Entri Populer

Jumat, 23 Maret 2012

Ceritaku dari Pulau Anambas

 
Diatas pesawat terlihat pulau-pulau yang masih tumbuh hutan lebat dan pesisir pantai yang hijau dan biru muda, pasir nampak putih membatasi antara lautan dan daratan Kepulauan Anambas.

Sesampai kuinjakkan kaki ditanah Tarempa pusat kota di Kabupaten Kepulauan Anambas yang ramai dengan pompong (transportasi laut) dan speed boat transportasi laut modern dengan tenaga mesin yang bisa melesat cepat. Selain dua transportasi laut tersebut ada juga motor yang oleh warga disebut “Honda” merupakan kendaraan yang sering digunakan. Selain itu tidak terlihat kendaraan pribadi lain seperti halnya mobil. Ada mobil juga itu hanya milik Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, Pengadilan Agama, dan ambulans.

Aku disambut oleh Meila tim Labsos dan Bu Acim (kepala PAUD) di pelabuhan. Tidak menunggu lama aku bersama Pak Ubedilah, Pak Roni, Meila dan Bu Acim menuju ke Desa Rintis di kediaman Teteh Isye (Ketua Yayasan PAUD dan pemilik rumah yang mengijinkan rumahnya ditinggali). Perjalanan untuk mencapai ke Desa Rintis penuh jalanan yang terjal dan tinggi. Dan jaraknya lumayan jauh, memang tidak ada penjelasan berapa kilometer. Tapi kalau naik motor dengan kecepatan 20-35 km/jam dapat ditempuh selama 20 menit. Itu juga jalanan naik turun. Walau jalanannya sudah beraspal tapi tetap saja ada bagian yang masih bertanah.

Sesampai dirumah teteh Isye ponsel tidak ada sinyal dan tidak ada aliran listrik disini, pikir pasti jenuh disini. Jam tanganku menunjukan pukul 13.00 wib, Kata Teteh Isye masih ada 5 jam lagi untuk ada aliran listrik, karena disini listrik masih menggunakan diesel dan jadwalnya dari jam 6 sore sampai jam 10 malam. Padahal di kota masih ada sinyal dan listrik, tapi di desa ternyata listrik tidak ada dan sinyal pun tidak ada. Sehingga ponselku dinonaktifkan dan bersabar untuk bisa menghubungi orang-orang tercintai di pulau Jawa.

Lanjut setelah beristirahat sejenak, berkenalan dan berbincang-bincang, kita makan. Makanan disini selalu ditemani dengan ikan laut, pertama dengan cumi, lanjut ikan tongkol, ikan minyak, ikan simbok, dan menu lainnya seperti telor. Yang menjadi ciri setiap makan yaitu ada teh manis hangat (teh O) yang dihidangkan. Rasanya khas pulau Anamabas yaitu ada rasa cengkehnya dan kadang rasa cengkeh itu begitu terasa sehingga sedikit pahit. Yang paling kusukai ketika makan disini yaitu dengan cumi hitam alias blekutak. Memakan cumi hitam teringat di kampungku, Indramayu. Aku makan sehari 3 kali dengan lauk yang sehari sama, dan ada cerita yang lucu, yaitu ketika tukang sayur dan tukang pedagang ikan tidak lewat rumah maka tidak ada masakan. Ujung-ujungnya mie rebus lagi.

Ditengah-tengah masyarakat ku sebagai publik figure yang selalu bersinar bagi mereka, kadang ada yang minta pendapat untuk kemajuan desa ini. Di kedai sempat berdiskusi dengan mantan Kepala Desa Rintis Bapak Sutisna membahas desa yang diujung pulau ini. Ilmuku tidak terlalu banyak untuk memajukan desa yang besar ini tapi ku maksimalkan dengan semampuku. Di kedai inilah ku dapat berinteraksi dengan warga untuk bersosialisasi.

Keseharianku bertemu dengan guru-guru PAUD dan anak-anak PAUD Kurnia, banyak pengalaman yang didapat dari mereka dan banyak pula pelajaran yang bertambah bagiku.  Anak-anak PAUD begitu senang terhadapku, malah banyak yang berebut ingin disampingku, maklum aku guru satu-satunya yang lelaki sehingga paling tampan diantara guru-guru lain. Aku selalu menghibur mereka dengan ice breaking ala kota Jakarta, mereka pun riang. Sampai ku kehabisan ide untuk menghibur mereka kembali. Siangnya, ku mengajarkan guru-guru untuk membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH) dan mengajarkan untuk mengoperasikan komputer, lucu tapi kadang kesel juga karena guru-guru lupa melulu apa yang kuajarkan. Dan ku maklumi karena mengajari yang usia lanjut.

Di PAUD inilah ku habiskan paruh hari dan menghilangkan ingatan akan rindu dengan orang-orang di Jakarta. Menjadi seorang guru PAUD tidaklah mudah, butuh kesabaran yang super apalagi dengan anak-anaknya yang kadang susah diatur. Kalau disuruh belajar malah main-main seperti Rara dan Ridho, dua anak itu yang tak kulupakan.

Banyak hal yang ingin kuluapkan dalam tulisanku ini, pertama ingin ku sampaikan keadaan ekonomi disini sangat tinggi, harga melambung 2 sampai 4 kali lipat dari harga yang ada di Jakarta. Harga tomat satu buah bisa mencapai Rp. 5000,. Dan sayur sawi satu ikat di Jakarta bisa Rp.1000,. tapi disini harganya mencapai Rp.5000,. mie rebus Rp.7000., bakso Rp.10.00,. teh manis dan kopi Rp.4000 jika dikasih es harganya ditambahkan seribu sampai duaribu. Dan harga bensin untuk motor harganya bisa Rp.10.000-15.000,. tergantung persediaan dan distrubusi.

Dari beberapa wawancara sambil lalu dengan masyarakat Desa Rintis ini banyak disebabkan karena kebutuhan pokok tersebut berasal dari luar pulau misalnya dari Tanjung Pinang, Batam, dan Jakarta. Apalagi ketika distribusi terhambat dikarenakan gelombang air laut yang tinggi dan keadaan politik disini memanas maka harga sangat tinggi. Berdasarkan diskusi kecil di kedai dan sambil lalu dengan warga pendatang dari Jawa dan Jakarta kalau masyarakat disini sangat konsumtif, hal sepele dibeli dan tidak bisa untuk berproduksi sendiri. Contohnya, masalah sayur mayur, Kepulauan Anambas sangat kaya tanah dan sangat produktif ditanami dengan tumbuhan sejenis sayur, seperti tomat, sawi, kentang, wortel, dan harga paling tinggi yaitu cabe, sangat tidak menutup kemungkinan masyarakat setempat menanam cabe.

Walaupun ada tanaman sayur tapi tidak mencukupi kebutuhan ekonomi sehingga harus menunggu datangnya kapal laut Perintis yang datang dari Tanjung Pinang yang membawa pedagang-pedagang sayur. Kalau kapal laut Perintis tersebut datang, pasar Tarempa penuh dan berjubel untuk membelinya. Kapal laut Perintis pun sesak dengan barang-barang dagangan. Pernah kah masyarakat memikirkan untuk produksi sendiri?. Hal ini terjawab saat berdiskusi dengan masyarakat kelahiran Kepulauan Anambas, saat ditanya tentang kenapa lebih memilih membeli daripada memproduksi, mereka menjawab “lebih praktis” dan ada yang menjawab “lebih murah ketimbang membeli barang mentah”, mereka lebih enak membeli barang sudah matang dan jadi untuk di konsumsi. Pola pikir seperti ini yang menyebabkan salah satu tingginya harga sembako.

Begitu pula yang diungkapkan oleh pak Nur (48 tahun, sebagai utusan ComDev Premiere Oil bidang Pertanian dari dari Joglo Tani) dia mengamini kalau masyarakat setempat konsumtif dan sangat tidak peduli dengan masalah pertanian, padahal daerahnya sangat produktif untuk ditanami. Sekarang banyak pemilik kebun berasal dari pendatang dan pekerjanya dari warga setempat. Terus hasil panennya dijual lagi kepada masyarakat.

Kedua, tentang politik. Mula-mula heran melihat pemuda-pemuda berbaju safari atau baju ke-dinas-an halulalang di kota Tarempa,  yang laki-laki mengendari motor-motor keren, yang perempuan juga mengendarai motor dengan pakaian yang modis, berkerudung yang bergaya-gaya, penuh hiasan dan warna warni. Tidak satu hari yang kulihat dan tidak satu orang, tapi berkali-kali dan beberapa orang. Saat coba kutelusuri, kalau pemerintahan disini sedang membutuhkan pegawai, baik lulusan SMA juga diterima, padahal standarnya harus sarjana dan pernah berpengalaman dibidangnya tapi disini tidak begitu, maklum pemerintahan baru, kabupaten ini muncul belum lama ini sehingga banya kaum muda yang direkrut. Tapi akankah mereka pantas mengenakan baju beratribut pegawai negeri sipil dengan pekerjaannya?

