Entri Populer

Minggu, 09 April 2017

Inilah Dua Fakta Perang Dunia III Semakin Dekat

Oleh: N.H. Eddart

Semenjak terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat ke- 45 telah  memunculkan sebagai negara adidaya kembali. Sebelumnya dibawah pemerintahan Barack Obama, Amerika Serikat bisa dikata negara yang bersahabat dan tidak menunjukkan sebagai negara agresor. Tapi kesan bersahabat tersebut sudah hilang dan AS kembali menunjukkan wajah aslinya. Tulisan ini mengungkap fakta-faktanya yang dapat dilihat dari aksi militernya di Suriah dan Semenanjung Korea.

Pada hari Jumat (7/4) lalu AS meluncurkan 59 rudal tomahawk dari dua kapal perangnya yang siaga di laut Mediterania yaitu USS Porter dan USS Ross. Target serangan dua kapal perangnya ke pangkalan udara Shayrat yang diduga sebagai home base pesawat Suriah yang menjatuhkan bom kimia pada selasa (4/4) di Kota Khan Sheikhoun, Idlid, Suriah yang dilaporkan lebih 80 orang tewas, termasuk juga anak-anak. Alasan kuat dari serangan AS adalah karena pelanggaran HAM yang dilakukan presiden Bashar Al-assad untuk menghabisi ISIS dengan bom kimia. Padahal AS sebelumnya juga memerangi ISIS, namun setelah kalah tenar sama sekutu Suriah, yaitu Rusia yang lebih dipercaya sama Bashar Assad maka AS seperti dipermalukan.

Serangan AS ke Suriah menunjukkan bahwa keberadaan negara adidaya tersebut masih eksis di kancah internasional. Sangat jelas kebijakan Trump sebagai presiden AS mengizinkan serangan tersebut dengan dalih HAM. Adapun pidato Presiden Trump tentang serangan rudal ke Suriah “Malam ini, saya memerintahkan serangan militer terarah ke sebuah landasan udara di Suriah, tempat serangan kimia itu dilancarkan. Ini merupakan kepentingan keamanan nasional AS yang vital untuk mencegah dan menangkal penyebaran dan penggunaan senjata kimia mematikan” ujar Trump, selasa (4/4). "Tidak ada yang perlu diperdebatkan bahwa Suriah menggunakan senjata kimia yang dilarang, melanggar kewajibannya sesuai Konvensi Senjata Kimia, dan mengabaikan seruan Dewan Keamanan PBB," tandas Trump. Dalih pelanggaran HAM dijadikan sebagai alasan mengapa Presdien Trump mengizinkan untuk menyerang Suriah, padahal keterlibatan AS di Suriah pada mulanya untuk memerangi terorisme. Tentunya menjadi sebuah tanya tanya besar atas sikap AS di Suriah.

Fakta lainnya yang tidak jauh dari wilayah kita, bentuk kebijakan Trump di semenanjung Korea atas sikap Korea Utara yang melakukan uji coba rudal nuklirnya ke laut perbatasan Jepang. Bentuk kebijakannya dengan mengirim kapal induk Carl Vinson yang bertolak dari pangkalan AS di Singapura dengan membawa 36 jet tempur ke Semenajung Korea. Sebelumnya juga AS telah mengirim pasukannya Seal Team 6 dan disusul Delta Force dalam misi latihan gabungan ke Korea Selatan seperti dikutip dari nypost.com (13/3) “A bigger number of and more diverse US special operation forces will take part in this year’s Foal Eagle and Key Resolve exercises to practice missions to infiltrate into the North, remove the North’s war command and demolition of its key military facilities,” a military official told Yonhap, asking not to be named. Jelas diungkapkan bahwa keberadaan pasukan elit AS untuk menyusup ke wilayah utara dan latihan gabungan ini dilaksanakan sampai akhir April.

