Entri Populer

Jumat, 26 Juni 2009

Agama dalam pandangan Marx hanya melahirkan ilusi dari ketertindasan yang dialamai oleh kelas proletar?

Pada metode dasarnya, aliran Marxisme menolak agama dan alam ghaib serta tidak mengakui kehendak atau keinginan di luar alam materi. Aliran ini berpendapat bahwa alam materi menguraikan dirinya sendiri tanpa membutuhkan bantuan kekuatan ilahi yang mendahului keberadaan alam. Lebih dari itu, aliran Marxisme menganggap agama sebagai penghambat kemajuan. Agama merupakan opium dan candu, kekuatan reaksioner dan tidak produktif. Agama membuat orang makin pasrah, rela, dan tidak mau mencari rezeki demi mananti surga-surga ilusi di akhirat. Agama merupakan sekutu alami dari individualisme dan kapitalisme . Agama memberikan landasan legal-theologis pada orang-orang kaya sambil mengikat orang-orang miskin dengan fatalisme yang membelenggu. Serangan tersebut diterapkan oleh Stalin terhadap agama dan pemuka agama dengan cara menutup gereja-gereja, menangkap para biarawan, dan mengusir para pendeta. Ia juga menghapuskan pelajaran agama dari sekolah-sekolah dan menggantikannya dengan pelajaran atheis . Serangan tersebut berdampak pada kelas bawah atau kelas proletar yang secara tidak sengaja mematuhi ajaran Marx dan dijadikan sebagai orang yang kehilangan dirinya, karena sebelumnya kelas proletar mempunyai arah tujuan hidupnya ketika masih ada pemuka agama dan biarawan. Pemuka agama dan para biarawan sering kali menyampaikan ceramahnya, layaknya umat muslim yang mendapatkan ceramah dari para ustadz atau tokoh agama, yang selalu menyerukan untuk tetap sabar dalam menghadapi segala keadaan. Sehingga pemeluk agama mendapatkan pencerahan dari para tokoh agamanya.
Melihat keadaan yang semacam itu Karl Marx menganggap agama sebagai agen yang lebih aktif. Agama menurutnya lebih merupakan protes melawan penderitaan daripada alat untuk menentramkannya “agama”. Kata Marx. Merupakan keluh kesah makhluk yang tertindas, hati dunia yang tak berjiwa. Mereka menderita bukan Cuma menginginkan hiburan, tapi perubahan–akhir penderitaan mereka, jalan keluar. ”Penderitaan keagamaan”, katanya, ”salah satu dan pada saat yang sama merupakan ekspresi penderitaan riil dan protes melawan penderitaan riil tersebut .” Marx menyatakan bahwa agama merupakan alat yang tidak berguna karena agama sebagai pelariaan dari kelas proletar, agama sebagai kebahagiaan masyarakat ilusif yang merupakan kemestian demi memperoleh kebahagiaan yang riil. Ditekankan lagi oleh Marx bahwa agama merupakan keluhan makhluk yang tertindas, hati dunia yang tak berperasaan dan jiwa dari kondisi mati. Agama adalah candu masyarakat . Terlihat bahwa kelas proletar merupakan kelas yang tidak mempunyai alat produksi, kelas yang di eksploitasi tenaganya, dan tidak mendapatkan upah sebagaimana kerja mereka, disini kelas proletar benar-benar merasakan ketertindasan dan mereka mengabdikan dirinya pada agama dan tidak mau bekerja dan terus pasrah kepada Tuhannya.
Demikian pula Feuerbach berpendapat mengenai agama;
Theology is simply a mythical vision of human aspiration and that ” what man praises and approves, that is God to him; what he blames and condems is nondivine ”

Manusia memuji dan menerima segala sesuatu dari Tuhan kepadanya, dari suatu kesalahan yang telah diperbuatnya dan mendapatkan hukuman berupa kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan, karma, kutukan) sehingga manusia hanya beranggapan bahwa itu merupakan ganjaran yang diberikan oleh Tuhan ataupun juga sebagai suatu cobaan kepada umatnya. Ia memaksakan menyerahkan diri di hadapan tuhan yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi.

