemukan, akan tetapi kriteria kemiripan kalau atlantis itu Indonesia memang sudah tidak diragukan lagi. Sekarang nama Indonesia di mata dunia sudah semakin dikenal, kalau kita pikir, berapa banyak uangkah pemerintah untuk mempromosikan Indoneisa ke dunia. Tetapi berkat buku dari seorang geolog dan fisikiawan nuklir Brazil, memberikan nilai jual tersendiri untuk bangsa ini. Dalam situsnya di www.atlan.org. memiliki jumlah pengunjung mencapai 2.201.998 sejak 18 Desember 2003. ditambah 1.843.632 sejak Desember 1997 sampai Desember 2003 jadi sampai tulisan ini di terbitkan mencapai 4.045.630 pengunjung yang melihat atlantis itu adalah Indonesia. Akankah pusat kejayaan bangsa ini akan tenggelam seperti kisah atlantis sebelumnya, karena keserakahan anak bangsa yang akan haus kekuasaan dan ketimpangan politik yang tidak harmonis. Mari kita kembali setelah kita dicap sebagai pusat peradaban dunia dan bangsa yang sangat maju atau juga di cap sebagai surga dunia pertama.

Referensi:
www.atlan.org

Minggu, 25 Oktober 2009

Nurul Hidayat






01. Nama : Nurul Hidayat
02. Tempat/Tanggal Lahir : Indramayu, 27 April 1989
03. Jenis Kelamin : Laki-laki
04. Pekerjaan : Desain Grafis, Web Log Desainer
05. NIP : -
06. Agama : Islam
07. Jabatan Fungsional : -
08. Jabatan Struktural : -
09. Riwayat Pendidikan:
  1) 2007: SMA Negeri 1 Sliyeg Indramayu
  2) 2008: Internationl Institute of Communication
  3) 2009: S1 Pendidikan Sosiologi, Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

10. Riwayat Pekerjaan
  1) 2012-2014: Konsultan Pendidikan dan Peneliti Sosiologi di Kepulauan Anambas
  2) 2014-now: Guru SMA Global Prestasi, Kalimalang - Bekasi

12. Riwayat Jabatan

  1. 2006-2007: Wakil Komandan PMR WIRA SMA Negeri 1 Sliyeg Indramayu
  2. 2007-2008: Ketua Senat Mahasiswa International Institute of Communication
  3. 2008-2009: Humas KSR PMI UNJ, Universitas Negeri Jakarta
  4. 2008-2009: Kepala Divisi Litbang, Pusat Studi Mahasiswa-Fakultas Ilmu Sosial, UNJ
  5. 2009-2010: Ketua Pusat Studi Mahasiswa-Fakultas Ilmu Sosial, UNJ
  6. 2010-2011: Staff Pengabdian Masyarakat, KSR PMI UNJ, Universitas Negeri Jakarta
  7. 2011-2012: Ketua KSR PMI UNJ, Universitas Negeri Jakarta
  8. 2012-2014: Dewan Penasehat bidang Organisasi, KSR PMI UNJ, Universitas Negeri Jakarta
  9. 2015-now: Staff Wakil Kepala Sekolah Kurikulum bidang Penilaian siswa, SMA Global Prestasi


13. Sertifikat Profesi

  1. Multimedia Design, International Institute of Communication, 2008
  2. Microsoft Office dan Internet, International Institute of Communication, 2008
  3. English Conversation, International Institute of Communication, 2008

13. Penulisan Artikel dan Buku yang dipublikasikan
A. Artikel

  1. Bunuh Diri Altruistik Menjadi Alat Penyerang yang Fenomenal. Suara Mahasiswa Sosial, Volume: 1/09/09.

B. Buku

  1. -

14. Pengalaman Penelitian
A. Program Kreatifitas Mahasiswa

  1. Upaya Peningkatan Minat Belajar Sosiologi di SMA Melalui Video Pembelajaran Sosiologi Berbasis Media Adobe Premiere dan Flash, Universitas Negeri Jakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2009
  2. -

B. Penelitian Mata Kuliah

  1. Kegiatan Car Free Day dan Upaya Pengurangan Penemaran Udara: Studi Kasus Jalan. M.H Thamrin, Sosiologi Perkotaan, 2009.
  2. Diskusi/Seminar/Workshop/Simposium
  3. Stadium General, bersama Hanneman Samuel. P.Hd, Dr. Laode Ida, Prof. Dr. Muchlis R. Luddin. ”Membaca Indonesia Dalam Perspektif Sosiologi”, Aula Perpustakaan, Universitas Negeri Jakarta, 2009

15.Pelatihan/Penataran
  1. -



 16. Pengalaman Organisasi
  1. 2005-2007: Palang Merah Remaja SMA Negeri 1 Sliyeg
  2. 2007-2008: Komunitas Mahasiswa IIC
  3. 2008-2014: Korps Sukarela Palang Merah Indonesia Universitas Negeri Jakarta
  4. 2008-2014: Pusat Studi Mahasiswa-Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta.

  17. Prestasi/Penghargaan/Tanda Jasa
  1. Juara III Pertolongan Petama, Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu.
  2. Juara II Lomba Lukis “Kemanusiaan”, Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu.
  3. Juara II Perawatan Keluarga Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu.
  4. Juara III Bongkar Pasang Tenda, Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu.

Selasa, 08 September 2009

WILLIAM GRAHAM SUMNER, ROBERT EZRA PARK, KARL MANNHEIM

WILLIAM GRAHAM SUMNER (1840-1910)
Sistem sosiologi Sumner (seorang Amerika) didasarkan pada konsep in-group dan out-group. Masyarakat merupakan peleburan dari kelompok-kelompok sosial. Kebiasaan dan tata kelakuan merupakan petunjuk-petunjuk bagaimana harus memperlakukan warga-warga sekelompok maupun warga-warga dari kelompok lainnya. Apabila suatu kebiasaan dianggap demikian pentingnya bagi kesejahteraan kelompok sosial, maka kebiasan tersebut menjadi tata kelakuan atau moral kelompok yang mempunyai sanksi-sanksi yang tegas. Menurut Sumner ada empat dorongan yang universal dalam diri manusia yaitu rasa lapar, rasa cinta, rasa takut dan rasa hampa. Dari dorongan teersebut timbullah kepentingan-kepentingan yang menyebabkan terjadinya pola-pola kegiatan kebudayaan. Karena itu, keempat dorongan tersebut merupakan kekuatan-kekuatan sosial yang terpokok.
Hasil karyanya adalah:
Collected Essays on Political and Science (1885)
What social classes owe to folkways (1907)
Selected essays of William Graham Sumner (1924)
The science of sociology (dengan A.C. Keller, 1927)
Essays of William Graham Sumner (2 jilid, 1934)