Banyak cerita pula kalau pemerintah disini menghabiskan dana untuk hal yang tidak diperioritaskan, lebih diperuntukan perjalanan dinas dan pelatihan-pelatihan yang implementasinya “nol”. Kalau menurutku disini ada “gila pegawai” dan “pegawai gila”. Gila Pegawai yaitu orang yang berambisi untuk menjadi pegawai tapi dengan pendidikan dan pengalaman yang tidak tepat, maksa bagitu. Sedangkan dengan Pegawai Gila yaitu orang yang sudah menjadi pegawai stress dan dipenjara gara-gara terlibat korupsi, dan anehnya ada juga pejabat yang tidak mengerti tugasnya.

Ketiga, masalah budaya. Kepulauan Anambas merupakan bagian dari Pulau Sumatra dekat dengan Malaysia konon secara bahasa seharusnya berbahasa melayu, namun berbeda dengan di Desa Rintis ini mayoritas berbahasa sunda dan etnis sunda. Historisnya dahulu banyak masyarakat yang berasal dari Rangkasbitung Banten dan Bangka Belitung yang merantau ke desa ini. Secara budaya tidak terlihat kebudayaan asli dan produk daerah setempat. Budaya yang mereka terapkan masih kontemporer bagiku tidak ada ciri khusus budaya yang lahir disini. Namun masyarakat tanpa nilai dan norma tentu tidak mungkin, minimal punya suatu aturan yang ada di masyarakat ini, yaitu mereka membentuk rutinitas marhabanan (pengucapan sholawat-sholawat), namun rutinitas ini baru berjalan karena sebelumnya tidak ada disini.

Kultural lainnya, seperti seni, jenis musik, pakaian, atau makanan masih mirip dengan daerah asalnya di Banten, Jawa, dan daerah Sumatra bagian utara. Tidak ada ikatan tradisi dan adat istiadat yang kuat yang dapat mengikat mereka, dan juga tidak ada acara spriritual seperti Upacara keagamaan, Upacara adat saat musim tertentu.

Kepulauan Anambas sangat berpotensi bagi sarjana muda yang ingin mengabdikan dirinya di pulau kaya minyak ini, namun hal yang penting harus memiliki idealisme dan loyalitas tinggi untuk membangun daerah ini. Kalau tidak akan terkena arus yang dapat merusak citra positif. 


Jumat, 10 Februari 2012

Dugaan Piramida di Gunung Padang Mendekati Kenyataan


"Hasil dari International Conference on Indonesian Studies yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia di Inna Grand Bali Beach, Sanur memberikan sudut pandang yang semakin cerah terhadap perdebatan mengenai piramida yang menjadi kontroveersional tersebut. Bagaimanapun juga kita sebagai bangsa Indonesia harus optimis akan temuan-temuan peradaban bangsa Indonesia"


SANUR, (PRLM).- Setelah melakukan pengeboran secara diam-diam, Tim Katastropik Purba menemukan atap, lorong, dan material pasir di kedalaman 26 meter terkubur di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Penemuan itu membuktikan gambar yang dihasilkan dari pemetaan geolistrik berupa piramida itu untuk sementara ini benar. Koordinator Tim Katastropik Purba sekaligus Staf Presiden Andi Arief mengatakan itu dalam International Conference on Indonesian Studies yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia di Inna Grand Bali Beach, Sanur, Kamis (9/2).

Menurut dia, susunan yang ditemukan diduga kuat atap piramida persis seperti hasil geolistrik. Saat ini, temuan tersebut akan dilanjutkan dengan tahap eskavasi. Untuk itu, ia meminta agar pihak-pihak lain untuk menahan diri tidak mengomentari hasil temuan sementara itu sebelum seluruhnya rampung. "Kita mengimbau para ahli yang tidak melakukan riset, untuk bersabar. Terbukti di Gunung Padang itu sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan ternyata ada," ujarnya.



Dugaan adanya piramida di Gunung Padang juga berlaku untuk Gunung Sadahurip. Sebab, gambar hasil pemetaan geolistrik di Sadahurip juga hampir sama dengan gambar geolistrik di Gunung Padang. Oleh karena itu, ia tidak akan berhenti menelusuri keberadaan bukti-bukti arkeologi di kedua titik tersebut. Rencananya, pengeboran Sadahurip akan dilakukan mulai Maret mendatang. "Dari hasil geolistrik antara Gunung Padang dengan Sadahurip itu tidak begitu beda. Pembuktiannya nanti melalui pengeboran. Yang jelas, Gunung Padang hasilnya sama antara pengeboran dan geolistrik," ucapnya.

Andi mengaku bahwa upaya riset dan penelitian itu telah mendapat restu dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Oleh karena itu, upaya penelitian terkait itu akan terus dilakukan. Pekerjaan besar ini adalah yang pertama kali dilakukan di dunia karena terencana. Sejak masa kolonial berakhir, kata dia, penemuan arkeologi hanya berdasarkan faktor kebetulan semata. Misalnya karena kebetulan ditemukan oleh petani yang sedang mencangkul. kalau pada tahun 1800 saja ditemukan banyak bukti sejarah, kita kok sekarang sedikit sekali, lebih banyak karena cangkulan petani.



Terkait rencana pengeboran Sadahurip dan Gunung Padang, Pakar Genetika sekaligus penulis buku Eden in The East, Profesor Stephen Oppenheimer enggan berkomentar banyak karena dirinya tidak meneliti hal itu. Pada kesempatan itu, Oppenheimer hadir menyampaikan pidatonya terkait hasil temuannya tentang teori banjir besar yang menenggelamkan Sundaland (Benua Sunda) yang merupakan wilayah Asia Tenggara kini.

Dalam bukunya berjudul Eden in The East, Oppenheimer mengatakan bahwa peradaban Benua Sunda adalah awal mula dari peradaban maju yang ada di dunia. Hal itu ditandai dengan adanya penemuan sistem agrikultur dan peternakan yang telah maju sejak 16.000 tahun yang lalu.

Yang dimaksud dengan Sundaland oleh Oppenheimer yaitu melingkupi Indonesia kecuali Sulawesi dan Papua yang berbeda lempeng bumi, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan negara Asia Tenggara lainnya saat ini. Wilayah Asia Tenggara semula berada di satu daratan, namun terpisah setelah didera banjir besar berupa kenaikan muka air laut akibat es di kutub utara yang mencair.



Banjir besar itu terjadi tiga kali, yaitu yang pertama terjadi pada 14.500 tahun yang lalu yang menenggelamkan sebagian wilayah Jawa sehingga membentuk Pulau Jawa terpisah dari Kalimantan dan Sumatera yang terpisah oleh Laut Jawa dan Selat Sunda. Selain itu, banjir besar periode pertama itu juga menenggelamkan sebagian utara Kalimantan dan Sumatera sehingga membentuk Pulau Sumatera terpisah dengan Malaysia dan Kalimantanserta terbentuknya Laut China Selatan. Banjir kedua terjadi pada 11.500 tahun lalu dan banjir ketiga terjadi pada 8.400 dan 7.250 tahun lalu. "Ketiga banjir besar itu

Andi meminta agar tidak mengkait-kaitkan penelitian Tim Katastropik Purba dengan teori Oppenheimer tersebut. Menurut dia, justru penelitian itu dilakukan untuk menambah bukti-bukti baru yang mendukung teori Oppenheimer.

Selain Oppenheimer, konferensi itu juga dihadiri 150 peneliti budaya dari berbagai negara, di antaranya Vietnam, Kenya, Tunisia, Azerbaijan, Denmark, Jerman, Turki, Ukraina, Perancis, dan lainnya. Konferensi akan berlangsung hingga Jumat (10/2) malam dan dibuka oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ukus Kuswara, Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Soemantri didampingi oleh Dekan FIB UI Dr. Bambang Wibawarta.


sumber:http://www.pikiran-rakyat.com/node/176258


Lihat juga Kajian Sosiologi Nusantara: Heboh Isu Piramida di Garut, Jawa Barat


Kamis, 09 Februari 2012

Kajian Sosiologi Nusantara: Heboh Isu Piramida di Garut, Jawa Barat

"Kini Indonesia hangat dibincangkan dengan temuan Piramida di Garut Jawa Barat, konon lebih besar dan lebih tua dari Piramida Giza di Mesir. Temuan ini menarik seorang ahli genetika dan struktur DNA manusia dari Oxford University Prof. Stephen Oppenhaimmer penulis buku Eden In The East untuk ikutserta dalam Sarasehan di Bali 9 Februari dan juga Presiden Susilo Yudhoyono merestui tentang penyidikan oleh Tim Studi BKP. Lantas seberapa kuatkah fenomena sosiologi nusantara tersebut?"