Pasca pertemuan dua pemimpin presiden AS Donald Trump dan presiden China XI Jinpin kamis (6/4) dan jumat (7/4) kemaren di Mar-a-Lago, Florida, justru membuat situasi semakin memanas. Pasalnya selama ini China merupakan sekutu Korut justru melakukan pertemuan dengan AS. Bahkan AS yang sempat memanas dengan China atas sengketa dan kebebasan navigasi di Laut China Selatan, kini AS dan China berupaya menekan Korut untuk menghentikan rudal nuklirnya. Beberapa pembahasan dari kedua pemimpin negara tersebut diantarnya "Trump mengatakan bahwa ia bersama dengan Xi telah melakukan pembahasan secara mendalam dan sangat serius mengenai masalah nuklir Korut dan merespon hal itu, termasuk posisi AS dalam penyebaran THAAD," ujar pernyataan dari pemimpin bertindak Korsel, Hwang Kyo-ahn, dilansir Asian Correspondent, Sabtu (8/4).

Walapun terjadi pertemuan kedua negara AS-China, Presiden Xi Jinpin meresa keberatan dengan penyebaran radar X-Band THAAD yang telah tiba di pangkalan Angkatan Udara AS di Osan, Korea Selatan pada hari Kamis (16/3/2017). Radar X band dapat berfungsi untuk melacak rudal, dan mampu mendeteksi gerakan rudal dari musuh dari jarak maksimal 800 kilometer dengan sudut 120 derajat. Sikap keberatan China karena radar tersebut dapat menjangkau wilayah negara tirai bambu dan mengganggu stabilitas keamanan negara China.

Dua fakta aksi militer AS di Suriah dan semenanjung Korea menjadi banyak perhatian internasional dan tentu Indonesia harus berjaga-jaga. Kalau di Suriah tidak berdampak langsung terhadap Indonesia karena secara geografis jauh, namun tidak untuk di semenajung Korea. Jika sedikitpun terjadi senggolan antara Korut dan AS, maka sangat mungkin stabilitas di Laut China Selatan menjadi terganggu. Laut China Selatan dan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) akan menjadi jalur sibuk yang dilalui oleh kapal perang dan tentu perdagangan Indonesia terganggu karena selama ini Indonesia banyak menjalin kerjasama ekonomi dengan Korea Selatan, Jepang, dan China.

Mungkin tidak mungkin, Presiden Trump yang dikenal kontroversional akan melancarkan serangan jika menemukan alasan yang kuat untuk menyerang Korea Utara. Formasi yang terlibat dari kubu Korea Selatan yaitu Jepang, Amerika Serikat dan China. China dalam hal ini walapun sama negara komunis dengan Korea Utara tapi sejak kepemimpinan Presiden Kim Jong Un hubungan kedua negara tidaklah baik. Disisi lain, bagi AS, China tetaplah pesaingnya dalam bidang ekonomi dan keberatan China atas penyebaran radar THAAD merupakan tanda bahwa China tidak sependapat dengan AS untuk menginvasi Korea Utara dan China lebih memilih negosiasi AS dengan Korut ketimbang melakukan invasi. Sikap Rusia tentunya akan menjadi penentu dalam etalase konflik antar negara ini.

Kamis, 22 Desember 2016

Dengan “Telolet” Berhasil Mendinginkan Suasana dan Bahagia Itu Tercipta




Oleh: N. H. Eddart

Menjelang akhir tahun 2016, tensi Indonesia sedang memanas dengan isu-isu horizontal yang rentan terhadap integrasi bangsa, upaya pemersatu ikatan dengan simbol “ke-bhinekatunggalika-an” serta doktrin-doktrin “NKRI” sempat disebar untuk menguatkan kembali pasca isu-isu horizontal tersebut. Kini “Om Telolet Om” menjadi viral dan trending topik sebagai simbol pemersatu dengan kosakata yang sangat sederhana “telolet” berhasil mendinginkan suasana, kata telolet awalnya diperkenalkan oleh komunitas pecinta bus, kemudian bulan November muncul di media sosial video-video pemburu telolet di daerah Jepara yang dilakukan anak-anak kecil setelah pulang sekolah di sore hari dengan membawa spanduk atau berteriak “om telolet om” sebagai bentuk tawar kepada supir untuk membunyikan klakson busnya. Suara klakson bus hasil tawar dari pemburunya dianggap sebagai sebuah tantangan yang ditunggu-tunggu, analogi sederhananya seperti ini, ketika kita meminta sesuatu kepada siapapun kemudian permintaan tersebut dikabulkan, maka kita akan merasa bahagia. 