ROBERT EZRA PARK (1864-1944)
Park dianggap sebagai pelopor dari salah satu mahzab dalam ilmu sosiologi yaitu mahzab ekologi yang di akui sebagai cabang ilmu sosiologi pada 1925 oleh suatu pertemuan American sociological society.
Pokok ajarannya adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa sosiologi meneliti masyarakat setempat dari sudut hubungan antar manusia. Park memimpin sejumlah besar penyeledikan mengenai pelbagai peristiwa dalam pergaulan hidup kota dan mengenai sifat-sifat suatu bangsa. Namanya terkenal karena telah mengarang sebuah buku pengantar sosiologi (bersama Burgess) yang berjudul: introduction to the science of sociology pada 1921. dalam buku ini, Park membahas semua persoalan ilmu sosiologi, yang sebagian diambil dari kupasan-kupasan hasil karya sarjana sosiologi terkemuka. Bukunya berpengaruh besar pada perkembangan lanjut ilmu sosiologi terutama di Amerika Serikat.
Hasil karyanya adalah:
Race and culture (diterbitkan pada 1950, setelah dia meninggal dunia), dan sebelumnya dia telah menulis sebuah buku bersama dengan H.A. Miller (pada 1921) yang berjudul: Old World Traits Transplanted.

KARL MANNHEIM (1893-1947)
Karl Mannheim mula-mula adalah seorang guru besar Universitas Frankurt-am-Main di Jerman. Kemudian pindah dan menetap di Inggris, dimana dia menjadi guru besar Universitas London.
Mannheim telah banyak menyumbangkan buah pikirannya bagi perkembangan sosiologi. Antara lain dipeloporinya suatu cabang sosiologi, yang dinamakannya sosiologi pengetahuan, yang khusus menelaah hubungan antara masyarakat dengan pengetahuan. Kemudian, teorinya yang sangat terkenal adalah mengenai krisis. Akar dari segenap pertentangan yang menimbulkan krisis terletak dalam ketegangan-ketegangan yang timbul di semua lapangan kehidupan, karena asas laissez faire berdampingan dengan asas-asas yang baru dalam kehidupan ekonomi. Ini berlaku pula bagi lapangan-lapangan kehidupan lainnya. Perimbangan-perimbangan dalam masyarakat menurut asas yang baru, dan di dalam hal ini manusialah yang harus memberi bentuk kepada perimbangan-perimbangan baru tadi.
Akan tetapi dalam hal ini manusia gagal melakukannya. Inilah yang meyebabkan krisis. Menurut Mannheim yang sangat perlu adalah diadakannya suatu planning for freedom, yaitu semacam peencanaan yang diawasi secara demokratis dan menjamin kemerdekaan aktivitas-aktivitas individu perimbangan tersebut diatas. Dalam rangka planning for freedom tersebut, Mannheim merintis pembentukan The International Library of Sociology and Social Reconstruction yang bertujuan untuk menelaah (secara ilmiah) persoalan-persoalan ekonomi dan perencanaan sosial yang merupakan persoalan penting dewasa ini.
Hasil karyanya adalah:
Ideology and utopia (1929)
Man and society in an age of reconstruction (1940)
Diagnosis of our time (1943)


LESTER FRANK WARD, VILFREDO PARETO, GEORG SIMMEL

LESTER FRANK WARD (1841-1913)
Ward di anggap sebagai seorang pelopor sosiologi di Amerika Serikat. Tujuan utamanya adalah membentuk suatu sistem sosiologi yang akan menyempurnakan kesejahteraan umum manusia. Menurutnya sosiologi bertujuan untuk meneliti kemajuan-kemajuan manusia. Ilmu tersebut mempelajari apa yang dilaksanakan manusia jadi, fungsi masyarakat yang dipelajarinya. Ia membedakan antara pure sociology (sosiologi murni) yang meneliti asal dan perkembangan gejala-gejala sosial dan applied sociology (sosiologi terapan) yang khusus mempelajari perubahan-perubahan dalam masyarakat karena usaha-usaha manusia. Menurut Ward, kekuatan dinamis dalam gejala sosial adalah perasaan. Ia terdiri dari keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan. Rasa lapar dan rasa cinta merupakan keinginan-keinginan yang kuat. Perasaan merupakan kekuatan individu, karena interaksi berubah menjadi kekuatan sosial. Kekuatan sosial mempunyai kemampuan untuk menggerakan kecakapan-kecakapan manusia di dalam memenuhi tujuannya.
Hasil karyanya adalah:
Dynamic society (1883)
Psychic factors of civilization (1893)
Pure sociology (1903)

VILFREDO PARETO (1848-1923)
Vilfredo Pareto telah membuat beberapa teori dalam sosiologi yang dianggap sebagai logi-experimental science. Sosiologinya didasarkan pada observasi terhadap tindakan-tindakan, eksperimen terhadap fakta-fakta dan rumus-rumus matemis. Dalil-dalil yang umum menurut Pareto, hendaknya dibentuk atas dasar metode induksi. Spekulasi dan pertanyaan yang aprioristis tidak bernilai bagi ilmu pengetahuan. Menurut dia, masyarakat merupakan sistem kekuatan yang seimbang dan keseimbangan tersebut tergantung pada ciri-ciri tingkah laku dan tindakan-tindakan manusia dan tindakan-tindakan manusia tergantung dari keinginan-keinginan serta dorongan-dorongan dalam dirinya.
Buku karyanya adalah:
Treatise on general sociology (3 jilid, 1917) yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris (4 jilid, 1935) dengan judul The mind and society.