Pengaruh agama bagi masyarakat proletar benar-benar sangat besar, dan sangat sulit untuk dilenyapkan, karena agama telah melekat dalam diri di setiap manusia dan menjadi penghambat kaum borjuis untuk meningkatkan produktifitasnya. Sehingga agama itu perlu dilenyapkan karena merupakan alat kaum borjuis kapitalis (kelas penindas) mengeksploitasi kelas pekerja atau proletar. Marx berpendapat bahwa negara sebagai alat penindas menggunakan agama demi kepentingan mempertahankan kekuasaan. Agama digunakan oleh negara agar rakyat tetap terlena dan tidak memberontak dan selalu patuh kepada penguasa negara. Marx menunjukan fakta-fakta sejarah yang membenarkan pandangan itu. Ketika agama (Kristen) berkuasa di abad-abad pertengahan, prinsip-prinsip sosial kristen dijadikan alat pembenaran perbudakan, agama mensucikan perbudakan itu dan mempertahankan keberlangsungan penindasan terhadap kelas proletar . 

Kaum borjuis mengajak kelas proletar untuk berjuang dalam meningkatkan taraf hidupnya, namun disisi lain juga borjuis memanfaatkan ketergantunagn kelas proletar terhadap agama. Kaum buruh diperlakukan seakan-akan sebagai alat bantu produksi yang diperas habis-habisan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hasil yang diterima kaum buruh tidak lebih daripada sekedar untuk menyambung hidup. Sebaliknya kaum kapitalis yang karena menguasai alat-alat produksi tanpa harus bersusah payah mendapat keuntungan yang berlimpah-limpah. Kaum buruh hidupnya semakin tergantung pada kaum kapitalis. Dan kaum kapitalis semakin serakah menguasai kekayaan .
Sedangkan kelas proletar dalam agamanya masih dihembur-hemburkan oleh tokoh agamanya, untuk tetap sabar dalam menerima segalanya dan tetap rendah. Sehingga kelas proletar hanya bisa menyampaikan kekecewaannya pada Tuhannya dan pasrah–rela terhadap keadaan yang di alaminya. 

Musthafa Mahmud, Islam Kiri:Kebohongan Dan Bahayanya (Jakarta: Gema Insani,1999) hlm.7

Fatalisme: kepercayaan bahwa nasib menguasai segala-galanya (kamus orisinil: http://orisinil.com/wkamus.php)

Musthafa Mahmud, Op. cit. hlm.7-8

Franz Magnis Suseno, “editor: Prof. Dr. John Raines” Marx Tentang Agama.(Jakarta: Teraju, 2003) hlm. 235-236

Ibid. hlm. 242

Turner Jonathan Etal, The Emergence Of Sociological Theory (Wed Sorth: Publishing Company,1989) hlm.108

Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikitan Negara, Masyarakat Dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia, 2007) hlm292-293

Freddy yuliharto, Gejolak Kapitalisme (Jakarta: Golden Terayon Press, 1989) hlm.17

Kamis, 23 April 2009

Emile Durkheim

Riwayat Hidup Durkheim

Emile Durkheim lahir tahun 1858 di Epinal, suatu perkampungan kecil orang Yahudi di bagian timur Prancis yang agak terpencil dari masyarakat luas. Ayah Durkheim adalah seorang rabi, seperti kakeknya juga dan kalau Durkheim sudah mengikuti kebiasaan tradisional, dia juga sudah menjadi seorang rabi. Namun dia menyimpang dari kebiasaan tradisional, sebagian mungkin karena suatu pengalaman mistik dan untuk sementara masuk katolik di bawah pengaruh gurunya yang beragama katolik. Lalu meninggalkan katolisme dan menjadi orang yang tidak mau tahu tentang agama (agnostik), tetapi masalah-masalah dasar tentang moralitas dan usaha meninggalkan moralitas masyarakat merupakan perhatian pokok selama hidupnya. Mungkin sebagian dari perhatiannya terhadap solidaritas dari integrasi bertumbuh dari kesadarannya bahwa berkurangnya pengaruh agama tradisional merusakkan salah satu dukungan tradisional yang utama untuk standar moral bersama yang membantu mempersatukan masyarakat di masa lampau.

Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di Ecole Normale Superieure. Dua kali sebelumnya dia gagal dalam ujian masuk yang sangat kompetitif, walaupun sebelumnya dia sangat cemerlang dalam studinya. Dia datang ke Paris untuk bisa masuk ke sekolah Lycee Louis-le-Grand (satu sekolah tinggi terkemuka), sesudah memperoleh dukungan yang kuat dan dorongan dari guru-guru di Epinal. Durkheim menunjukan dirinya di Ecole Normale Superieure sebagai seorang mahasisiwa yang sangat serius. Seperti banyak mahasisiwa masa kini, Durkheim sangat tidak puas dengan kurikulumnya. Secara tradisional tekenan yang dominan adalah pada sastra klasik, termasuk bahasa Latin dan Yunani. Perkembangan yang lebih mutakhir dalam ilmu pada umumnya. kelihatan menurun. Pun di masa mudanya Durkheim menginginkan satu dasar yang lebih teliti dalam ilmu yang dia rasa dapat membantu membeikan satu landasan bagi rekontruksi moral masyarakat. Kepercayaan terhadap ilmu sebagai kunci untuk perubahan sosial dan moral merupakan karekteristik positivisme dan yang terdapat dalam karya Comte khususnya.

Dua seorang profesor Durkheim di Ecole Normale; Fustel de Coulanges dan Emile Boutroux mempunyai pengaruh yang penting terhadap dia. Dari de Coulanges, seorang ahli sejarah ternama karena tulisannya The Ancient City, Durkheim mempelajari nilai ilmiah yang kuat dalam penelitian sejarah. Juga tekanan Coulanges pada konsensus intelektual dan agama sebagai dasar solidaritas sosial jelas sangat mengesankan Durkheim; ketika kemudian Durkheim mulai berkecimpung dalam karirnya mengenai masalah bagaimana tuntutan moral masyarakat diendapkan dalam kesadaran subjektif individu, dia kembali memperhatikan agama dan sumbangannya dalam mempertahankan integrasi masyarakat.

Dari Boutrox, seorang ahli filsafat, Durkheim mempelajari pentingnya untuk mengakui bahwa ada tingkatan-tingkatan kenyataan yang lebih tinggi dapat memperlihatkan sifat-sifat yang muncul yang tidak dapat dijelaskan hanya dalam hubungannya dengan gejala soial yang lebih rendah tingkatannya. Dengan kata lain keseluruhan lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. Pandangan ini sangat fundamental dalam pendekatan Durkheim yang menyeluruh terhadap gejala sosial. Pendiriannya bahwa fakta sosial ada pada tingkatannya sendiri, yang berbeda dari tingkatan individu, merupakan satu penerapan sosiologis yang penting dari pikiran pokok filsafat Boutrox. Seperti yang dikembangkan oleh Durkheim, prinsip ini merupakan suatu argumen melawan reduksionisme psikologis. (Reduksionisme psikologis adalah ide bahwa gejala sosial dapat dijelaskan dengan cukup baik menurut prinsip-prinsip psikologi tingkatan individu).

Durkheim memulai karyanya di tahun 1893 The Division of Labor dan di akhiri dengan karyanya The Elementary Forms of the Religius Life di tahun 1912. Pada tahun 1885-1886 Durkheim mengambil cuti dan pergi ke Jerman untuk belajar. Disana Durkheim sangat terkesan oleh karya psikolog Wilhelm Wundt. Jabatan sebagai profesor sosiologi (di kombinasikan dengan pendidikan), yang pertama di Perancis di berikan pada tahun 1887 di Bourdeaux, dan dia tetap tinggal di sana sampai tahun 1902. Durkheim mewujudkan ambisi akademi Perancis dia minta menjadi profesor sosiologi dan pendidikan di Universitas Sorbonne, Paris. Di sana dia berkumpul dengan orang-orang terkemuka, Henri Berr, Marcel Granet, Francois Simiand, Maurice Halbwachs, dan keponakannya sendiri, Marcel Mauss. Dalam hubungan yang sangat intim dengan karyanya sendiri, Durkheim mendirikan dan memimpin jurnal yang sangat penting, L'annee Sociologique. Pada dua peristiwa penting, dia sangat terlibat dalam urusan politik selama perkara Dreyfus dan selama Perang Dunia I. Dan untuk periode yang panjang dia aktif dalam sosiologi terapan, khusus di lapangan pendidikan.