Tantangan berburu telolet tergolong baru sebagai jenis hiburan rakyat, padahal hal serupa pernah ada di Indonesia seperti mengejar kereta api untuk meminta uang dari penumpangnya, berteriak minta duit ketika helikopter terbang di atas rumahnya, menonton kendaraan saat mudik, dan berlari melihat ambulans ketika mendengar bunyi sirine. Hal ini pernah dialami anak-anak masa kecil sebagai hiburan rakyat, namun kenapa telolet lebih terkenal ketimbang hal lainnya. Perbedaanya karena sudah pasti, era kini masyarakat telah mengenal media berbagi kesenangan, telolet berhasil menarik perhatian masyarakat karena telah masuk ranah globalisasi dimana tidak ada batas apapun bagi suatu negara untuk berbagi informasi dan transportasi. Kemudian media sosial yang berperan menyebarkan informasi akan kesenangan dan hobi mereka menjadi lebih terkenal. 

Bunyi klakson bus, bunyi kereta api, bunyi ambulans dan bunyi jenis kendaraan apapun memang tidak pernah terlepas dari bentuk permainan anak-anak. Jenis permainan anak-anak butuh visualisasi dan audiotori yang bersamaan tercipta agar terkesan realistis. Proses peniruan ini disebut imitasi yaitu peniruan gaya, bahasa, tingkah laku dari seseorang. Seorang anak kecil meniru supir atau pengendara dari kendaraan tertentu, kemudian di transformasikan bersamaan dengan bentuk permainannya. Lalu kenapa dengan telolet, bentuk mainan mobil-mobilan bus memang banyak dijual, tapi belum realistis audiotorinya. Para pecinta bus sering mengambil gambar bus saat melintas di wilayahnya terutama di Jawa Tengah atau Jawa Timur. Tidak heran jika kita yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya berkunjung ke daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur sering melihat orang mengambil gambar bus dan mengacungkan jempol disisi jalan raya. Pecinta bus juga membuat miniatur bus sangat mirip seperti aslinya , tapi sayang miniature bus tidak dilengkapi suara klakson telolet, karena klakson bus telolet tidak dijual dengan murah dan mudah. Sehingga permainan mobil-mobilan dilakukan dengan lisan mereka. 

Lalu kenapa alasan anak-anak turun ke jalan untuk berburu klakson telolet? karena mainan bus dan suara klakson bus yang harus sinergi itulah menjadi alasan anak-anak berburu klakson bus. Suara telolet yang bermacam-macam dan unik tersebut menjadi referensi bagi mereka saat bermain dengan temannya. Tapi pemburu klakson bus tidak semuanya anak-anak yang bermain dengan mobil-mobilan. Ada pergeseran interpretasi dari klakson bus yang berbunyi telolet tersebut, yaitu tantangan meminta telolet kepada supir bus itulah yang kini menjadi permainan baru, tidak hanya dilakukan oleh anak-anak melainkan orang dewasa juga, makanya sekarang ada yang menyebut telolet challenge. Dalam telolet challenge ini memunculkan permainan rakyat baru, dimana tantangannya adalah meminta suara klakson dengan terikan “om telolet om”, jika bus membunyikan maka sukseslah dia, tapi jika tidak membunyikan klakson maka gagal bagi dia, termasuk jika bunyi klaksonnya standar juga tidak memuaskan bagi tantangan ini.