GEORG SIMMEL (1858-1918)
Menurut Georg Simmel, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan khusus, yaitu satu-satunya ilmu pengetahuan analitis yang abstrak di antara semua ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Masyarakat merupakan suatu proses yang berjalan dan berkembang terus. Masyarakat ada di mana individu mengadakan interaksi dengan individu-individu lainnya. Interaksi timbul karena kepentingan-kepentingan dan dorongan tertentu.
Georg Simmel mengatakan bahwa objek sosiologi adalah bentuk-bentuk hubungan antar manusia. Mahzab yang dipelopori Simmel adalah mazhab sosiologi formal.
Hasil karyanya adalah:
Concerning social differentiation (1890)
Sociology, studies of the forms of socialization (1908)
Basic problems of sociology (1917)
Conflict of modern culture (1918)


FERDINAND TONNIES
Ferdinand Tonnies terkenal dengan teorinya mengenai Gemeinschaft dan Gesellschaft sebagai dua bentuk yang menyertai perkembangan kelompok-kelompok sosial. Gemeinschaft (paguyuban) adalah bentuk kehidupan bersama anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin yang juga bersifat nyata organis sebagaimana dapat diumpamakan pada peralatan hidup tubuh manusia atau hewan. Bentuk Gemeinshcaft terutama dapat dijumpai didalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga dan sebagainya.
Gesellschaft (patembayan) merupakan bentuk kehidupan bersama yang merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok dan biasanya untuk jangka waktu yang pendek. Gesellshcaft bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka, serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat di umpamakan pada sebuah mesin. Bentuk Gesellschaft, misalnya terdapat pada organisasi sepdagang, organisasi suatu pabrik atau dapat pada suatu organisasi industri dan seterusnya.
Hasil karyanya adalah:
Gemenschaft und Gesellschaft (1887) custom (1909)
Sociological Studies and Criticism (3 jilid 1952)
Introduction to Sociology (1937) dan lain-lain

LEOPOLD VON WIESE (1876-1949)
Von Wiese, seorang Jerman, menganggap sosiologi sebagai ilmu pengetahuan empiris yang berdiri sendiri. Objek sosiologi adalah penelitian terhadap hubungan antar manusia yang merupakan kenyataan sosial. Jadi, katanya objek khusus ilmu sosiologi adalah interaksi sosial atau proses sosial. Penelitiannya yang pertama merupakan suatu penyelidikan terhadap klasifikasi proses-proses social dengan terutama menyoroti proses-proses sosial yang asosiatif dan disosiatif. Setiap kategori proses sosial dibagi-baginya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil atas dasar derajat asosiatif atau disosiatifnya.
Penelitian selanjutnya dilakukannya terhadap struktur sosial yang merupakan saluran dari hubungan antara manusia.
Hasil karyanya adalah:
The Basis of Sociology: A critical examination of Herbert Spencer’s synthetic philosophy (1906)
General sociology, jilid I social relations (1924) dan jilid II social forms (1929)
Systematic sociology (bersama dengan Howard Becker, 1932)
Sociology of social relation (1941)

ALFRED VIERKANDT (1867-1953)
Pada mulanya Alfred Vierkandt menganggap sosiologi harus mempelajari sejarah kebudayaan. Kemudian menyatakan bahwa sosioogi terutama mempelajari interaksi dan hasil interaksi tersebut. Masyarakat merupakan himpunan interaksi-interaksi sosial, sehingga sosiologi bertugas untuk mengkonstruksikan teori-teori tentang masyarakat dan kebudayaan.
Setiap masyarakat merupakan suatu kebulatan dimana masing-masing unsur saling mempengaruhi. Dasar semua struktur sosial adalah ikatan emosional; tak ada konflik antara kesadaran individual dengan kelompok, oleh karena individu tunduk kepada tujuan kelompoknya. Hubungan antar individu merupakan suatu mata rantai, hubungan tersebut timbul dan hilang, akan tetapi struktur dan tujuan kelompok sosial tetap bertahan. Sosiologi mempelajari bentuk dan struktur-sruktur tersebut.
Hasil karyanya adalah:
Primitive and civilized peoples (1896)
Inertia in culture change (1908)
Theory of society; Main problems of philosophical sociology (1922, diperbaiki pada 1928 dan 1949)
Dictionary of sociology (1931)
Family, people and state in their social life (1936)


Jumat, 14 Agustus 2009

Tokoh Lainnya

HERBERT SPENCER (1820-1903)

Dalam bukunya yang berjudul The Principles of Sociology (3 jilid, 1877), Hebert Spencer menguraikan materi sosiologi secara rinci dan sistematis. Spencer mengatakan bahwa objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial dan industri. Sebagai tambahan disebutkan asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, lapisan sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan.
Tidak lupa dia menekankan bahwa sosiologi harus menyoroti hubungan timbal balik antara unsur-unsur masyarakat seperti pengaruh norma-norma atas kehidupan keluarga, hubungan antara lembaga politik dengan lembaga keagamaan. Unsur-unsur masyarakat tadi mempunyai hubungan yang tetap dan harmonis, serta merupakan suatu integrasi.
Sebagai mana juga dengan Comte, Spencer menganggap penting penelitian atas perkembangan masyarakat dan perbandingan antara masyarakat-masyarakat tersebut.
Hasil karyanya yang terkenal disamping yang telah disebutkan di atas adalah:
Social Statistics (1850)
Principles of Psychology (1955)
Principles of Biology (2 jilid, 1864 dan 1961)
Principles of Ethics (1893)

CHARLES HORTON COOLEY (1864-1929)
Seorang Amerika yaitu Charles Horton Cooley, mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak terpisahkan antara individu dengan masyarakat. Terlebih dahulu dia mulai dengan perkembangan kehidupan manusia sejak dia dilahirkan. Pada waktu manusia berada dibawah dominasi kelompok utama (primary group) yaitu keluarga, kelompok sepermainan dan rukun tetangga. Kelompok utama ditandai dengan saling kenal antara warga serta kerja sama pribadi yang erat adalah peleburan individu-individu dalam satu kelompok, sehingga tujuan individu juga menjadi tujuan kelompok.
Cooley dalam mengemukakan teorinya terpengaruh oleh aliran romantik yang mengidamkan kehidupan bersama, rukun dan damai, sebagaimana dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang bersahaja. Dia berprihatin melihat masyarakat-masyarakat modern yang telah goyah norma-normanya, sehingga masyarakat-masyarakat bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu berlebih-lebihan kesempurnaannya.
Hasil karyanya aadalah:
Human Nature and Social Order (3 jilid, 1902)
Social Organization (1909)
Social Process (1918)

PIERRE GUILLAURNE FREDERIC LE PAY (1806-1882)
Le Pay, seorang kebangsaan Perancis adalah salah seorang ahli ilmu pengetahuan kemasyarakatan terkemuka abad ke-19. Dia berhasil mengenalkan suatu metode tertentu di dalam meneliti dan menganalisa gejala-gejala sosial yaitu dengan jalan mengadakan observasi terhadap fakta-fakta sosial dan analisis induktif. Kemudian dia juga menggunakan metode case study dalam penelitian-penelitian sosial.
Penelitian-penelitiannya terhadap masyarakat menghasilkan dalil bahwa lingkungan geografis menentukan jenis pekerjaan dan hal ini mempengaruhi organisasi ekonomi, keluarga serta lembaga-lembaga lainnya. Keluarga merupakan objek utama dalam penyelidikan. Dia berkeyakinan bahwa anggaran belanja suatu keluarga merupakan ukuran kuantitatif bagi kehidupan keluarga sekaligus menunjukan kepentingan keluarga tersebut. Akhirnya dikatakan bahwa organisasi sosial keluarga sepenuhnya terikat anggaran keluarga tersebut.
Karangan-karangannya adalah :
European Workers (1855)
Social Reform in France (1864)
The Organization of The Family (1871)
The Organization of Labor (1872)