Tiga dari empat buku Durkheim yang pertama, yaitu The Division of Labor, the Rules of Sociological Method, dan Suicide di terbitkan pada waktu dia berada di Bourdeaux, berturut-turut tahun 1893, 1895 dan 1897. Kemudian terdapat interval 15 tahun sebelum terbit buku Elementary Forms (1912). Setelah berangkat ke Paris, Durkheim sangat terlibat dalam pendidikan dan diskusi kelompok serta aktifitas sekitar L'annee Sociologique. Namun jelas bahwa pemikirannya berkembang dengan pesat dan kontinu selama periode ini. Saksi yang penting ialah tulisan seperti the Determination Moral Fact (1906) dan Primitive Classification (Durkheim dan Mauss, 1903). Buku besar tentang agama adalah suatu panen matang dari proses penggarapan yang panjang dan intensif.

Ada bukti bahwa perang merupakan suatu tamparan dan hambatan besar bagi Durkheim. Perang tidak saja menimbulkan beban besar bagi Perancis Peyre mengatakan (1960) bahwa lebih dari separuh jumlah murid yang masuk Ecole Normale tahun 1913 terbunuh sebelum perang usai. Durkheim juga kehilangan anak tunggalnya pada tahun 1916. Kendala-kendala ini juga mungkin membantu mempercepat kematiannya, akibat sakit jantung, pada tanggal 15 Nopember 1917, pada usia 59 tahun.

 

____________________

Emile Durkheim alih bahasa "Soedjono Dirdjosisworo", Sosiologi dan Falsafat,(Jakarta: Erlangga, 1991)
Johnson, Doyle Paul, Teori Sosiologi: klasik dan modern I, Terjemahkan Robert M.Z Lawang, (Jakarta: Gramedia, 1994)

Sabtu, 14 Maret 2009

Karl Marx

Karl Marx lahir di Trier, Jerman, di daerah Rhine pada tahun 1818. Ayahnya Heinrich dan ibunya Henrietta berasal dari keluarga rabbi yahudi.Tetapi Heinrich Marx memperoleh pendidikan sekular, dan mencapai kehidupan borjuis yang cukup mewah sebagai seorang pengacara yang berhasil. Ketika suasana politik menjadi tidak menguntungkan lagi sukses-sukses selanjutnya sebagai seorang pengacara keturunan yahudi, dia dan kelurganya masuk protestan dan diterima di gereja Luteran.Dan kemudian dalam pandangan Marx menekankan bahwa agama tidak memerikan pengaruh penting dalam perilaku, tetapi sebaliknya kepercayaan agama itu mencerminkan faktor-faktor sosial ekonomi yang mendasar. Agama menurutnya lebih merupakan protes melawan penderitaan daripada alat untuk menentramkannya “agama”. Kata Marx. Merupakan keluh kesah makhluk yang tertindas, hati dunia yang tak berjiwa. Mereka menderita bukan Cuma menginginkan hiburan, tapi perubahan–akhir penderitaan mereka, jalan keluar. ”Penderitaan keagamaan”, katanya, ”salah satu dan pada saat yang sama merupakan ekspresi penderitaan riil dan protes melawan penderitaan riil tersebut.