"Piramida" di Garut Belum Kesimpulan Akhir




Tim peneliti akan menyimpulkan jika pengeboran dan eskavasi selesai dilakukan.



artikel dari teknologi.vivanews.com


Kontroversi temuan bangunan mirip piramida di sejumlah tempat di nusantara akan dipaparkan dalam sarasehan bertajuk "Mengungkap Tabir Peradaban dan Bencana Katastropik Purba di Nusantara untuk Memperkuat Karakter dan Ketahanan Nasional", di Gedung Krida Bhakti, Sekretariat Negara, pada 7 Febuari 2012.

Sarasehan itu akan menghadirkan para ahli geologi dan bidang ilmu lainnya yang selama ini meneliti Gunung Padang dan Gunung Sadahurip di Jawa Barat, serta sejumlah tempat lainnya di nusantara.



Seperti diberitakan, untuk membuktikan dugaan para ahli itu, sejumlah riset telah dilakukan di Gunung Sadahurip dan Gunung Padang, antara lain melalui georadar, geolistrik, foto kontur dan foto IFSAR. Kini, tahap selanjutnya akan dilakukan pengeboran mendalami batuan di sejumlah tempat itu.

“Kemungkinan pada Maret nanti sebagai eskavasi awal, akan kami selidiki batuan di dalamnya,” kata salah satu anggota tim, Ir Iwan Sumule kepada VIVAnews.com, Senin, 30 Januari 2012. Sebelumnya, kata Iwan, pengeboran telah dilakukan, namun pada Maret nanti akan dilakukan ke lapisan yang lebih dalam.


Staf Khusus Presiden Bidang Bencana dan Bantuan Sosial Andi Arief mengatakan sarasehan itu bertujuan memaparkan hasil kerja Tim Riset Katastropik Purba selama ini. "Saresehan ini adalah bagian dari agenda Tim Katastropik Purba, yang telah bekerja keras selama ini", ujarnya kepada VIVAnews, Selasa 31 Januari 2011.


Belum menyimpulkan

Andi Arief mengatakan tim peneliti, yang sebagian besar geolog senior dari ITB, belum sampai pada kesimpulan di dalam Gunung Sadahurip dan Gunung Padang terdapat "piramida" yang lebih tua dari piramida Mesir. "Kesimpulan baru bisa diperoleh setelah semua langkah riset ilmiah dilakukan, termasuk pengeboran dan eskavasi," ujar Andi.

Sarasehan besok lusa itu, kata Andi, akan membahas semua hal berkaitan dugaan adanya bangunan "piramida". "Meskipun temuan awal cukup kuat mengarah ke soal adanya piramida, kita tetap mengacu pada fakta empirik. Jalannya hanya melalui pengeboran dan eskavasi," ujar Andi.

Informasi itu sekaligus mengkoreksi pemberitaan sebelumnya bahwa tim telah sampai pada kesimpulan adanya bangunan menyerupai piramida di Gunung Sadahurip dan Gunung Padang.

Sebelumnya dikatakan dua geolog telah berkesimpulan di Gunung Padang dan Sadahurip ada piramida. "Dr Andang Bachtiar dan Dr Danny Hilman belum memberi kesimpulan bahwa di dalam Gunung Sadahurip ada bangunan 'piramida'," ujar Andi.

Yang benar, tim itu sedang meneliti banyak sekali fenomena kebencanaan purba termasuk di Gunung Padang dan Gunung Sadahurip. Tapi sejauh ini penelitian di Sadahurip masih terus berlanjut, dan masih belum menyimpulkan ada atau tidaknya "piramida" di sana.



Penelitian tentang kebencanaan purba di sejumlah lokasi itu bertujuan melengkapi data-point statistik daur ulang kebencanaan. Informasi itu sangat bermanfaat dalam upaya prediksi ilmiah kebencanaan, baik besaran, lokasi, dan juga waktu ulangnya.

"Selain itu bertujuan mempelajari persepsi, cara tindak, dan rekaman kebudayaan masa lalu terkait mitigasi bencana, yang seringkali dibahasakan sebagai kearifan lokal," ujar Andi.

Dikatakan, fokus utama sarasehan besok bukan pada Gunung Sadahurip saja, tetapi juga hasil sementara penelitian di daerah lain yang sudah jauh lebih maju status penelitiannya dibanding Sadahurip. Antara lain di Banda Aceh, setelah daerah itu disapu bencana dahsyat gempa dan tsunami pada 2005. Lalu juga situs di Trowulan, Batujaya, dan Gunung Padang.

"Tentu, di bagian akhir, sarasehan akan membahas kemajuan penelitian di Gunung Sadahurip sebagai pelengkap," ujar Andi menambahkan.


Selain sarasehan, hasil temuan Tim Katastropik juga akan dibahas dalam pertemuan kebudayaan internasional di Bali, 9 Februari mendatang, yang digarap oleh Universitas Indonesia.

Dikatakan, ilmuwan Oxford, Inggris, Prof Dr Stephen Oppenheimer, penulis buku laris "Eden in the East" juga tertarik dengan keberadaan "piramida" di Gunung Sadahurip dan Gunung Padang, dan akan hadir di pertemuan Bali itu.




Lihat "Atlantis Itu Indonesia" Sebuah Kajian mengungkap Filsuf Plato tentang Benua Atlantis yang hilang.

Jumat, 03 Februari 2012

Menelaah Artikel Kompasiana: "Zainab Al-Khawaja, Ratu Twitter dari Bahrain"


"Isu terkait akun Twitter di Indonesia yang akan dihapuskan tidak akan berjalan dengan semestinya, banyak alasan mengatakan Indonesia adalah negara demokratis tinggi, yang bisa berpendapat melalui jejaring sosial, hal ini tidak berdampak pada gerakan revolusi yang mulai bergema di Indonesia. Lantas kenapa Twitter di Indonesia akan dihapuskan?" Oleh: Nurul Hidayat



Gerakan pro demokrasi menggunakan media jejaring sosial terbukti cukup efektif menjatuhkan sejumlah diktator di Timur Tengah. Mereka yang telah menjadi korban efektivitas media jejaring sosial itu, antara lain Ben Ali, Presiden Tunisia yang melarikan diri ke Arab Saudi, disusul Presiden Mesir Hosni Mubarak, pemimpin Libya Moammar Gaddafi, Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, dan kini yang sedang berada di ujung tanduk adalah Presiden Suriah.


Keberhasilan gerakan pro demokrasi di sejumlah negara Arab itu, menginspirasi sejumlah aktivis anti monarki Bahrain yang menggunakan Twitter untuk menumbangkan raja mereka. Aksi itu dimotori oleh Zainab Al-Khawaja. Dia adalah seorang aktivis HAM sekaligus blogger terkemuka di negara tersebut. Akibat aksi penggalangan massa via Twitter, akhirnya dia ditahan polisi saat berlangsungnya protes di Manama, Jumat (16/12/2011) tahun lalu.



Zainab Al-Khawaja adalah putri seorang tokoh oposisi terkenal di negara itu. Dia memiliki akun twitter dengan nama @angryarabiya. Saat kerusuhan itu terjadi, dia tidak mau beranjak dari bundaran jalan raya Budaiya. Kabarnya dia menolak untuk meninggalkan bundaran yang terletak di sebelah barat kota Manama itu sampai akhirnya polisi menangkap Zainab.

Tribunjogja.com, Jumat (16/12) melaporkan tentang penangkapan Zainab Al-Khawaja: Dia diborgol dan dibawa pergi oleh polisi bersama dengan setidaknya satu pengunjuk rasa wanita lain. Zainab sempat menulis tweets: “Saya duduk di bundaran jalanan Budaiya, mereka berteriak turunkan Hamad, dan seketika polisi anti huru hara tampaknya tidak tahu harus berbuat apa. Seorang gadis telah bergabung dengan saya sekarang.”



Solidaritas kepada Zainab Al-Khawaja terus mengalir memenuhi timeline twitter, baik timeline sahabat-sahabat dan pendukungnya. Mereka menulis #FreeForBahrain, #FreeZainab #Bahrain dan banyak komentar yang mendukung gerakan pro demokrasi yang sudah berlangsung sejak 10 bulan lalu. Dukungan itu bukan hanya dari tweeps di negara itu, malah berdatangan hampir dari seluruh dunia.

Fenomena itu barangkali yang membuat Pangeran Al Waleed bin Talal, anggota Kerajaan Arab Saudi begitu khawatir, sehingga dia menginvestasikan dananya kepada mikroblog Twitter. Dengan kekuatan uang, dia dengan mudah dapat membungkam kekuatan Twitter di negaranya.