Senin, 10 Agustus 2009

BUNUH DIRI ALTRUISTIK MENJADI ALAT PENYERANG YANG FENOMENAL

Bom yang meledak pada hari Jumat, 17 Juli 2009 pada pukul 07.47 WIB di Hotel JW. Marriot dan pada pukul 07.57 di Hotel Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta yang merupakan dua hotel internasional. Bom yang meledak di dua hotel internasional tersebut merupakan fenomena bom bunuh diri yang dijadikan sebagai alat penyerangan yang sangat jitu. Pengebom merupakan anggota dari salah satu jaringan teroris yang sering meneror Indonesia yaitu Noordi M Top.
 
Salah satu pengebom di hotel JW Marriot, adalah Dani Dwi Permana umur 18 tahun, yang baru lulus dari SMA Yadika 7, Kemang, Bogor, yang kepalanya terpisah dari tubuhnya dan sulit untuk di kenali wajahnya. Lantas dalam pikiran kita mengapa seseorang rela melakukan hal tersebut sampai mengorbankan nyawanya? Dalam kajian sosiologi yang di kemukakan oleh Emile Durkheim, pengebom tersebut merupakan tipe bunuh diri altruistik yaitu, tingginya tingkat integrasi menekankan individualitas ke titik dimana individu dipandang tidak pantas atau tidak penting dalam kedudukannya sendiri. Sebaliknya, individu itu diharapkan tunduk sepenuhnya terhadap kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-tuntutan kelompok yang menempatkan setiap keinginan individu pada posisi lebih rendah yang mengurangi kesejahteraan kelompok dan mengganggu kehidupannya. Kalau tingkat solidaritas itu cukup tinggi, sang individu itu tidak kesal terhadap ketaatan pada kelompok ini, malah sebaliknya merasa sangat puas dan mengorbankan diri untuk kebaikan kelompok yang lebih besar. Ada kemungkinan pengebom sudah mengabdikan segala jiwa dan raganya kepada keyakinannya tentang suatu jihad. Noordin M Top mempunyai kharismatik yang dapat membuat orang lain terpengaruh akan doktrin-doktrinnya yang berbau jihad. Dengan menargetkan sasaran yang ingin di tuju, waktu dan strategi yang benar-benar mantap. Walaupun keamanan yang ada di dua hotel tersebut dibilang ketat karena berdasarkan kesiapan yang matang akhirnya para pelaku dapat memenuhi sasarannya.

Bunuh diri altruistik dalam perang merupakan fenomenal yang terjadi di beberapa negara dan merupakan alat yang jitu untuk menyerang musuh, berikut adalah beberapa bunuh diri di berbagai negara:

  1. Pada 18 April 1983 sekitar pukul 13.00 sebuah mobil van masuk ke halaman kedutaan besar Amerika Serikat di ibu kota Libanon. Begitu masuk mobil itu meledak sehingga seluruh kaca gedung pecah dan total korban mencapai 63 orang.
  2. Pada 23 oktober 1983 dua buah truk menyasar dua gedung terpisah yang menjadi barak serdadu AS dan Perancis di Beirut. Ledakan dahsyat dari 5.400 kg bom terjadi dan sebanyak 241 sedadu AS tewas seketika. Ini merupakan korban terbanyak dalam sehari sehari semenjak Perang Dunia II.
  3. Teknik pengeboman bunuh diri yang paling fenomenal adalah kamikaze yang dilakukan oleh pesawat tempur Jepang dalam PD II. Pesawat-pesawat tempur itu dijejali bahan peledak. Sang pilot menubrukannya ke kapal perang, pesawat tempur atau pangkalan militer sekutu.

  4. Kelompok separatis di Sri Langka, Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE), organisasi ini memperjuangkan keberadaan sebuah negeri untuk bangsa Tamil di Sri Langka utara, mempunyai satuan khusus pengebom bunuh diri. LTTE pertama kali yang melakukan bom bunuh diri adalah perempuan terhadap Presiden Sri Langka Ranasinghe Premadasa pada 1 mei 1993, saat berlangsung perayaan Hari Buruh Sedunia di ibu kota Sri Langka, Kolombo.

  5. Aksi serupa dilakukan terhadap Perdana Menteri India Rajiv Gandhi pada 21 Mei 1999. saat itu Rajiv berkampanye untuk pemilihan perlemen lokal di Sriperumbudur, sekitar 50 km dari ibu kota negara bagian Tamil Nadu, Madras. Seorang perempuan bernama Thenmozhi Rajaratnam alias Gayatri alias Dhanu yang masuk ke kerumunan kemudian membungkuk sebagai tanda hormat, tangannya menyentuh tombol bom. Bahan peledak jenis RDX seberat 90 gram yang dililitkan di pinggangnya meledak.

  6. Peristiwa 11 September 2001 di AS, menjadi catatan terdahsyat atas penggunaan metode ini. Para pelaku menggunakan empat pesawat penumpang yang di bajak sebagai bom. Dua pesawat ditabrakan ke gedung kembar World Trade Center, sehingga gedung itu runtuh. Satu pesawat dijatuhkan ke Pentagon dan satu lagi jatuh. Total korban tewas adalah 2.974 orang.