Bus telolet dengan bus konvensional tidak mudah dibedakan karena hanya bisa dibedakan berdasarkan bunyi klaksonnya, klakson bus telolet memiliki harga yang mahal, beberapa supir[1] yang pernah ditanyakan harganya kisaran 950 ribu sampai 1,5 jutaan tergantung jenis bunyinya. Bagi Patra[2] pemburu telolet ini sudah ada dari 5-6 tahun yang lalu tandanya banyak yang merekam dan mengacungkan jempol disisi jalan maupun di terminal-terminal, yang diincar adalah bus pariwisata dan bus besar karena suaranya yang khas dan nyaring membuat perhatian warga, biasanya ditemui di Jawa Tengah. Bus telolet memiliki ciri antara lain trayek jarak jauh menuju Jawa Tengah atau Jawa Timur atau bus AKAP (antarkota antarprovinsi), bus jenis pariwisata, dan bus kelas bisnis. Sedangkan bus trayek Cirebon, Kuningan, dan Karawang memiliki klakson standar dan lebih panjang seperti terompet kapal. 

Berikut ini daftar bus telolet paling keren berdasarkan Bis Mania Community (BMC) dalam sebuah video yang diunggah melalui youtube 19 September 2016. Pertama. Bus Garuda Mas Mahesa, suara klakson bus yang meningkatkan rasa cinta untuk tanah air. Klakson telolet lagu Hari Merdeka 17 Agustus ini jadi yang terbaik dengan menempati peringkat pertama. Kedua. Bus Garuda Mas, klakson telolet paling keren kedua adalah suara lagu jablay yang pernah dipopulerkan Titi Kamal dalam filmnya "Mendadak Dangdut." Ketiga . Bus Laju Prima SHD, ada yang tahu lagu “Suwe Ora Jamu” minta supirnya menyalakan klakson dan lagu “Suwe Ora Jamu” akan bergema di jalanan. Keempat. Bus Rosalia Indah SHD Keempat, ada klakson telolet khas colekan, mirip-mirip reffrain di lagu “Cublak-cublak Suweng”. Kelima. Bus Subur Jaya, suara telolet ocehan bus Subur Jaya lebih panjang. Keenam. Bus PO.SAE, klakson telolet bus PO SAE sedikit lucu, dan masuk ke dalam tujuh suara telolet paling keren versi BMC. Ketujuh. Bus Pandawa 87, terakhir ada klakson telolet bunyi parade dari Bus Pandawa.

Om Telolet Om telah menjadi pendingin suasana bangsa ini setelah memanasnya isu horizontal yang belakangan terjadi, dengan kebahagian yang sederhana, bentuk identitas Indonesia yang menjadi viral mendunia, sampai selebriti internasional ikut-ikutan dalam permainan ini. Masyarakat ternyata membutuhkan hiburan tidak melulu diselimuti isu-isu sensitif seputar konflik horizontal dan politik kepentingan. Media hiburan yang selama ini menjadi tontonan, telah beralih fungsi sebagai media konspirasi. Berita yang disajikan hal-hal yang membuat masyarakat tegang akan ancaman konflik dan terorisme. Padahal sejatinya masyarakat akan terus bergerak menciptakan hal-hal baru kemudian menjadi tradisi masyarakat itu sendiri sampai tradisi itu menjadi simbol suatu budaya.


[1] Sunaryo, supir bus PO Haryanto, Terminal Blok M, Sabtu (14/5/2016).
[2] Seorang sopir bus pariwisata, saat ditemui di Taman Parkir Abu Bakar Ali Yogyakarta, Kamis (12/5/2016).