Tanda tanya orang terhadap motivasi Pangeran Al Waleed bin Talal membeli saham Twitter akhirnya terjawab. Tidak lama kemudian, Twitter yang salah satu pemiliknya adalah keluarga Kerajaan Arab Saudi itu, menyatakan akan mulai membatasi tweets di negara tertentu. Dapat dipastikan, salah satu negara yang tidak bebas lagi untuk berkicau (tweets) adalah di Arab Saudi.



Mungkinkah pembatasan semacam itu akan diikuti oleh negara lain, Indonesia misalnya. Sepertinya, Indonesia yang sudah berada dalam alam demokrasi, tentu tidak ada untungnya mengambil langkah ini. Pembatasan terhadap kebebasan berpendapat melalui media jejaring sosial pasti akan mencederai demokrasi itu sendiri.

Lebih-lebih Twitter merupakan media jejaring sosial terbanyak kedua setelah Facebook yang digunakan oleh orang Indonesia. Kompasdotcom (9/11/2011) menulis bahwa Twitter dan Facebook digunakan oleh 47 juta warga Indonesia. Angka yang sangat besar untuk melakukan sebuah pembatasan. Pastinya, Indonesia bukan Timur Tengah yang otoriter dan selalu khawatir dengan gerakan pro demokrasi.

dikutip dari http://media.kompasiana.com/new-media/2012/02/01/zainab-al-khawaja-ratu-twitter-dari-bahrain/

UNJ Diterpa Badai Korupsi, Perlu Reformasi Birokrasi



Oleh: Syaifudin*

Jangan Tuan terlalu percaya pada pendidikan sekolah. Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit-bandit yang sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip. Apalagi kalau guru itu sudah bandit pula pada dasarnya.
(Pramoedya Ananta Toer - Jejak Langkah)

Dalam perjalanan IKIP Jakarta hingga kini (Universitas Negeri Jakarta), kiranya kasus korupsi yang mencuat di media massa (sumber: www. republika.co.id atau www.detiknews.com) baru-baru ini membuat geram seluruh sivitas akademika UNJ. Bagaimana tidak, belum lama kita memperingati hari guru, dan memuji tinggi-tinggi nama mulia tersebut, tetapi justru institusi pendidikan yang melahirkan para guru ini mendapat kado yang sangat tidak mengenakan, bahkan tragis. Namun inilah realitas.

Dimana di tengah genderang perang bangsa ini terhadap masalah korupsi sebagai musuh bersama. Justru masalah ini terjadi dilingkungan institusi pendidikan yang melahirkan para calon guru. Ironis. Sepertinya memang gejala korupsi sudah tidak mengenal batas lagi, menerobos tanpa melihat status dan fungsi.

Dalam dua media massa tersebut tertulis bahwa terdapat dua oknum UNJ yang dinyatakan tersangka oleh Kejaksaaan Agung (Kejagung) pada 29 November 2011 dengan mendasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 161/F.2/Fd.1/11/2011 dan Sprindik Nomor 162/F.2/Fd.1/11/2011, bisa jadi hanya satu dari sekian oknum yang terlibat. Apalagi ini bicara mengenai sistem birokrasi. Tentu saja segala tata pelaksanaan tidak semata diketahui dan dijalankan oleh satu atau dua orang saja, tetapi secara birokratis.

Kini UNJ sedang didepan “front stage” dengan topeng yang terbuka. Impression management (meminjam istilah Erving Goffman dalam teori dramaturgi) sudah mencapai kebuntuhan akal, sehingga keaslian dari wajah itu benar-benar terlihat. Masalah korupsi tender laptop dan alat laboratorium merupakan sekian dari banyak masalah yang terungkap.

Kita tentu masih ingat mengenai masalah dana wisuda semester genap lalu yang mencapai 2 miliar (hasil pembiayaan dari 2794 wisudawan), namun ternyata pelaksanaan wisudanya banyak dikeluhkan oleh para wisudawan karena tidak sesuai dengan dana yang mereka keluarkan. Lalu pertanyaanpun muncul disetiap benak mahasiswa, alumni, dan orang tua mahasiswa UNJ, kemana dana wisuda 2 miliar itu dengan kondisi wisuda seperti ini? Pertanyaan lain juga dilontarkan pada “dana alumni”, yang kalau dirasakan tidak ada kegiatan yang diketahui oleh para mahasiswa. Hal ini tentu berbeda dengan organisasi Ikatan Alumni UI (ILUNI UI) yang aktif selalu mengadakan kegiatan bagi kemajuan mahasiswa dan alumninya. Lalu bagaimana dengan Ikatan Alumni UNJ, bersama dananya? Seperti bayangan, yang tak tampak eksistensinya. Lalu mahasiswa juga selalu mempertanyakan tata kelola uang dan fasilitas perparkiran di UNJ, yang dinilai terlalu komoditis dan tertutup sekali. Namun yang jelas masih banyak lagi masalah yang ada di kampus hijau ini.

Subsistem yang aktif dan reformasi birokrasi

Permasalahan yang membuat citra buruk kampus hijau ini memang sudah terjadi. Pertanyaannya adalah bagaimana mengangkat citra baik UNJ kembali sebagai institusi pendidikan yang melahirkan para calon guru ini? Apakah lantas kita saling menikam, dan menghakimi, hingga tidak menemukan solusi tapi yang ada rasa egoisitas dan malu menjadi warga UNJ? Atau coba berpikir bijak atas badai masalah ini? Yang jelas kita harus bangkit dari badai masalah ini.

Masalah ini sesungguhnya bersifat struktural fungsional. Di mana asumsi utamanya yaitu melihat bahwa sivitas akademika sebagai sebuah sistem yang di dalamnya terdapat sebuah subsistem. Di mana subsistem ini memiliki fungsinya masing-masing dan tidak dapat digantikan. Dengan kata lain, pada perspektif ini menganalogikan sivitas akademika seperti sebuah sistem organik atau organisme manusia yang merupakan satu-kesatuan yang memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Apabila salah satu subsistem ini tidak berfungsi maka subsistem yang lain pun mengalami kondisi yang abnormal atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Pada konteks sistem organik di UNJ sendiri, subsistem itu bisa dibagi dalam beberapa bagian. Pertama, subsistem stake holder, dalam hal ini pemegang dan pembuat kebijakan baik tingkat Universitas, Fakultas sampai Jurusan, seperti Rektor, Kepala UPT, Pimpinan Fakultas-Jurusan, Dewan Senat, dan Guru Besar (Lihat statuta UNJ BAB IX mengenai susunan organisasi yang termaktub dari pasal 23 sampai 49). Kedua, subsistem pendidik atau dosen. Ketiga, subsistem mahasiswa, dan Keempat subsistem alumni (Lihat statuta UNJ BAB X mengenai mahasiswa dan alumni yang termaktub dari pasal 50 sampai 55).

Berangkat dari pembagian subsistem di atas. Di sini terlihat bahwa pada hakikatnya pencapaian “goal” UNJ tergantung dari bagaimana subsistem itu berjalan sebagaimana mestinya. Visi, misi dan tujuan UNJ tidak akan terwujud secara optimal apabila ada yang bermasalah pada salah satu subsistem atau mungkin semua subsistem bermasalah.

Berdasarkan pembahasan singkat mengenai sistem organik UNJ di atas, penulis sedikit berefleksi atas badai masalah ini. Pertama, masalah ini kiranya perlu mendapatkan perhatian serius dari para Dewan Guru Besar UNJ (jika mengacu pada statuta UNJ BAB IX pasal 28, bahwa Senat UNJ diketuai oleh Rektor sendiri, jadi penulis lebih baik dan berharap kepada Dewan Guru Besar UNJ) yang memiliki fungsi dalam mengontrol para pimpinan kampus - sebagaimana peran aktif para dewan guru besar UI manakalah Rektor UI dinilai salah dalam memberikan gelar doctor honoris causa kepada raja Arab. Di mana peran dewan guru besar UNJ ini mempertanyakan duduk perkara yang menderah kampus ini. Jika ditemukan keganjilan atau kesalahan pada para pimpinan UNJ ini, maka kiranya perlu adanya reformasi birokrasi guna menyelamatkan dan membersihkan nama baik UNJ. Dengan demikian - mengacu pada semangat bushido Jepang - pimpinan UNJ yang dirasa gagal menjalankan amanahnya harus memiliki jiwa kesatria untuk mundur dari kursi kepemimpinannya. Apalagi UNJ selalu giat melaksanakan seminar “Pendidikan Karakter” yang isinya mengajarkan kepada para peserta untuk berkarakter (salah satunya berjiwa kesatria). Kegiatan ini tentu akan menjadi adagium “menepuk air didulang, terpercik muka sendiri” atau “telunjuk lurus, kelingking berkait”.