Pada usia 18, sesudah mempelajari hukum selama satu tahun di Universitas Bonn, Marx pindah ke Universitas Berlin. Sebagai akibat dari hubungan dengan kelompok Hegelian muda, meskipun Hegel sudah mati, namun semangat dan filsafatnya masih menguasai pemikiran filosofis dan sosial disana. Penganut Hegelian muda mempunyai pendirian kritis dan tidak menghargai ide-ide Hegel serta para pengikutnya, khususnya yang berhubungan dengan masa depan dan nada konservatifnya yang semakin bertambah itu. Dalam pemikirannya Hegel yaitu analisa dialektik, dalam analisa dialektik berintikan pandangan mengenai pertentangan antara tesis dan antitesis serta titik temu keduanya akhirnya akan membentuk suatu sintesa baru, kemudian menjadi tesis baru dan antitesis baru dan keduanya menjadi sintesa baru yang lebih tinggi tingkatannya. Meskipun model ini agak abstrak, mungkin dapat digambarkan kedalam suatu hal yang terdapat dalam tradisi masyarakat kita sendiri dengan adanya pertentangan antara ide-ide yang digunakan untuk membenarkan pelbagai bentuk pelapisan sosial dan ide-ide mengenai persamaan. Marx menggunakan analisa dealektik (yang meliputi kepekaan terhadap kontradiksi-kontradiksi internal dan perjuangan antara ide-ide lama dan ide-ide baru serta bentuk-bentuk sosial) tetapi dia menolak idealisme filosofis dan menggantikan dengan pendekatan materialistik.

Sesudah menyelesaikan disertasi doktornya di Universitas Berlin, Marx berniat untuk memasuki karir akademis. Namun sponsornya, Bruno Bauer dipecat dari pos akademis karena pandangan-pandangannya yang ke kiri dan antiagama. Marx menerima tawaran untuk menulis surat kabar borjuis liberal yang baru, bernama Rheinishe Zeitung. Pendirian radikal-liberal surat kabar itu mencerminkan oposisi borjuis terhadap sisa-sisa sistem aristokrasi-feodal kuno dan Marx menjadi pemimpin surat kabar ini. Disana Marx menikah dengan Jenny von Westphalen dan pindah ke Paris. Selama di Paris (1843-1845) Marx terlibat dalam kegiatan radikal. Pada saat itu merupakan pusat liberalisme dan radikalisme sosial dan intelektual yang penting di Eropa dan Marx berkenalan dengan pemikir-pemikir sosialis St. Simon dan Proudhon dan dengan tokoh revolusioner, Blanqui. Marx juga mengenal tulisan-tulisan ahli ekonomi politik Adam Smith dan David Richardo.

Mungkin peristiwa yang paling menentukan selama Marx menetap di paris adalah pertemuannya dengan Friedrich Engels yang menjadi kawan kerja yang dekat sampai Marx meninggal. Karena ayahnya Engels adalah seorang pengusaha tekstil sehingga memberikan kepadanya informasi langsung mengenai gaya hidup borjuis dan juga kondisi-kondisi proletariat. Engels pernah menjadi seorang manajer dari salah satu perusahaan ayahnya, tetapi hubungan dengan Marx menjadi lebih penting daripada kesadaran kelas borjuisnya. Engels terkesan akan keberhasilan Marx dalam analisa ekonominya, ditambah lagi dengan bacaan Marx sendiri mengenai tulisan ekonomi politik Inggris, mendorong dia ke usaha mengintegrasikan analisa ekonomi dan filsafat. Usaha ini tercermin dalam tulisan Marx berjudul Economic and Philosophical Manuscripts.