Sabtu, 23 Mei 2015

CINTA DALAM BINGKAI SOSIOLOGI

 Oleh: N. H. Eddart

Sebuah konsep yang abstrak namun sering kita jumpai dalam kehidupan kita dan suatu wujud yang dirasakan dalam detupan jantung namun susah dikendalikan, itulah cinta. Dalam tulisan ini cinta akan dikaji dalam bingkai sosiologi. Sosiologi mengkaji face to face grouping, symbolic interactionism, social conflict dan konsep sosiologi lainnya. Kemudian cinta dilihat dalam kacamata sosiologi dari segi proses sosial cinta itu terjalin, segi memaknai cinta dan seni dalam cinta, dan terakhir cinta sebagai produk sosial.












Pengantar 
 Sosiologi merupakan ilmu yang mengkaji masyarakat, baik meliputi proses sosial, nilai dan norma sosial, kelompok sosial, dan lain sebagainya yang terdapat dalam masyarakat. Masyarakat menjalain hubungan timbal balik individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok yang bersifat asosiatif maupun disosiatif. Konsep asosiatif mengarah pada proses penyatuan individu dan kelompok dalam suatu masyarakat yang satukan oleh perasaan afeksi (kasih sayang), afeksi dapat juga diartikan sebagai kategori cinta. Namun cinta tidak bisa dikatakan sebagai kasih sayang, buktinya ucapan cinta kadang membuat sakit hati dan saling membenci.

Cinta dalam makna normatif berarti ungkapan kasih sayang dari seseorang diwujudkan dalam bentuk afeksi dan proteksi. Pewujudan afeksi sudah jelas bentuknya berupa kasih sayang, namun perwujudan proteksi yang diartikan melindungi kadang disalahlakukan sebagai koersif atau pemaksaan untuk mengikuti apa yang diinginkan pasangan. Teori yang mendasar ini pada umumnya dimengerti oleh setiap kalangan, orientasi dalam memaknai cinta susah distandarisasikan. Kita ketahui cinta adalah kasih sayang, kita ketahui cinta adalah awal pembentukan kelompok sosial terkecil seperti keluarga, dan cinta adalah ikatan penyatu dua individu.

Kerangka Konsep Sosiologi untuk Membingkai Cinta 
 Interaksionisme Simbolik, berasal dari Goerge Herbert Mead, dari kata interaksionisme sudah nampak menunjukan interaksi sosial, sedangkan simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi. Ketika remaja laki-laki selalu memberikan pandangan khusus kepada remaja perempuan, istilah kita suka lirik-lirik dalam kelas. Remaja perempuan lalu memaknai lirikan matamu si remaja laki-laki itu. Lirikan mata adalah bentuk simbolik dari syarat terjadinya interaksi sosial yaitu kontak. Lain cerita ketika remaja laki-laki yang biasanya tidak berkomunikasi intensif seperti teleponan, chatting, dll kali ini si remaja laki-laki menelpon “kamu sedang apa?”, “sudah makan belum?” atau pesan status di media sosial “iiih seneng bisa ngobrol sama dia” atau “Ya Tuhan jantungku seperti ditabuh seribu orang saat dekat dengannya”, itulah pesan cinta diawal pertemuan. Sesuatu interaksionisme simbolik dari dua individu yang mengarah pada hubungan timbal balik.

Herbert Blumer, salah seorang penganut pemikiran Mead, berusaha menjabarkan pemikiran interaksionisme simbolik dengan tiga pokok pemikiran, bahwa individu bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas makna (meaning) yang dipunyai sesuatu baginya. Tindakan seseorang terhadap sesuatu barang/benda kemudian dimaknai oleh kedua orang tersebut. Dikisahkan pada remaja laki-laki yang mencintai remaja perempuan ketika dihari ulang tahunnya, dia memberikan kado atau acara istimewa untuk memaknai kasih sayangnya. Tentunya berbeda dengan pasangan lain saat merayakan ulang tahun, bedanya saat ulang tahun kado tidak ada, acara istimewa tidak ada, padahal mereka menjalin hubungan kasih sayang. Kisah ini tentunya diartikan sebagai interaksionisme simbolik bahwa simbol-simbol dalam pasangan tidak harus sama dengan pasangan lainnya.