Rabu, 15 Juli 2009

1. Sinopsis Perang Gaza

Ini adalah perang ketiga terbesar yang dilakukan antara bangsa Palestina dan warga Arab terhadap Israel. Agresi militer Israel atas Gaza yang dimulai 27 Desember 2008 begitu menghentakan warga dunia. Sebelumnya di tahun 1956 dan 1967, Israel nyaris tak tekalahkan, namun dalam perang ini Israel tak dapat menguasai Gaza yang telah ditargetkannya. Zionis Israel menyerang lokasi kecil, berpenduduk tak lebih dari 1,5 juta orang, dan dalam kondisi krisis lantaran blockade selama hampir dua tahun tanpa aliran listrik, makanan, obat-obatan, air bersih kecuali sangat sedikit sekali. Lebih dari 100 tank dikerahkan, 60 jet temput di terbangkan. Berton-ton bahan peledak dijatuhkan. Korban dalam 22 hari menembus angka 1000 orang dimana lebih dari 40% adalah anak-anak dan kaum perempuan. Kurang lebih 300an polisi Gaza meninggal akibat serangan udara, kehancuran terjadi dimana-mana, merah darah tercecer di jalan-jalan, jenazah bergelimpangan, potongan tubuh yang berserakan dan di sela-sela timbunan bangunan hancur. Teriakan manusia, tangisan anak-anak dan perempuan, kepanikan dimana-mana. Gedung pemerintahan, sarana dan insfrastruktur kota berkeping-keping. Masjid pun tinggal puing.
Hari demi hari agresi Israel bergulir. Korban terus berjatuhan dengan jumlah yang telah melebihi angka 1300 orang korban meninggal dan lebih dari 5000 korban luka. Israel mulai masuk Beit Lahiya, Jabaliya, dan Tel Hawa. Pemandangan tentang kepedihan dan keprihatinan dan duka di Gaza adalah satu dari dua fenomena besar di tanah syuhada. Berlomba mencari mati syahid. Ini suasana yang jarang terjadi, ketika tugas-tugas berbahaya yang berisiko mengorbankan nyawa, justru menjadi tugas yang sangat diburu. Kompetisi meraih mati syahid itu, dikatakan oleh Abu Jehad, salah satu komando lapangan Al Qassam. ”terkadang kami sudah memperkirakan bila tentara Zionis Israel akan masuk ke sejumlah rumah warga. Ketika itulah , kami memerlukan seorang pemburu mati syahid untuk meledakkan rumah beserta seluruh tentara di dalamnya. Untuk tugas ini, kami didatangi oleh puluhan pemuda dan kaum perempuan yang meminta ditunjuk sebagai eksekutor bom syahid. Bahkan terkadang, kami terpaksa mengundi mereka setelah sulit bagi kami untuk memilih mereka. Siapa saja yang jatuh undian padanya, dialah yang akan mendapat mati syahid.”

 
2. Analisa Bunuh Diri Durkheim

Dari sinopsis perang Gaza yang di ceritakan di atas dapat di analisis dengan teori bunuh diri yang di definisikan oleh Durkheim. Durkheim mengidentifikasikan tiga tipe bunuh diri, yaitu: egoistik, anomik, dan altruistik.
Tipe altruistik lebih cenderung kepada bunuh diri yang dilakukan pada para pejuang di Palestina. Jika kita telaah menurut definisi dari tipe bunuh diri altruistik ini yaitu, tingginya tingkat integrasi menekankan individualitas ke titik dimana individu dipandang tidak pantas atau tidak penting dalam kedudukannya sendiri. Sebaliknya, individu itu diharapkan tunduk sepenuhnya terhadap kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-tuntutan kelompok yang menempatkan setiap keinginan individu pada posisi lebih rendah yang mengurangi kesejahteraan kelompok dan mengganggu kehidupannya. Kalau tingkat solidaritas itu cukup tinggi, sang individu itu tidak kesal terhadap ketaatan pada kelompok ini, malah sebaliknya merasa sangat puas dan mengorbankan diri untuk kebaikan kelompok yang leih besar[1] . Seperti contohnya salah seorang pejuang palestina yang mengajukan diri sebagai eksekutor bom syahid yang siap meledakkan dirinya pada saat rumahnya itu diserang oleh pasukan israel. Tindakan yang semacam ini merupakan rasa solidaritas untuk negaranya. Karena dalam aturan yang dipercayainya merupakan tindakan yang mulia disisi Tuhan, jika pun mati sangatlah membantu perjuangan bangsanya dalam memerangi pasukan Israel. Itu artinya dirinya rela mati demi membantu dan ikut berjuang di kelompoknya.
Mereka menyebutnya dengan ”pemburu syahid” dimana warga Palestina yang siap mati demi membela dan berjuang kepada agama islam dan bangsa Palestina. Sebab di garis depan, di parit-parit jihad, di ratusan lorong-lorong jihad, ada ratusan bahkan ribuan para pejuang yang melakukan strategi pertahanan kota. Pemburu mati syahid, al-istisyahadiyun, mereka menghabiskan waktunya berhari-hari dengan mengulang-ulang bacaaan al-quran yang memang telah terukir dalam hati dan dada. Mereka bertasbih, berdzikir, berdo’a selama di parit-parit, di lorong-lorong bawah tanah, di perbatasan. Sebagian, luas lorong bawah tanah itu tak lebih dari dua meter. Di hati mereka berkumandang kuat semangat yang sama, ini adalah jihad, untuk meraih kemenangan, atau mati syahid[2] . Jadi jelaslah bahwa bunuh diri yang dilakukan warga Palestina adalah ”Jihad” dan termasuk dalam tipe bunuh diri ”Altruistik”

 

______________________

1 Doyle Paul Johnson di indonesiakan oleh Robert M.Z Lawang, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1994) hlm. 193 