Kedua, peran aktif dosen UNJ sendiri. Sikap apatis dan sinis atas masalah yang menderah UNJ tentu harus dihilangkan dari dalam benak para dosen ini. Justru perlu kerja keras untuk memberikan pencerahan kepada mahasiswa untuk berpikir kritis dan tentunya objektif dalam menilai setiap masalah yang ada di UNJ ini. Selain itu juga para staf pengajar ini harus menjadi satu barisan dengan perjuangan mahasiswa. Pasalnya selama ini mahsiswa selalu berjuang sendiri tanpa dukungan dosen, sehingga selalu kalah dalam memperjuangkan masalah kebenaran di kampus hijau ini. Apalagi dosen bukanlah semata seorang tukang yang fungsinya mengajar ilmu pengetahuan saja, tetapi ia juga aktor intelektual transformatif. Bagaimana mahasiswanya dapat kritis dan aktif kalau orang yang diguguhnya (dosen) saja apatis dan sinis atas masalah dikampus tempatnya bekerja dan lebih sibuk mementingkan masalah proyek diluar daripada mengembangkan kualitas pengetahuan, dan nalar kritis mahasiswanya.

Ketiga, peran aktif mahasiswa - mahasiswa di sini bukanlah dalam arti mahasiswa elemen sipil, eksekutif, dan legislatif, serta sarjana-pascasarjana, tapi semua mahasiswa yang kuliah di UNJ memiliki peran dan tangung jawab yang sama. Nama mahasiswa selalu diidentikkan sebagai aktor perubahan progresif. Namun tidak sedikit (bahkan sangat banyak) mahasiswa UNJ yang apatis dan sinis atas masalah yang menderah UNJ. Mereka lebih asik nongkrong, main kartu, bernyanyi, kuliah, dan merokok, dibandingkan berpikir dan bergerak terhadap permasalahan dikampusnya - ketika ada masalah baru mereka spontan bereaksi bahkan menghakimi tanpa berefleksi. Sebaliknya hanya sedikit mahasiswa yang mau menyeruhkan dan bergerak (berdemonstrasi) menyatakan sikap mereka atas kebobrokan yang melanda kampusnya, seperti masalah BHP, BLU, IDB, kenaikan biaya kuliah, kenaikan biaya wisuda, dan lain sebagainya. Sebab masalah UNJ merupakan “snowball” dari masalah-masalah yang tersistematiskan, dan bukan masalah yang timbul begitu saja. Jika memang yang lebih mendominasi mahasiswa apatis di kampus ini, maka semakin bebaslah gerak para oknum-oknum di kampus ini melalui hegemoninya melahap hak-hak mahasiswa itu sendiri.

Keempat, peran aktif alumni. Selepas dari kampus dan menyandang gelar alumni, bukan berarti rejim tanggung jawab terhadap kampus selesai dan hilang begitu saja. Justru selain dosen, peran alumni juga sangat dinantikan oleh mahasiswa untuk masuk dalam barisan sabagai pengontrol dan pengawas segala kebijakan kampus yang dinilai tidak sesuai dan dan menyimpang. Walaupun dalam statuta penjelasan mengenai alumni (Pasal 55) tidak signifikan peranannya - hanya semata penjelasan peran yang normatif, tetapi sikap tanggung jawab kepada almamater sebagai pengawas dan kontrol diluar kampus harus tetap berjalan, dan tidak lantas terbuai dalam dunianya sendiri - minimal turut memberikan pencerdasan kritis kepada adik-adiknya yang masih kuliah untuk bergerak dan tidak pasif, bahkan kalau perlu alumni memfasilitasi dan memediasi aksi mahasiswa manakalah tidak ada dosen yang mau mendampingi mereka.

Dengan adanya perpaduan antara keempat subsistem di atas, maka harapan seluruh sivitas akademika UNJ terhadap kampus yang bersih dari korupsi dan ketidakadilan dapat menjadi kokoh. Jika kita bayangkan kapitalisme dan korupsi di area pendidikan sebagai satu gedung, maka institusi pendidikan di Indonesia bahkan dunia adalah tiang-tiang yang mendukung gedung itu, maka UNJ merupakan salah satu dari tiang-tiang itu. Selain itu semua sivitas akademika juga mengetahui bahwa cepat atau lambat gedung itu sekali waktu akan runtuh seluruhnya. Akan tetapi realisasi runtuhnya serta cara bagaimana runtuhnya, dan kapan runtuhnya, hanya praktik yang akan mengetahui dan menentukannya. Sangat mungkin bahwa semua tiang akan serentak tumbang dan bersama-sama dengan itu juga robohlah seluruh bangunan. Akan tetapi mungkin juga bahwa tiang-tiang itu tidak tumbang serentak, tetapi berurutan. Sekali lagi tergantung bagaimana kita menjalankan praktik mulia ini.

Kiranya inilah tulisan refleksi penulis yang sedih melihat almamaternya diderah badai hebat yang memporak-porandakan citra baik almamaternya. Karena nilai setitik rusak susu sebelangga, karena ulah beberapa oknum seluruh sivitas UNJ (dosen, mahasiswa, alumni) kena getahnya - harus menanggung beban dosa dan cacian dari subsistem diluar kampus UNJ. Semoga almamater pelahir guru dan penggerak peradaban bangsa ini dapat bangkit dari keterpurukan yang melandanya. Seorang filsuf pernah mengatakan bahwa “Luka hanya bisa sembuh melalui lembing yang menikam kita”, maksudnya karena suatu oknum membuat citra UNJ buruk, tetapi didalam UNJ jugalah citra buruk itu akan hilang. Sehingga UNJ dapat terus melahirkan para calon guru bangsa yang berkualitas dan (benar-benar) berkarakter. SAVE UNJ FROM CORRUPT……

*Alumni dan rakyat yang mencintai UNJ.

Tulisan ini hanya sebatas refleksi dan kepedulian penulis terhadap almamaternya.

Jakarta, 02 Desember 2011.

Kamis, 02 Februari 2012

Telaah Sosiologi Organisasi: KSR PMI UNJ Dalam Konteks Historis

Tugas Uas Organisasi Ksr Pmi Uj

Rabu, 13 April 2011

Warung Wong Reang: Interaksi Berbahasa Indramayu

Pengantar


Tulisan ini berupaya mengangkat fenomena yang terjadi di salah satu warung Jalan Pemuda. Dalam pengamatan etnografi warung ini tidak jauh berbeda dengan warung lain pada umumnya, hanya yang membedakan adalah cara bicara penjual-pembeli yang menggunakan bahasa Indramayu. Hal ini yang menjadi alasan mengapa mengambil tema tersebut, pada mulanya sekitar bulan Agustus tahun 2008 ketika penulis baru datang ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah di Universitas Negeri Jakarta, penulis membeli mie rebus di malam hari sekalian menghabiskan waktu malam dengan berinteraksi dengan warga sekitar karena warung merupakan media yang tepat. Dan dari interaksi tersebut terjadi komunikasi dua arah yang mulanya menggunakan bahasa Indonesia, akan tetapi setelah mengenal satu sama lain asal daerah maka perbincangan dua arah itu menjadi menggunakan bahasa Indramayu. Bukan hanya satu-dua pembeli akan tetapi mayoritas pembeli yang hadir saat itu menggunakan bahasa Indramayu. Jika terus diamati tentunya disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadikan warung ini bernuansa dengan bahasa Indramayu dan warung tersebut tidak sengaja diwajibkan menggunakan bahasa Indramayu akan tetapi hal ini disebabkan tumbuhnya akan rasa etnosentrisme kedaerahan.

Selintas dibenak kita akan arti warung sebagai tempat berjualan barang-barang, makanan, dan alat-alat yang menyediakan kebutuhan masyarakat. Warung juga sebagai media interaksi dan sosialisasi masyarakat yang saling bertukar informasi ketika melakukan aktivitas jual beli. Warung memiliki beragam jenis penjualan, jenis warung akan diketahui berdasarkan barang yang dijual di warung tersebut. Misalkan warung kopi, isi dalam warung kopi adalah beragam jenis kopi walaupun tidak seutuhnya menjual kopi, dalam warung kopi tersebut bisa menjual teh, susu, dan biasanya warung kopi menjual mie rebus dan mie goreng. Warung dijadikan tempat yang cocok untuk saling berinteraksi dan berkumpulnya masyarakat. Berkumpulnya masyarakat dalam satu tempat membentuk suatu komunitas yang secara tidak sadar membuat kelompok sosial. Kelompok sosial terbentuk berdasarkan kesamaan tujuan, nasib, sejarah dan satu seperjuangan. Komunitas warung tersebut jika ditelisik konsumennya adalah orang-orang pangkalan truk, warga sekitar, dan juga dari pendatang daerah, terutama pemulung asal Indramayu.