Konflik sosial, tokoh yang menyumbangkan dalam pemikiran teori konflik sosial seperti Karl Marx, Max Weber, Ralf Dahrendorf, Lewis Coser dll. Konflik sosial menurut Marx sebagai bentuk perjuangan kelas sosial untuk merebut kelas paling atas yaitu bourjuis. Konflik sosial klasik lebih parsial berbeda dengan konflik sosial modern seperti Lewis Coser. Coser menyebut bahwa konflik bersifat positif bagi masyarakat karena mengakibatkan peningkatan adaptasi dan solidaritas hubungan sosial atau kelompok tertentu. Teori Coser dapat dianalogikan seperti suatu pasangan kekasih terjadi pertengkaran satu sama lainnya, tanpa berujung mengakhiri hubungan atau istilah kita putus, kemudian dari konflik yang terjadi mereka berdua sepakat untuk saling memaafkan dan memperbaiki satu sama lain. Cermati kisah cinta pasangan baru dibawah ini: 

Sebut saja Mawar (nama samaran) dia mengharapkan disetiap pagi sang kekasihnya menelpon dengan mengucapkan “selamat pagi cantik” dengan berbau romantis. Namun berbanding terbalik dengan diharapkan Mawar, kekasihnya malah mengucapkan “selamat pagi jelek”, “si jelek, pagi pasti masih kucel..ea..ea..”, nampaknya Mawar tidak sepakat dengan ucapan kekasihnya yang disebut “jelek”. Kemudian Mawar ngambek, ngedumel, ngomel, dan kategori konflik sosial lainnya. Oleh sang kekasih yang mengatakan jelek mencoba mengklarifikasi perkataannya bahwa baginya sebutan “jelek” adalah romantisme humor yang sengaja dikemas sebagai bumbu cinta. Akhir cerita yang haru tadi si Mawar dan si jelek berdamai dan mulai beradaptasi dan menguatkan hubungan satu sama lain dengan saling memanggil si jelek dan si jelek. 

Bersambung…

Kamis, 26 Februari 2015

Menuju Akomodasi: Deklarasi Malino Rekonsoliasi Konflik Poso

Oleh: N.H. Eddart


Konflik Bermula dari Stratifikasi Etnik

Penduduk Poso terkenal sangat heterogen, suku Pamona sebagai suku pribumi dari Tanah Poso mendominasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi maupun politik namun masuknya para pendatang membuat stratifikasi di Poso semakin jelas terlihat. Para pendatang pada umumnya beragama muslim dan protestan yang berasal dari Jawa, Bali, Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Utara dan Gorontalo. Pendatang Muslim umumnya berasal dari arah Selatan, yaitu suku Bugis yang telah bermigrasi sejak masa pra-kolonial, maupun suku Gorontalo dari arah Utara. Karena itu, wilayah Poso Pesisir dan Kota Poso serta Pamona Selatan cukup banyak desa-desa Kristen dan desa-desa Islam berselang-seling dan bertetangga di satu pihak sedangkan wilayah Pamona Utara sampai dengan wilayah yang berbatasan dengan wilayah Poso Pesisir dan Kota Poso serta ke Barat dengan wilayah Lore Utara dan Lore Selatan yang sangat didominasi oleh mayoritas Kristen. Jadi secara geografis, umat Kristen yang mendiami bagian tengah (dalam) dari wilayah Poso terjepit baik dari arah Utara maupun Selatan dimana proporsi umat Islam semakin besar mendekati proporsi umat Kristen.

Pendatang umumnya lebih kuat dalam perebutan lahan dan ekonomi. Tanah pribumi banyak yang dijual ke para pendatang sehingga akta tanah dari pribumi beralih ke para pendatang. Tanah perkebunan seperti coklat dan kelapa tentunya mendapatkan keuntungan besar bagi para pendatang, namun pribumi juga sebagian masih memiliki perkebunan coklat dan kelapa akan tetapi dalam hal pemasaran masih kalah dengan pendatang. Penduduk asli merasa dirugikan dengan keadaan tersebut dilihat dari dua hal yaitu pertama, lahan pertaniannya sebagian telah beralih kepemilikannya kepada pendatang. Kedua, margin yang diperoleh dari hasil pertanian lebih besar dinikmati oleh para pendatang. Hal itulah yang memicu stratifikasi etnik pendatang dan pribumi.