2 Muhammad Lili Nur Aulia, Dari Jalur Gaza: Ayat-Ayat Allah Berbicara, (Jakarta: Tarbawi Press, 2009) hlm. 51

Sabtu, 27 Juni 2009

Relevansi semangat etika protestan dalam masyarakat saat ini


Etika protestan dan spirit kapitalisme, yang judul aslinya Die Protestantische und der Geist des Kapitalismus, tak diragukan lagi adalah salah satu karya tulis termasyhur sekaligus kontroversial dalam ilmu pengetahuan sosial modern. Karya tulis ini pertama kali diterbitkan dalam artikel dua bagian pada 1904-1905 di Archiv fur Sozialwissenschaft und Sozialpolitik dimana Weber menjadi salah satu editor. Begitu diterbitkan, karya ini langsung menjadi bahan perbincangan kritis. Weber turut aktif dalam perbincangan itu. Hingga 70 tahun kemudian, debat tentang karya ini menjadi bahan rujukan utama bagi ilmu-ilmu sosial modern. Dalam tesis utama karyanya ini adalah bahwa aspek-aspek tertentu dalam etika protestan merupakan perangsang kuat dalam meningkatkan sistem ekonomi kapitalis dalam tahap-tahap pertumbuhannya. Pengaruh yang merangsang ini dapat dilihat sebagai suatu elective affinity (konsistensi logis dan pengaruh motivasional yang bersifat mendukung secara timbal balik) antara tuntutan etis tertentu yang berasal dari kepercayaan protestan dan pola-pola motivasi ekonomi yang perlu untuk pertumbuhan sistem kapitalisme.[1] Etika protestan memberi tekanan pada usaha menghindari kemalasan atau kenikmatan semaunya, dan menekankan kerajinan dalam melaksanakan tugas dalam semua segi kehidupan, khususnya dalam pekerjaan dan kegiatan ekonomi pada umumnya.
Di masa sekarang khususnya di masyarakat Indonesia tingkat pengangguran mencapai 9, 39 juta. Sementara jumlah penduduk yang bekerja mencapai 102,55 juta orang. Pekerja yang pendidikannya hanya dari SD ke bawah sudah mengalami penurunan sebanyak 1,04 juta dalam setahun terakhir, tetapi jumlahnya masih tetap mendominasi. Namun pengangguran yang dari pendidikan SLTA lebih banyak ketimbang dari pendidikan SD ke bawah. Kebanyakan yang dari pendidikan SD ke bawah bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang kayu, tukang batu, dan Cleaning Service.[2]
Dari data diatas memperlihatkan bahwa Geist atau etos (semangat) sudah nampak dari masyarakat Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Geertz adalah sikap mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek kualitatif yang bersifat menilai. Maka dalam hal ini bisa dinyatakan, apakah kerja dalam hal yang lebih khusus, usaha komersial, dianggap sebagai suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang imperative dari diri, ataukah sesuatu yang terikat pada identitas diri yang telah diberikan oleh agama.[3] Rasa ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap agama dinilai menjadi faktor penyemangat untuk melakukan usaha demi tercapainya kelangsungan hidup. Masyarakat Indonesia menilai bahwa ajaran Calvin tentang takdir dan nasib itu menurut Weber adalah merupakan kunci utama dalam hal menentukan sikap hidup dari para penganutnya. Takdir kepada manusia telah ditentukan oleh Tuhan jauh sebelumnya. Apakah manusia itu terpilih atau terkutuk. Calvin menyerukan untuk melakukan kerja keras guna menghindarkan kutukan dari Tuhannya. Dengan cara hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan ialah “memenuhi kewajiban yang ditimpakan kepada individual oleh kedudukannya di dunia”. Ini yang oleh Calvin disebut Beruf atau Calling. Beruf atau panggilan adalah konsepsi agama, tentang tugas yang ditentukan oleh tuhan. Dalam islam ikhtiar lahiriyah dan batiniyah adalah perlu, makanya masyaraka Indonesia yang mayoritas beragama muslim melakukan ikhtiar lahiriyah guna mencapai kelangsungan hidupnya. Baik itu bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang kayu atau Cleaning Service, hal itu diyakini akan mendapatkan rizki dari sang ilahi jika kita mau bekerja keras.
Disisi lain terlihat akan sifat bermalas-malasan dan hidup berfoya-foya dari masyarakat Indonesia, kebanyakan mereka adalah dari kaum muda yang seharusnya menjadi penopang keluarga dan bangsa malahan kehidupan mereka di buang tanpa makna. Kita teringat akan nasihat Benjamin Franklin “nasihat kepada saudagar muda”.
Ingatlah waktu adalah uang. Orang menghasilkan Rp.100.000 sehari dari kerjanya, dan pergi jalan-jalan atau duduk bermalasan setengah hari walaupun dia hanya membelanjakan Rp.50.000 selama berjalan-jalan atau bermalas-malasan tidak boleh memperhitungkan hanya itulah pengeluaranya, sebenarnya dia menghabiskan atau lebih tepat membuang-buang Rp.50.000 lagi dari sisa uangnya.
Ingatlah keredit adalah uang. Jika seseorang membiarkan uangnya tetap berada di tangan kita pada saat harus dikembalikan, maka dia kehilangan bunga yang seharusnya didapat dari kita atau sejumlah uang yang dapat kita hasilkan selama itu. Ini bisa mencapai suatu jumlah besar kalau seseorang mendapatkan kredit bagus dan besar dan memanfaatkannya dengan baik.
Ingatlah, bahwa uang itu bersifat berkembang dengan pesat. Uang beranak dan anak-anaknya menghasilkan anak, dan seterusnya. Jika kita menggunakan Rp.100.000 untuk digunakan dagang maka kita akan menghasilkan anak alias keuntungan uang dari hasil dagang tersebut. Dan dari hasil tersebut dapa dipergunakan untuk melakukan perdagangan lagi yang lebih besar. Maka dengan begitulah uang yang kita pegang dapat beranak dan berkembang lebih banyak lagi.[4]
Pernah suatu hari penulis bertemu dengan salah satu orang Tiong Hoa yang memiliki toko di beberapa tempat dan terbilang orang Tiong Hoa itu selalu sukses dalam usahanya. Bilang saja Si Ahong, dia menjelaskan akan cara dagang dia, ketika dia menghasilkan seratus ribu dari hasil dagangnya maka penghasilan tersebut di bagi menjadi tiga. Pertama untuk modal berikutnya, kedua untuk membeli kebutuhan atau peralatan dagang yang belum ada di tokonya dan yang ketiga untuk makan. Si Ahong juga menjelaskan, jika ada pembeli dari kelurga dekatnya sendiri janganlah di kasih gratis karena akan membuat kerancuan dalam buku keuangan dagangnya. Namun oleh masyarakat kita hal ini belum bisa dilakukan karena pada umumnya kebudayaan di Indonesia lebih mengarah ke kekeluargaan masih tradisional, dan jika ada keluarga yang mau membeli dagangan maka oleh orang Indonesia di kasih gratis. Seperti yang dijelaskan Weber protestanisme merupakan satu dobrakan utama terhadap tradisi. Sama juga halnya, dengan munculnya kapitalisme membutuhkan suatu keadaan dimana sejumlah tekanan tradisional terhadap kegiatan ekonomi itu hilang. Namun yang ditekankan Weber adalah bahwa ide-ide tertentu dalam protestanisme memperlihatkan suatu perubahan dari tradisionalisme ke suatu oientasi yang lebih rasional.[5] Menurut Ahong, kita boleh jadi keluarga tapi kalau dalam masalah ekonomi harus ada perbedaan antara pembeli dan penjual. Cara yang dijelaskan Ahong kepada penulis merupakan sebagai wujud dari semangat kapitalisme untuk lebih mementingkan ekonomi ketimbang urusan lainya.

____________________________

1 Doyle Paul Johnson di indonesiakan oleh Robert M.Z Lawang, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1994) hal. 238

3 Taufik Abdullah (Editor), Agama, Etos Kerja da Perkembangan Ekonomi, (Jakarta: Buku Obor, 1978) hal. 3

4 Stanislav Andreski, Alih bahasa: Hartono H, Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989) hal.107-108

5 Doyle Paul Johnson di indonesiakan oleh Robert M.Z Lawang, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1994) hal. 242

Relevansi penjelasan Weber tentang birokrasi dalam perkembangan birokrasi saat ini?