Sedangkan istilah “wong reang” diambil dari bahasa Indramayu, kalau diartikan dalam bahasa Indonesia “wong” artinya orang dan “reang” artinya saya atau kita. Orang Indramayu menyebut dirinya sendiri dengan nama “reang”, ketika orang Indramayu bertemu dengan orang lain yang paham dengan nama “reang” maka orang tersebut pasti menafsirkan kalau dia berasal dari Indramayu. Jadi “wong reang” adalah orang kita, bisa diartikan juga sebagai orang Indramayu. Kita bisa melihat kalau warung tersebut adalah komunitas orang Indramayu walaupun tidak semuanya berasal dari Indramayu, akan tetapi orang-orang di warung tersebut rata-rata bisa berbahasa Indramayu. Pemilik warung berasal dari Sindang Laut, Kabupaten Cirebon. Karena mayoritas pengunjung berasal dari Indramayu maka bahasa yang digunakan di warung tersebut adalah bahasa Indramayu, atau bahasa Jawa Kasar. Pengunjung warung tersebut adalah supir dan kernet truk yang mangkal di tempat tersebut. Kebetulan letak warung dan pangkalan truk bersampingan maka warung ramai di kunjungi oleh orang-orang Indramayu. Sebutan ini yang menjadi perubahan perbincangan yang mulanya dengan bahasa Indonesia menjadi menggunakan bahasa Indramayu.


Setting Warung dan Pangkalan Truk


Letak warung berada di pinggiran sungai RT.003 RW.02 Kelurahan Rawamangun Kecamatan Pulo Gadung dan juga samping Jalan Assalam atau dulu daerah tersebut lebih dikenal sebagai pangkalan truk. Daerah tersebut pada tahun 1980-an merupakan rawa-rawa dan masih banyaknya tanaman milik warga, seperti singkong, pisang, dan mangga. Akses jalan ke warga hanya bisa dilalui dengan jalan kaki karena pada saat itu belum dibangun jembatan. Namun pada tahun 1990 tanaman milik warga tersebut digusur akibat pembuatan jalan baru dan perluasan jalan arah Pulo Gadung-Rawasari. Lahan bekas timbunan tanah menjadi arena yang dimanfaatkan oleh warga setempat untuk membuka lapak dagangan, seperti pedagang nasi ayam goreng/bakar, dan membuka warung-warung kecil. Pada tahun 2008 pangkalan truk pindah ke dekat warung dan samping sungai, dulunya pangkalan truk menempati lahan yang sekarang dijadikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jalan Pemuda, pada saat itu juga dibangun Jalan Assalam sebagai perluasan dari bangungan Plaza Toyota Pemuda. Berikut ini adalah penuturan Abah Udin seorang imam Masjid Assalam yang menceritakan lahan tersebut.

“waktu tahun 1980-an samping jalan itu adalah rawa-rawa dan tanaman milik warga, yang sengaja di tanam untuk memanfaatkan lahan kosong, tapi setelah pembangunan jalan baru ada, pangkalan truk jadi pindah kesitu”.

Jalan Pemuda 1 terkenal dengan julukan pangkalan truk karena sudah ada sejak tahun 1980an dan truknya berjejer disamping Jalan Pemuda. Keberadaan pangkalan truk menjadi tidak menentu ketika terjadi penertiban jalan karena mengakibatkan kemacetan di Jalan Pemuda dan mengusir beberapa truk untuk pindah pangkalan. Setelah itu truk banyak yang terpencar akan tetapi masih berada disekitar Jalan Pemuda. Keberadaan pangkalan truk yang ada di samping jalan membuat warung menjadi semakin ramai dikunjungi.

Warung tersebut tidak memiliki nama khusus, terletak di samping Jalan Assalam dan tidak jauh dari Masjid Assalam. Dan juga letaknya tidak jauh di samping jalan menuju Pulo Gadung dari arah Rawasari. Dilihat dari Jalan Pemuda 1 memang tidak begitu jelas, karena kondisi warung yang tertutup dan tidak begitu besar. Ada dua pangkalan truk di Jalan Pemuda 1, pertama yang di jembatan penyebrangan dekat dengan Universitas Ibnu Chaldun, dan satunya lagi dekat dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Untuk menemukan warung ini kita temukan terlebih dahulu pangkalan truk di Jalan Pemuda 1, dekat dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) lampu merah Pramuka-Pemuda. Warung ini akan terlihat jelas manakala kita memasuki Jalan Assalam, jalan di samping Plaza Toyota Pemuda. Samping kiri warung terdapat konter pulsa, dan konter pulsa tersebut tepat di samping Jalan Assalam, samping kanan warung terdapat pangkalan truk, sedangkan depan warung terdapat tambal ban yang tepat di samping jalan arah Pulogadung. Dan belakang warung terdapat kali kecil ukurannya sekitar 3 meter dan kapasitas airnya tidak terlalu banyak.

Letak geografis warung yang di sisi kanan adalah pangkalan truk dan sisi kiri adalah Jalan Assalam menjadikan warung ini dapat diakses oleh pengunjung, serta warung tersebut dekat dengan pemukiman warga RT.003. warga tersebut menurut Bapak Kasdianto selaku Ketua RT.003 mayoritas berasal dari Jawa (wong wetan), dan termasuk di dalamnya berasal dari Indramayu dan Cirebon. Melihat berdasarkan jenis warung yang dijual yaitu kopi dan mie yang menjadi daya darik terutama pengunjung warung tersebut mayoritas adalah kaum lelaki, maka bapak-bapak warga yang berada di RT.003 lebih senang datang ke warung tersebut. Belum lagi letak strategis warung yang selain di samping jalan juga dekat dengan Masjid Assalam. Waktu yang ramai dikunjungi juga ketika menjelang waktu sholat isya, warga setempat yang setelah menunaikan ibadah sholat magrib lebih memilih ke warung daripada balik kerumah.

Warung ini menyediakan beragam macam minuman hangat dan muniman dingin, minuman hangat seperti kopi, susu, dan teh, sedangkan minuman dingin beragam macamnya. Warung ini juga menyediakan kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, sabun untuk mencuci pakaian, dan jajanan ringan. Warung ini menjual rokok sebagai barang dagangan yang laku setiap harinya, teman saat berinteraksi dengan orang lainnya selalu ditemani dengan rokok dan minuman hangat. Dalam pengamatan rokok hampir tiap jam ada pembelinya, dan rokok merupakan barang dagangan yang sikulasinya sangat cepat. Pada malam hari kopi hangat menjadi menu utama yang selalu di pesan dan juga mie rebus sebagai makanan pelengkap di malam hari. Sedangkan di pagi hari kopi hangat membuat mata segar saat mulai beraktivitas, menu makanan memang hanya mie instan, ada juga roti yang seharga Rp.1000,- tidak ada makanan berat lainnya.

Warung ini berukuran 2×2,5 meter dengan alas tanah liat dan atap yang terbuat dari terpal warna orange dan dilapisi paling atas dengan seng berlapis plastik putih, gunanya untuk menahan panas dan hujan. Sisi-sisi warung hanya ditutupi dengan papan plastik dan tiang sisi warung terbuat dari kayu yang tebalnya sekitar 10 cm. Sisi paling belakang selain menggunakan papan plastik juga menggunakan spanduk bekas, gunanya menahan hujan yang deras agar tidak masuk ke dalam warung. Warung ini dibuat tidak permanen tujuannya agar ketika dibongkar tidak mengalami kerugian yang sangat besar, karena tanah di warung tersebut sebagai tanah sengketa sehingga pemilik warung sengaja membuat dari semen dan batu bata. Di dalam warung terdapat meja kecil ukuran 2 meter yang digunakan sebagai tempat dapur dan terdapat kotak dagangan yang terbuat dari kayu dan kaca setinggi 1,5 meter untuk meletakkan barang dagangan seperti rokok, sabun mandi, sabun untuk mencuci, mie instant dan kopi. Beragam rokok dipasang depan kotak dagangan, fungsinya agar dapat terlihat rokok yang tersedia di warung tersebut. Mie instan diletakkan di kotak dagangan barisan kedua, dengan posisi horizontal. Sedangkan beragam macam kopi digantung di sisi-sisi kotak dagangan, fungsinya memudahkan penjual untuk mengguntingnya saat ada pemesan. Tepat di samping kotak dagangan terdapat meja kecil yang digunakan untuk meletakan cooler box warna merah tempat menaruh minuman dingin. Di samping meja dapur ada meja kecil yang ukurannya sama dengan meja dapur, digunakan untuk meletakan bumbu masakan, seperti saus, kecap, minyak, dan kotak kerupuk berwarna biru.