Terdapat tiga stratifikasi dalam konflik Poso tersebut dalam sosiologi stratifikasi etnis menurut Noel (1968), startifikasi etnik dapat terjadi berdasarkan tiga prasyarat yakni :
Etnosentrisme, Persaingan, dan Perbedaan kekuasaan

Ketiga prasyarat tersebut tidak bisa dipisahkan karena apabila ada salah satunya yang tidak terpenuhi, startifikasi tidak akan terjadi.

Etnosentrisme merupakan suatu paham yang menganggap kelompoknya sebagai kelompok terbaik atau spesial yang memiliki hak dan kekuasaan tertinggi. Dalam hal konflik Poso, penduduk asli Poso menganut etnosentrisme dan menganggap etnisnya sebagai yang terbaik jika dibandingkan dengan pendatang. Faktor kedua yang menjadi prasyarat stratifikasi etnik adalah persaingan. Di Poso terdapat persaingan dalam hal ekonomi terutama dalam perdagangan. Penduduk asli Poso merasa termarginalisasikan oleh penduduk pendatang, karena perdagangan lebih dikuasai oleh para pendatang yang mayoritas beragama Islam. Prasyarat terakhir stratifikasi etnik adalah perbedaan kekuasaan. Maksudnya adalah penguasaan sektor-sektor politik yang strategis oleh para pendatang di Poso. Partai yang memenangi pemilu adalah Golkar yang anggotanya didominasi oleh pendatang.



Pergeseran Pribumi Poso yang Mayoritas ke Minoritas

Suku Pamona sebagai pribumi asli Poso yang mulanya sebagai kelompok mayoritas karena memiliki tanah dan menguasai perdagangan namun setelah adanya arus migrasi masuk yang cukup deras terjadi semenjak dasawarsa 1970-an dan 1980-an dimana program transmigrasi dilakukan dan dibukanya jalur prasarana angkutan darat, Trans-Sulawesi, pribumi Poso menjadi termarjinalkan. Masuknya para pendatang ini dari Jawa, Bali, Sulawesi Utara, maupun Sulawesi Selatan menggeser pribumi Poso yang mulanya mayoritas menjadi kelompok minoritas. Konsep mayoritas sering dihubungkan dengan dominan culture. Kelompok yang mendominasi beberapa sektor penting dalam kehidupan. Kelompok kebudayaan dominan memiliki kekuasaan, uang, sumber daya alam, pemilikan media massa, sekolah, universitas, dan peran dalam pemeritahan. Sehingga bagi mereka nilai-nilai persaingan, individualisme dan kebebasan tidak berarti apa-apa.



Mayoritas dan minoritas di dalam kajian sosiologi tidak selalu mengacu dari segi jumlah, tetapi merujuk pada sebuah kelompok yang memiliki kekuasaan tatanan atau yang sangat berpengaruh dalam masyarakat. Kelompok mayoritas mempunyai karakteristik hanya merekalah yang superior terhadap kelompok etnik yang dijadikan inferior. Bagi pribumi Poso mengklaim bahwa para pendatang tersebut dikatakan sebagai kelompok minoritas, yang datang dari luar daerah. Mereka (Pribumi Poso) percaya bahwa karena kelompok minoritas secara alamiah berbeda maka mereka harus dipisahkan bahkan disingkirkan. Mereka percaya bahwa kaum mayoritas (dalam hal ini Pibumi Poso) yang paling berhak sehingga mereka pun mengklaim bahwa mereka yang paling berkuasa, mempunyai status sosial yang tinggi, dan memiliki harga diri yang harus dihormati. Mereka juga memiliki rasa takut dan selalu curiga bahwa kelompok minoritas selalu berencana menggrogoti faktor-faktor yang menguntungkan kelompok dominan.