Dalam The Theory of Social and Economic Organization, Weber mengemukakan tentang birokrasi yang mengidentifikasikan tiga tipe dasar legitimasi yang utama dalam hubungan otoritas, yang ketiganya dibuat berdasarkan tipologi tindakan social. Masing-masing tipe berhubungan dengan tipe struktur administratifnya sendiri dan dinamika sosialnya sendiri yang khusus. Tipe-tipe ini, dalam hubungannya dengan struktur administratif, adalah sebagai berikut[1]:
  1. Otoritas Tradisional

Dalam masyarakat Indonesia otoritas tradisional ini masih banyak ditemui di daerah-daerah terutama bagi masyarakat yang jauh dari perkotaan. Tipe otoritas ini berlandaskan “pada suatu kepercayaan yang mapan terhadap kekudusan tradisi-tradisi zaman dulu serta legitimasi status mereka yang menggunakan otoritas yang dimilikinya. Jadi alasan mengapa orang tersebut taat pada struktur otoritas ini karena mereka mengikuti dari nenek moyangnya dan sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakatnya. Hubungan antara tokoh yang memiliki otoritas dan bawahanya pada dasarnya merupakan hubungan pribadi. Sebenarnya kunci untuk memahami dinamika sistem otoritas tradisional, adalah melihatnya sebagai suatu perpanjangan dari hubungan keluarga. Mereka yang patuh memiliki rasa setia pribadi kepada pemimpinnya yang sebaliknya mempunyai kewajiban tertentu untuk memperhatikan mereka. Walaupun pimpinan dan bawahanya terikat oleh peraturan-peraturan tradisional, masih ada keleluasan bagi atasannya secara pribadi dalam menggunakan otoritasnya dan dalam keadaan seperti itu bawahan terpaksa taat.
Dalam otoritas ini kita dapat menemuinya di Indonesia pada Suku Dani. Masyarakat Dani memiliki kerjasama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong. Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang dipimpin oleh seorang penata adat atau kepala suku. Organisasi kemasyarakat pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan dan berdasarkan kesatuan teritorial.[2] Dalam setiap pendirian rumahnya masyarakat Dani mempercayai perkataan dari kepal sukunya dan di anggapnya adalah utusan dewa.

  1. Otoritas Kharismatik

Di negara Indonesia pernah dipimpin oleh seseorang yang berjiwa kharismatik yang dapat menyihir orang lain untuk patuh dan taat kepadanya. Sebut saja K.H. Abdurahman Wahid atau akrab disebut Gusdur, yang pernah menjadi Presiden RI ke-4. Masyarakat mempercayai dari setiap kata-katanya dan sebagai sosok yang dapat merubah kehidupan bangsa. Otoritas ini didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki pemimpin sebagai seorang pribadi. Otoritas seperti ini lain daripada bentuk otoritas biasa. Istilah “kharisma” digunakan dalam pengertian yang luas untuk menunjuk pada daya tarik pribadi yang ada pada orang sebagai pemimpin. Weber juga menghubungkan orang yang berjiwa kharismatik memiliki hubungan khusus kepada sang ilahi sehingga banyak para pengikutnya yang mempercayai perkataannya. Berbeda dengan otoritas tradisional yang di orientasikan kepada hal-hal yang rutin, stabil dan langgeng. Otoritas kharismatik cenderung dinamis dan mudah berubah-ubah. Jika mengadakan gerakan-gerakan yang dipimpin oleh kharismatik dan ketika pemimpinnya itu meninggal maka semangat dan otoritasnya pun menjadi bercabang.

  1. Otoritas Legal-Rasional

Otoritas ini didasarkan pada komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan secara resmi dan diatur secara impersonal disebut Weber dengan istilah otoritas legal-rasional. Tipe ini sangat erat dengan otoritas rasionalitas instrumental yang dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan dengan memilih sesuai pilihan. Namun otoritas ini berbeda dengan otoritas tradisional dan otoritas kharismatik. Otoritas ini dimana pemimpinnya memiliki suatu posisi sosial yang menurut peraturan yang berhak, dia didefinisikan sebagai orang yang memiliki posisi otoritas. Seleksi terhadap orang-orang untuk menduduki posisi otoritas ini atau posisi bawahan juga diatur secara eksplisit oleh peraturan yang resmi dan sah.[3]
Otoritas ini dipakai pada sistem pemilihan presiden di Indonesia pada Pemilu 8 juli 2009 dengan melalui tahapan-tahapan khusus untuk menjadi presiden. Adapun persyaratan yang harus dijalani adalah tes kesehatan. Dan harus memenuhi kriteria khusus untuk menduduki kursi nomer satu di Indonesia.


1. Doyle Paul Johnson di indonesiakan oleh Robert M.Z Lawang, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1994) hal. 227

2. Di lihat dari http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dani (di akses pada tanggal 13 Juni 2009)

3. Doyle Paul Johnson, Op. Cit., hal.232

Relevansi semangat etika protestan dalam masyarakat saat ini

Etika protestan dan spirit kapitalisme, yang judul aslinya Die Protestantische und der Geist des Kapitalismus, tak diragukan lagi adalah salah satu karya tulis termasyhur sekaligus kontroversial dalam ilmu pengetahuan sosial modern. Karya tulis ini pertama kali diterbitkan dalam artikel dua bagian pada 1904-1905 di Archiv fur Sozialwissenschaft und Sozialpolitik dimana Weber menjadi salah satu editor. Begitu diterbitkan, karya ini langsung menjadi bahan perbincangan kritis. Weber turut aktif dalam perbincangan itu. Hingga 70 tahun kemudian, debat tentang karya ini menjadi bahan rujukan utama bagi ilmu-ilmu sosial modern. Dalam tesis utama karyanya ini adalah bahwa aspek-aspek tertentu dalam etika protestan merupakan perangsang kuat dalam meningkatkan sistem ekonomi kapitalis dalam tahap-tahap pertumbuhannya. Pengaruh yang merangsang ini dapat dilihat sebagai suatu elective affinity (konsistensi logis dan pengaruh motivasional yang bersifat mendukung secara timbal balik) antara tuntutan etis tertentu yang berasal dari kepercayaan protestan dan pola-pola motivasi ekonomi yang perlu untuk pertumbuhan sistem kapitalisme.[1] Etika protestan memberi tekanan pada usaha menghindari kemalasan atau kenikmatan semaunya, dan menekankan kerajinan dalam melaksanakan tugas dalam semua segi kehidupan, khususnya dalam pekerjaan dan kegiatan ekonomi pada umumnya.