Warung ini dilengkapi dengan televisi ukuran 14 inch yang diletakan diatas kotak dagangan dan meja ukuran panjang 2 meter dan lebar sekitar 70 cm, dengan dua bangku yang terbuat dari kayu digunakan untuk tempat makan dan duduk pembeli. Meja makan posisinya di depan kotak dagangan agar pembeli bisa melihat televisi, atap meja makan terbuat dari terpal warna biru yang menyambung ke terpal warna orange, sisi penyengga terpal warna orange terbuat dari bambu dengan diameter 5 cm dan sisi satunya diikatkan ke pohon cery yang terletak di depan warung. Terdapat bangku yang sengaja dibuat darurat, berfungsi ketika ada yang tidak kebagian tempat duduk karena banyaknya pengunjung. Bangku buatan darurat tersebut dibuat dari kayu-kayu yang tidak terpakai di desain seperti bangku, yang kuat digunakan untuk duduk. Sambil menemani terjalinnya interaksi sosial terdapat juga dua unit catur, satu catur berwarna hitam-putih dan satu caturnya lagi berwarna merah-putih. Catur yang berwarna hitam-putih ini di desain khusus untuk di meja makan, jadi ketika pengunjung yang ingin main catur sangat mudah sekali menggunakannya.

Fenomena Warung: Pengunjung Berbahasa Indramayu

Warung ini buka 24 jam nonstop, penjaga warung terdiri dari empat orang. Mereka bergantian setiap 6 jam sekali, jadwal jaga mereka dari pagi, siang-sore, malam dan dini hari. Empat penjaga warung tersebut semuanya adalah laki-laki yang paling muda umurnya berkisar 27 tahun dan paling tertua adalah 40 tahun. Tidak diketahui sistem bagi hasilnya bagaimana, yang jelas mereka adalah saudara. Pengunjung juga mayoritas adalah laki-laki, yang latar belakangnya supir, kernet, dan warga setempat yang ikut nongkrong di warung. Mereka menggunakan bahasa Indramayu atau bahasa Jawa Kasar, sebagian juga menggunakan bahasa Betawi. Tentunya nuansa kedaerahan “wong reang” menjadi kental di warung tersebut. Mereka secara tidak langsung membentuk suatu komunitas dengan bahasa Indramayu sebagai tanda bermakna.

Aktivitas yang terjadi di warung berupa jual-beli dan pemesanan seperti kopi dan mie, juga terjalin suatu bisnis tentang kontrak dan sewa truk oleh kliennya. Memang tidak pernah pudar sehari pun dialek bahasa Indramayu yang selalu digunakan, misalkan saja dalam perbincangan mengenai harga tawar-menawar menggunakan bahasa Indramayu. Ketika komunikasi yang terjalin dengan orang yang bukan dari Indramayu maka bahasa mereka yang digunakan adalah bahasa Indonesia tidak menutup kemungkinan bahwa dialek yang masih “medok” dengan logat Indramayu yang masih kental.

Pada aktivitas di pagi hari, sekitar pukul 06.00 wib suasana warung sudah mulai ramai dengan pesanan favorit di pagi hari yaitu kopi pahit-hitam, susu putih, jahe susu dan kopi mix. Terdengar juga suara mesin truk yang dipanasin dan beberapa orang membersihkan truk dengan menyiram air dari derigen yang dibeli dari penjual air keliling. Truk yang dipanasin sekitar 20-30 menit, mereka menunggu mesin panas dengan memesan kopi dan merokok sambil menonton siaran televisi yang dipajang di depan warung. Di pagi hari juga tersedia sarapan seperti gorengan tempe, bakwan, dan ketan putih. Menu itu akan habis menjelang siang. sudah pasti ketika mereka berkumpul topik penbicaraan mereka antara lain menanyakan temannya pergi narik kemana dan juga menanyakan beberapa agenda yang mereka jalani di hari tersebut dan tentunya menggunakan bahasa Indramayu. Sedangkan aktivitas di siang hari sedikit sepi karena kebanyakan mereka terutama pemilik truk pada narik ke tempat tujuan masing-masing. Tapi tetap ada pengunjung yang datang di siang hari biasanya dari warga sekitar yang sengaja nongkrong, tujuan utama warga setempat bukan untuk membeli akan tetapi untuk mengisi waktu luangnya dengan nongkrong di warung, setelah itu memesan kopi, merokok, menonton televisi, dan tentunya menjalin komunikasi dengan bahasa Indramayu.

Berikut hasil wawancara sambil lalu dengan Bapak Sarikin warga RT.003 ketika penulis bertanya terkait alasan siang-siang sudah di warung tersebut, beliau menjawab dari pada ning umah nganggur enakan dolan ning warung (dari pada di rumah menganggur mendingan main ke warung)”, Bapak Sarikin memang tidak bekerja lagi jadi kesehariannya dihabiskan untuk ke warung dan membersihkan Masjid Assalam. Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak Chamdani selaku Ketua RT.002 yang menjawab ning umah mah sepi, ning warung bisa ngobrol..ngobrole macem-macem kaya ngandani berita, lan wong kenene (di rumah sepi, di warung bisa mengobrol..mengobrolnya macam-macam seperti membahasa berita dan orang sininya)”, alasan tersebut jika dilihat tujuan utamanya bukan untuk membeli akan tetapi sengaja menghabiskan waktu luangnya di warung. Di waktu siang juga sering terjadi perbincangan dengan klien yang membutuhkan truk untuk mengangkut barang. Bisa di katakan juga kalau warung tersebut sebagai sekertariatnya.

Aktivitas di malam hari tentunya lebih ramai dikunjungi karena pemilik truk dan warga sekitar yang mulai berbaur di warung. Warung tersebut tidak akan ramai manakala jauh dari pangkalan truk, dan warga sekitar sengaja datang untuk menjalin interaksi dengan temannya di warung tersebut. Aktivitas malam mulai ramai menjelang sore hari, mereka datang untuk menghibur dirinya sendiri dan berinteraksi dengan temannya. Padahal mereka hanya duduk dan berbincang-bincang terkait hal-hal keseharian. Ketika mejelang sholat isya pengunjung mulai ramai seperti pemilik truk, supir dan kernet yang datang setelah bekerja, dan juga datang warga yang sengaja menunggu waktu isya. Aktivitas ini tentunya selalu diisi dengan komunikasi dua arah yang mayoritas lebih senang menggunakan bahasa Indramayu.

Pengunjung warung selain warga RT.003 dan RT.002 yang mayoritas berasal dari Jawa termasuk di dalamnya berasal dari Indramayu dan Cirebon, juga dapat dibuktikan dari truk dengan melihat plat kendaraan bermotor, ada 12 truk yang sering mangkal di dekat warung, lima antaranya adalah bernomor polisi E 2839 TA, E 8130 PE, E 8598 PI, E 2801 SM, dan E 8391 NR dan selebihnya bernomor polisi daerah DKI Jakarta. Nomor kendaraan berplat E meliputi daerah Cirebon dan Indramayu yang sengaja dibawa dari daerah untuk menjalankan bisnis sewa dan jasa angkut barang di Jakarta. Berikut adalah ungkapan dari Bapak Poniman termasuk salah satu supir truk.

ning kene sing plat E ana lima, terus sengaja digawa sing dermayu nganggo ngangkut barang lan kerja ning kene, sing duwe ne gah wong dermayu tapi wis tinggal ning kene

(disini yang berplat E ada lima, sengaja dibawa dari Indramayu untuk mengangkut barang dan bekerja disini, yang punya juga orang Indramayu yang sudah tinggal disini).

Dari beberapa penelusuran nomor kendaraan plat E lebih jarang terlihat dikarenakan truk ini sering pulang-pergi ke Indramayu. Walaupun yang sering mangkal adalah nomor kendaraan berplat B tapi bos tau pemiliknya juga berasal dari Indramayu, tempat tinggal mereka juga masih di sekitar pangkalan truk tersebut.

Kesimpulan

Warung merupakan media interaksi yang tepat untuk saling bertukar pikiran dan menghabiskan waktu luang. Interaksi yang terjalin di warung ini sering menggunakan bahasa Indramayu yang kalau ditelusuri alasan mengapa pengunjung lebih sering menggunakan bahasa Indramayu dikarenakan pertama pengunjung berasal dari pangkalan truk, dan pemilik truk, supir, dan kernet berasal dari Indramayu. Kedua, pemilik warung atau penjaga warung juga berasal dari Cirebon yang bahasanya sama dengan bahasa Indramayu. Ketiga, komunitas setempat yaitu warga RT.003 dan RT.002 mayoritas berasal dari Jawa, termasuk Indramayu dan Cirebon. Ketiga faktor tersebut berpusat pada warung baik berupa interaksi maupun aktivitas kesehariannya. Titik temu dari ketiga faktor tersebut menjadikan warung yang berada di dekat Jalan Assalam bernuansa Indramayu. Berdasarkan hasil pengamatan etnografi keterkaitan pangkalan truk, pemilik warung, dan warga setempat memaknai warung tersebut sebagai “Warung Wong Reang”.