Deklarasi Malino Bentuk Akomodasi Konflik Poso

Kekerasan yang terjadi di Poso banyak mengundang perhatian masyarakat Indonesia, banyaknya korban jiwa yang di alami dari masing-masing pihak ternyata mendorong untuk mengadakan bentuk perdamaian yang diadakan di Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang dinamakan “Deklarasi Malino”. Deklarasi tersebut diadakan pada tanggal 18-20 Desember 2010 yang tidak lepas dari inisiatif lokal yang tulus dan kuat untuk menghentikan siklus kekerasan di Poso. Penyatuan etnis yang berkonflik tersebut dalam kajian sosiologi termasuk dalam hubungan antarkelompok berbentuk akomodasi. Akomodasi merupakan keadaan hubungan antar etnik atau ras yang seimbang dalam proses kerjasama antar budaya. Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi sosial antara pribadi dan kelompok-kelompok manusia untuk meredakan pertentangan. Sikap saling menghormati antar masing-masing pihak yang bertikai di Poso merupakan proses penyesuaian dari beberapa pihak. Pada awalnya pemimpin agama Kristen dari suku Pamona terlebi dahulu untuk mengajukan perdamaian dengan melobi pemerintah pusat, hal ini suatu paksaan keinginan dimana perbedaan status atau kedudukan untuk melakukan perdamaian dengan pihak islam. Akomodasi dapat juga dilakukan melalui paksaan dimana perbedaan status, kedudukan, posisi atau stratifikasi sosial antar etnik dominan (power) memaksa kelompok etnik subdominan. bentuk lunak paksaan adalah konsiliasi dimana terdapat kesempatan setiap etnik untuk menyampaikan faktor-faktor yang dipertentangkan untuk dirundingkan bersama sebagai keputusan yang akomodatif. Pertemuan dengan Menko Kesra dan Menko Polkam ternyata mendapat kemajuan untuk perdamaian Konflik Poso, pemerintah pusat menfasilitasi dengan mempertemukan kedua belah pihak untuk saling mengajukan faktor-faktor yang dipertentangkan.

Dalam kasus konflik Poso ini termasuk dalam hubungan antarkelompok bentuk mediasi dimana kelompok yang berunding menentukan pihak ketiga yang dianggap netral untuk menyelesaikan pertentangan antar etnik.

Tujuan akomodasi:
1.Mengurangi pertentangan atau konflik
2.Kebutuhan atau keinginan hidup bersama
3.Menciptakan kerjasama antar atau lintas etnik



Terdapat tujuan penting secara akomodatif untuk mengurangi pertentangan atau konflik yaitu dari isi deklarasi damai Malino ini disebutkan bahwa kelompok Muslim dan Kristiani dengan hati lapang serta jiwa terbuka sepakat menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan. Mereka juga wajib mentaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi hukum kepada siapa saja yang melanggar serta meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan. Guna menjaga agar suasana damai, mereka menolak pemberlakuan keadaan darurat sipil dan campur tangan pihak asing. Mereka sepakat menghilangkan semua fitnah dan ketidak-jujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain, demi terciptanya kerukunan hidup bersama. Disepakati juga tentang kebutuhan hak hidup bersama di Poso yang tersirat dari adanya pernyataan bahwa Poso adalah bagian integral dari NKRI, karena itu setiap warganegara memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai serta menghormati adat-istiadat setempat. Semua hak dan kepemilikan harus dikembalikan kepada pemilik yang sah sebagaimana sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.

Statistik Pengunjung

Socio Education

Merupakan Weblog tentang seputar materi ilmu sosial sebagai penunjang dan pelengkap edukasi.

  © Design Blog 'Ultimatum' by Socio Education 2020

Back to TOP