Di masa sekarang khususnya di masyarakat Indonesia tingkat pengangguran mencapai 9, 39 juta. Sementara jumlah penduduk yang bekerja mencapai 102,55 juta orang. Pekerja yang pendidikannya hanya dari SD ke bawah sudah mengalami penurunan sebanyak 1,04 juta dalam setahun terakhir, tetapi jumlahnya masih tetap mendominasi. Namun pengangguran yang dari pendidikan SLTA lebih banyak ketimbang dari pendidikan SD ke bawah. Kebanyakan yang dari pendidikan SD ke bawah bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang kayu, tukang batu, dan Cleaning Service.[2]
Dari data diatas memperlihatkan bahwa Geist atau etos (semangat) sudah nampak dari masyarakat Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Geertz adalah sikap mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek kualitatif yang bersifat menilai. Maka dalam hal ini bisa dinyatakan, apakah kerja dalam hal yang lebih khusus, usaha komersial, dianggap sebagai suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang imperative dari diri, ataukah sesuatu yang terikat pada identitas diri yang telah diberikan oleh agama.[3] Rasa ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap agama dinilai menjadi faktor penyemangat untuk melakukan usaha demi tercapainya kelangsungan hidup. Masyarakat Indonesia menilai bahwa ajaran Calvin tentang takdir dan nasib itu menurut Weber adalah merupakan kunci utama dalam hal menentukan sikap hidup dari para penganutnya. Takdir kepada manusia telah ditentukan oleh Tuhan jauh sebelumnya. Apakah manusia itu terpilih atau terkutuk. Calvin menyerukan untuk melakukan kerja keras guna menghindarkan kutukan dari Tuhannya. Dengan cara hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan ialah “memenuhi kewajiban yang ditimpakan kepada individual oleh kedudukannya di dunia”. Ini yang oleh Calvin disebut Beruf atau Calling. Beruf atau panggilan adalah konsepsi agama, tentang tugas yang ditentukan oleh tuhan. Dalam islam ikhtiar lahiriyah dan batiniyah adalah perlu, makanya masyaraka Indonesia yang mayoritas beragama muslim melakukan ikhtiar lahiriyah guna mencapai kelangsungan hidupnya. Baik itu bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang kayu atau Cleaning Service, hal itu diyakini akan mendapatkan rizki dari sang ilahi jika kita mau bekerja keras.
Disisi lain terlihat akan sifat bermalas-malasan dan hidup berfoya-foya dari masyarakat Indonesia, kebanyakan mereka adalah dari kaum muda yang seharusnya menjadi penopang keluarga dan bangsa malahan kehidupan mereka di buang tanpa makna. Kita teringat akan nasihat Benjamin Franklin “nasihat kepada saudagar muda”.

Ingatlah waktu adalah uang. Orang menghasilkan Rp.100.000 sehari dari kerjanya, dan pergi jalan-jalan atau duduk bermalasan setengah hari walaupun dia hanya membelanjakan Rp.50.000 selama berjalan-jalan atau bermalas-malasan tidak boleh memperhitungkan hanya itulah pengeluaranya, sebenarnya dia menghabiskan atau lebih tepat membuang-buang Rp.50.000 lagi dari sisa uangnya.
Ingatlah keredit adalah uang. Jika seseorang membiarkan uangnya tetap berada di tangan kita pada saat harus dikembalikan, maka dia kehilangan bunga yang seharusnya didapat dari kita atau sejumlah uang yang dapat kita hasilkan selama itu. Ini bisa mencapai suatu jumlah besar kalau seseorang mendapatkan kredit bagus dan besar dan memanfaatkannya dengan baik.
Ingatlah, bahwa uang itu bersifat berkembang dengan pesat. Uang beranak dan anak-anaknya menghasilkan anak, dan seterusnya. Jika kita menggunakan Rp.100.000 untuk digunakan dagang maka kita akan menghasilkan anak alias keuntungan uang dari hasil dagang tersebut. Dan dari hasil tersebut dapa dipergunakan untuk melakukan perdagangan lagi yang lebih besar. Maka dengan begitulah uang yang kita pegang dapat beranak dan berkembang lebih banyak lagi.[4]

Pernah suatu hari penulis bertemu dengan salah satu orang Tiong Hoa yang memiliki toko di beberapa tempat dan terbilang orang Tiong Hoa itu selalu sukses dalam usahanya. Bilang saja Si Ahong, dia menjelaskan akan cara dagang dia, ketika dia menghasilkan seratus ribu dari hasil dagangnya maka penghasilan tersebut di bagi menjadi tiga. Pertama untuk modal berikutnya, kedua untuk membeli kebutuhan atau peralatan dagang yang belum ada di tokonya dan yang ketiga untuk makan. Si Ahong juga menjelaskan, jika ada pembeli dari kelurga dekatnya sendiri janganlah di kasih gratis karena akan membuat kerancuan dalam buku keuangan dagangnya. Namun oleh masyarakat kita hal ini belum bisa dilakukan karena pada umumnya kebudayaan di Indonesia lebih mengarah ke kekeluargaan masih tradisional, dan jika ada keluarga yang mau membeli dagangan maka oleh orang Indonesia di kasih gratis. Seperti yang dijelaskan Weber protestanisme merupakan satu dobrakan utama terhadap tradisi. Sama juga halnya, dengan munculnya kapitalisme membutuhkan suatu keadaan dimana sejumlah tekanan tradisional terhadap kegiatan ekonomi itu hilang. Namun yang ditekankan Weber adalah bahwa ide-ide tertentu dalam protestanisme memperlihatkan suatu perubahan dari tradisionalisme ke suatu oientasi yang lebih rasional.[5] Menurut Ahong, kita boleh jadi keluarga tapi kalau dalam masalah ekonomi harus ada perbedaan antara pembeli dan penjual. Cara yang dijelaskan Ahong kepada penulis merupakan sebagai wujud dari semangat kapitalisme untuk lebih mementingkan ekonomi ketimbang urusan lainya.

____________________________

1. Doyle Paul Johnson di indonesiakan oleh Robert M.Z Lawang, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1994) hal. 238

3. Taufik Abdullah (Editor), Agama, Etos Kerja da Perkembangan Ekonomi, (Jakarta: Buku Obor, 1978) hal. 3

4. Stanislav Andreski, Alih bahasa: Hartono H, Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989) hal.107-108

5. Doyle Paul Johnson di indonesiakan oleh Robert M.Z Lawang, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1994) hal. 242

Statistik Pengunjung

Socio Education

Merupakan Weblog tentang seputar materi ilmu sosial sebagai penunjang dan pelengkap edukasi.

  © Design Blog 'Ultimatum' by Socio Education 2020

Back to TOP