SEUNTAI KISAH: PERISTIWA MALAM KEDATANGAN SI JAGO MERAH

Peritiwa yang memilukan terjadi pada minggu malam senen tanggal 7 Maret 2011 api yang menghanguskan rumah masyarakat Jalan Pemuda 1 RT.001 dan RT.002 RW.02 Kelurahan Rawamangun. Api diperkirakan membesar mulai pukul 22.00 wib bermula dari arus pendek listrik di rumah Bapak Saragih dengan sangat cepat menjalar ke samping rumah lainnya, perumahan RT.001 dan RT.002 mayoritas terbuat dari papan kayu sehingga mempercepat laju api yang mengamuk tersebut.

Masyarakat setempat sontak terkaget dengan kedatangan api yang membesar seolah melahap dengan laparnya rumah-rumah penduduk, teriakan “kebakaran kebakaran” mengundang dan membangunkan masyarakat di malam hari, sebagian lari untuk menyelamatkan barang-barang berharga, sebagian lagi lari untuk memadamkan api, sebagian lagi lari untuk melihat api.

Malam itu tidak seperti malam biasanya yang setiap malam sepi karena masyarakat telah tertidur, akan tetapi malam itu menjadi malam yang tidak pernah terlupakan. Disaat masyarakat beristirahat dengan santai, api justru meramaikan malam itu, menjadi malam yang ramai. Entah bagaimana dalam pikiran semua orang di malam itu ketika api sudah mulai tinggi dan membesar, orang dalam rumah panik berlari membawa barang-barangnya, seorang ibu lari membawa anak kecil yang tadinya tertidur, seorang ibu memapah wanita yang telah lanjut usia dengan jalan tergopoh-gopoh di tengah desakan warga yang berlari bolak-balik membawa barangnya masing-masing. Anak kecil pun bingung mereka dibawa kemana ketika orang tuanya menyelamatkan barang-barangnya. Pikiran pun jadi semakin tidak karuan manakala bunyi sirine pemadam kebakaran datang sekitar 40 menit tepatnya pukul 22.40 wib, ditambah lagi orang semakin berdesak-desakan di Jalan Assalam, jalan yang menuju Jalan Raya Pemuda 1, akses yang sangat baik untuk evakuasi, dan jalan baru arah Cempaka Putih–Pulogadung. Masyarakat mengevakuasi barang-barangnya di jalan-jalan raya yang dipastikan tidak terkena kobaran api.

Mata terpana melihat api merah, kulit pun terasa panas dan jantung berdetak tak karuan, saat si jago merah mendekati rumah. Bingung apa yang dilakukan melihat kepanikan orang, melihat api membumbung tinggi, melihat orang berlari, dan merasakan malam yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Bagaimana pun peristiwa ini mengundang bentuk solidaritas yang sangat kuat, ketika seseorang saudara yang rumahnya akan terbakar ikut membantu menyelamatkan barang-barang saudaranya, seorang dosen Universitas Negeri Jakarta dibantu oleh mahasiswanya yang kost dekat tempat kebakaran, dan juga mahasiswa dibantu mengevakuasi barangnya oleh temannya.

Melihat orang-orang yang lari menyelamatkan barang-barangnya, terdapat suatu ketidaksadaran dimana orang tidak bisa di kontrol, mereka tidak memikirkan rumah yang telah terbakar untuk segera dipadamkan akan tetapi memikirkan bagaimana barang-barang bisa diselamatkan, padahal dengan begitu banyak orang api bisa dipadamkan dengan cara manual, hal ini merupakan bentuk ketidaksadaran ketika menghadapi kepanikan.

Iringan tangis menjadi warna malam itu, gelap tanpa penerang cahaya listrik tapi terang oleh kobaran api. Masyarkat yang jauh hanya bisa menonton ketika api semakin menjalar ke rumah lainnya, suasana pun menjadi semakin ramai, selain sirine pemadam kebakaran, lampu rotator ikut mewarnai malam tragis itu.

Ketika selang pemadam kebakaran mulai masuk di perumahan hati dan pikiran mulai tenang, dengan bantuan masyarakat yang ikut mendistribusikan selang ke rumah-rumah, dan masyarakat mulai membantu memadamkan api dengan cara manual. Walaupun basah akibat selang air pemadam yang bocor dan semprotan air ke atas tidak menurunkan semangat memadamkan api agar tidak menjalar ke rumah lainnya. Dengan sistem estafet ember milik penduduk setempat direlakan untuk mengambil air yang tumpah dan tergenang di tanah, tidak terhitung berapa ember yang keluar dari rumah untuk menyiramkan ke rumah. Yang terpikirkan saat itu adalah bagaimana api tidak menjalar kerumah lainnya.

Ada beberapa orang yang mengintruksikan dari atas genteng rumahnya yang belum terbakar agar secepat mungkin menyiramkan air dibagian titik tertentu, sebagian ada yang menampung air dari kran rumahnya, dan sebagian lagi membantu memotong kayu yang mudah terbakar agar api tidak menjalar ke rumah-rumah yang dekat api. Malam itu berjalan cepat, api mulai padam pada pukul 02.00 wib. Sedikit bisa menghela nafas dan tenang ketika api mulai padam, akan tetapi turut perihatin kepada keluarga yang telah kehilangan rumahnya.

Melihat seseorang yang bajunya basah dan hitam kerena arang kayu yang terbakar, dan batuk karena asap kebakaran yang banyak, dan ada pula seseorang yang terluka tangannya akibat tersayat seng genteng, tertusuk paku, dan terjatuh karena memadamkan api.

Setelah kondisi dinyatakan aman, masyarakat yang mengevakuasi barang-barangnya yang jauh dari titik api, −kebanyakan dievakuasi di jalan-jalan− selain akses untuk mengamankannya mudah juga tempat yang sangat sulit dijangkau oleh api. Sebagian lagi banyak masyarakat yang menitipkan barangnya di tempat saudara-saudaranya. Apapun alat untuk mengamankan barang-barang, seperti pemulung yang mempunyai gerobak, menggunakannya sebagai sarana mengevakuasi barang dan dibawa ke jalan raya, ditempat kebakaran juga ada pangkalan truk yang disewakan sehari-harinya. Namun pada malam itu masyarakat menggunakan truk sebagai sarana menyelamatkan barang-barangnya. Terlihat banyak truk yang penuh dengan perabotan rumah tangga, baju, barang-barang elektronik, dan lainnya, truk tersebut ada di tengah jalan baru arah Cempaka Putih – Pulogadung.

Masyarakat mulai kembali menempati rumah-rumahnya yang nyaris terbakar, dengan membawa pulang kembali barang-barang yang mereka evakuasi. Bagi masyarakat yang masih memiliki tempat tinggal mereka bisa kembali menempatkan barang-barangnya, akan tetapi bagi masyarakat yang rumahnya telah tinggal dinding tembok, dengan cat terkupas dan hitam bekas terbakar, mereka hanya bisa menatap rumah mereka hangus terbakar.

Pilu dalam hati melihat tatapan kosong masyarakat Pemuda yang rumahnya terbakar, mentari mulai mengintip dari timur, banyak wisatawan bencana datang melihat peristiwa semalam. Masyarakat melihat-lihat puing-puing dan korban kebakaran yang memilah barang-barang yang hangus terbakar, mereka pikir bisa menemukan barang yang tersisa. Lebih memilukan lagi, liburan bagi anak sekolah yang buku dan seragam merak terbakar. Mereka sementara belajar dirumah tapi belajar tahan menghadapi cobaan.

Bentuk solidaritas untuk Korban Kebakaran Pemuda 1 tidak cukup hanya dalam bentuk material belaka. Segenap civitas akademika Universitas Negeri Jakarta (UNJ) turut berempati dengan membuka Posko di lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pemuda. Dalam kegiatanya mereka mengatasnamakan UNJ RESCUE, selama membuka posko dari tanggal 8-12 Maret 2011 bekerja sama dengan PMI Kota Jakarta Timur dan beberapa mahasiswa UNJ lainnya, antara lain kegiatannya berupa pengumpulan dana, bantuan berupa pakaian layak pakai, peralatan mandi, peralatan kebersihan, Dapur Umum khusus balita, trauma healing, dan bantuan berupa tenaga seperti kerja bakti membersihkan puing-puing. Posko UNJ RESCUE merupakan salah satu wujud dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat.

Statistik Pengunjung

Socio Education

Merupakan Weblog tentang seputar materi ilmu sosial sebagai penunjang dan pelengkap edukasi.

  © Design Blog 'Ultimatum' by Socio Education 2020

Back to TOP