Pada tahun 1845 Marx diusir oleh pemerintahan Paris, karena tekanan dari pemerintah Prussia, yang pernah terganggu oleh tulisan-tulisan Marx yang berbau sosialis. Dari Paris Marx bertolak menuju Brussel dimana segera dia tenggelam dalam kegiatan-kegiatan sosialis internasional. Di Brussel dia mengadakan kontak dengan buruh-buruh dan kaum cendikiawan, beberapa adalah pelarian Jerman seperti dia sendiri. Banyak kenalan barunya ini sudah teribat dalam League of the Just yang sudah dibubarkan, yang merupakan suatu organisasi internasional yang revolusioner. Pada tahun 1846 Marx dan Engels bertolak menuju Inggris. Mereka diundang untuk mengikuti Communist League, suatu organisasi revolusioner yang bermarkas di London dan dimaksudkan sebagai pengganti League of the Just yang lebih besar lagi. Pada tahun 1848 Marx diundang kembali ke Paris oleh suatu pemerintahan yang baru. Ini merupakan masa-masa pergolakan, karena gerakan-gerakan revolusioner dengan cepat mendapat sambutan di seluruh Eropa. Sesudah tinggal sebentar di Paris, Marx kembali menerbitkan Neue Rheinische Zeitung dan dengan cara ini mempengaruhi arah revolusi itu. Marx melihat periode ini sebagai awal suatu titik balik sejarah yang penting yang akan segera menuju suatu kulminasi proses perubahan sosial yang mendasar yang sudah dimulai oleh Revolusi Perancis di tahun 1789. Baik serangan tahun 1789 maupun serangan tahun 1848 terhadap dominasi aristokratis tradisional, dipelopori munculnya kelas borjuis. Tetapi revolusi-revolusi tahun 1848 diikuti oleh orang-orang kelas buruh yang lebih terorganisasi, lebih sadar diri, dan secara potensial lebih berpengaruh daripada yang terjadi Revolusi Perancis sekitar 50 tahun sebelumnya. Dalam pandangannya mengenai keyakinan akan hasil akhirnya itu, Marx tidak seperti beberapa orang revolusioner mengenai kelas buruh, mendukung suatu gabungan antara kelompok borjuis dan proletar, sampai dominasi aristokrasi dilenyapkan, fase revolusi ini pada gilirannya akan mempersiapkan kondisi-kondisi materil dan sosial untuk kemenangan akhir kelas proletar atas kelas borjuis. Tetapi harapan-harapan Marx ini terbukti mendahului waktunya. Sementara kelompok borjuis berdebat tentang bagaimana terus maju dan beberapa kelompok proletariat menuntut suatu revolusi proletar dengan segera walaupun kondisi-kondisi materil dan sosial belum mencukupi, kekuatan-kekuatan konservatif berinisiatif untuk kembali bersama kelompok borjuis dalam posisi yang lebih berkuasa lagi. Dengan kembalinya masa-masa yang lebih jaya diawal tahun 1850-an, api-api revolusi sudah padam. Surat kabar Neue Rheinische Zeitung tidak terbit lagi tahun 1849 dan Marx diusir lagi dari Jeman. Dia kembali ke Paris tetapi tidak diijinkan tinggal disana, lalu dia bertolak ke pembuangannya di London dimana dia tinggal mengakhiri sisa-sisa hidupnya.

Sementara itu kondisi materil Marx yang sangat menyedihkan dan tidak menentu itu membuat dia tidak mampu untuk membiayai keluarga secara mencukupi. Situasi ini diringankan sedikit dengan bantuan keuangan dari Engels, yang kembali bekerja di salah satu perusahan kapas ayahnya. Marx juga dapat mencari uang sedikit dengan membuat artikel-artikel mengenai peristiwa-peristiwa di Eropa yang dimuat dalam New York Daily Tribune. Pada pertengahan tahun 1850-an Marx menerima warisan kecil dari keluarga istrinya yang sudah meninggal, warisan itu memberikan daya tahan sementara. Pada tahun 1883 (dua tahun setelah kematian istrinya) Marx meninggal.

Karya yang paling penting dihasilkan Marx selama tahun-tahun hidupnya di London adalah Das Kapital sebagai karya besarnya (magnum opus). Secara keseluruhan pusat peerhatian Das Kapital adalah kontradiksi internal dalam sistem kapitalis. Kontradiksi-kontradiksi ini mendorong dinamisme sistem itu secara meluas, tetapi sekaligus merupakan benih-benih perubahan radikal terakhir. Yng lebih penting lagi, karyanya ini dimaksudkan sebagai satu kritik terhadap teori-teori ortodoks mengenai ekonomi politik, seperti teori Smith dan Richardo dengan asumsi-asumsi individualistiknya, implikasi-implikasi politik laissez-faire-nya serta optimismenya yang bersifat naif mengenai konsekuensi-konsekuensi jangka panjang yang menguntungkan dalam suatu pasar bebas yakni ekonomi kapitalis. Karir Marx tidak dapat dipisahkan dari perkembangan gerakan sosialis di pertengahan abad ke-19. Seperti Comte dia seorang marjinal tetapi dengan alasan yang berlainan. Status marjinal Comte berasal dari pelbagai sifat keanehan pribadinya. Sifat marjinal Marx berhubungan dengan keterlibatannya dalam hal-hal radikal. Mungkin antara lain karena sifat marjinalnya ini, Marx merupakan seorang katalisator untuk tiga orientasi intelektual yang berbeda. Sumbangan teoritisnya banyak diambil dari:

  1. Metode dialektik Hegel dan historisme Jerman
  2. Teori ekonomi politik Inggris
  3. Pemikiran sosialis Perancis

Tetapi ketiga orientasi ini sangat berubah dalam karya Marx dan ide-ide sentral Marx , meskipun berulang kali dinyatakan selama perjalanan hidupnya, memperlihatkan suatu sumbangan kreatif yang penting tehadap perkembangan sosiologi modern.

________________________

Berlin, Isaiah, Karl Marx: His Life and Environment. New York: Oxford University Press, 1948.

Johnson, Doyle Paul, Teori Sosiologi: klasik dan modern I. Terjemahkan Robert M.Z Lawang. Jakarta: Gramedia, 1994.

Suseno, Franz Magnis, “editor: Prof. Dr. John Raines” Marx Tentang Agama. Jakarta: Teraju, 2003.

Auguste Comte

Auguste Comte lahir di Montpellier, Perancis, tahun 1798. Keluarganya beragama katolik dan berdarah bangsawan, tetapi Comte tidak melihatkan loyalitasnya. Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris dan lama hidup disana, dimana dia mengalami suatu pergolakan sosial, intelektual dan politik. Comte seorang mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan Ecole sesudah seorang mahasiswa yang memberontak dalam mendukung Napoleon dipecat.

Comte memulai karir profesionalnya dengan memberi les dalam bidang metematika. Meskipun ia sudah memperoleh pendidikan dalam matematika. perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah kemanusiaan dan sosial. Minat ini mulai berkembang dibawah pengaruh Saint Simon, yang memperkerjakan Comte sebagai sekretarisnya dan dengannya Comte menjalin kerjasama erat dalam mengembangkan karya awalnya sendiri. Kepribadian kedua orang ini saling melengkapi: Saint Simon orang yang tekun, aktif, bersemangat dan tidak disiplin. Comte seorang metodis, disiplin dan refleksif. Tetapi sesudah tujuh tahun, pasangan ini pecah karena perdebatan mengenai kepengarangn karya bersama, dan Comte lalu menolak pembimbingnya ini.

Sesudah hubungan dengan Saint Simon retak, dia tetap sebagai orang di luar akademik. Sebagian hal ini mungkin disebabkan sifat-sifat kepribadiannya yang menderita gejala paranoid yang berat. Kadang-kadang kegilaanya itu diarahkan ke teman-teman dan lawan-lawannya secara kasar. Pada suatu waktu segera seusai awal serangkaian kuliah-kuliahnya dalam suatu kursus privat, dia menderita gangguan mental yang serius dan dimasukkan ke rumah sakit karena penyakit "keranjingan" (mania). Tak lama dipulangkan dari rumah sakit (tanpa sembuh) dia gagal merenggut nyawanya sendiri, dengan membuang diri ke sungai Seine dan sesudahnya terus berada dalam suatu keadaan hati yang remuk-redam.

Pergaulan Comte dengan gadis-gadis juga mendatangkan malapetaka, tetapi relevan untuk memahami revolusi dalam pemikiran Comte, khususnya perubahan dalam tekanan tahap-tahap akhir kehidupannya dari positivisme ke cinta. Dia nikah dengan bekas pelacur bernama Caroline Massin, seorang wanita yang lama menderita, yang menanggung beban emosional dan ekonomi dengan Comte. Sesudah Comte keluar dari rumah sakit, dengan sabar istrinya berusaha memenuhi kebutuhan Comte, dan merawatnya sampai sembuh meskipun tanpa penghargaan Comte serta kadang-kadang disertai perlakuan kasar. Setelah pisah untuk sesaat lamanya, istrinya pergi dan membiarkan dia sengsara dan gila.

Tahun 1844, dua tahun setelah dia menyelesaikan enam jilid karya besarnya yang berjudul Course of Positive Philosophy Comte bertemu dengan Clothilde de Vaux, seorang ibu yang mengubah kehidupan Comte, dia kadang ditinggalkan suaminya ketika bertemu dengan Comte untuk pertama kalinya. Comte langsung mengetahui bahwa perempuan itu bukan hanya sekedar perempuan lain saja. Malang, Clothilde de Vaux tidak terlalu meluap-luap seperti Comte, walau sering berkirim surat cinta berapa kali, Clothilde menganggap hubungan itu hanyalah persaudaraan saja. Akhirnya dalam suratnya, Clothilde menerima hubungan intim suami-istri. Hubungan intim rupanya tidak jadi terlaksana tetapi perasaan mesra sering diteruskan lewat surat menyurat. Clothilde mengidap penyakit TBC dan hanya beberapa bulan sesudah ketemu Comte dia meninggal. Kehidupan Comte lalu tergoncang, dia bersumpah untuk membaktikan hidupnya untuk mengenang "bidadari"-nya itu.

Dalam karya bagian kedua yakni System of Positive Politics menjadi suatu bentuk perayaan cinta, tetapi dengan keinginan besar yang sama, yakni membangun sistem menyeluruh, seperti yang tercermin dalam karyanya yang dahulu. Karena dimaksudkan untuk mengenang "bidadari"-nya itu, karya Comte dalam "politik positif" itu didasarkan pada gagasan bahwa kekuatan yang sebenarnya mendorong orang dalam kehidupannya adalah perasaan, bukan pertumbuhan inteligensi manusia yang mantap. Dia mengusulkan suatu reorganisasi masyarakat dengan sejumlah tata cara yang dirancang untuk membangkitkan cinta murni dan tidak egoistis, demi "kebesaran kemanusian". Tujuannya adalah untuk mengembangkan suatu agama yang baru yaitu "Agama Humanitas" yang merupakan sumber-sumber utama bagi perasaan-perasaan manusia serta mengubahnya dari cinta diri dan egoisme intelektual ajaran-ajaran agama tradisional yang bersifat supernaturalistik. Dengan kata lain, agama humanitas harus sesuai dengan standar-standar intelektual serta persyaratan positifisme.

Sementara agama humanitas merupakan objek utama pemujaan dalam agama baru itu, dalam konsepnya wanita atau kewanitaan akan disembah sebagai perwujudan kehidupan perasaan dan sebagai pernyataan yang paling lengkap dari cinta dan altruisme. Clothilde disini menggantikan bunda maria serta menjadi perwujudan "wanita ideal". Ia menyatakan dirinya sebagai "pendiri agama, imam agung humanitas" dengan menunjukan jalan-jalan yang sangat terperinci.

Sumbangan kreatif yang khas dari Comte terhadap perkembangan sosiologi dilihat Martindale sebagai suatu sintesa antara dua perspektif yang saling bertentangan mengenai keteraturan sosial: positivisme dan organisme. Orang positivis percaya bahwa hukum-hukum alam yang mengadakan perubahan sosial dan politik untuk menyelaraskan institusi-institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu. Hasilnya akan berupa suatu takhayul, kekuatan, kebodohan, paksaan, dan konflik akan dilenyapkan. Titik pandangan ini sangat mendasar dalam gagasan-gagasan Comte mengenai kemajuan yang mantap positivisme.

Sumbangan pikiran penting lain yang diberikan Comte ialah pembagian sosiologi kedalam dua bagian besar: statika sosial (social statics) dan dinamika sosial (social dynamics). Statika mewakili stabilitas, sedangkan dinamaika mewakili perubahan. Dengan memakai analogi dari bologi, Comte menyatakan bahwa hubungan antara statika sosial dapat disamakan dengan hubungan antara anatomi dan fisiologi.

________________________

Johnson, Doyle Paul, Teori Sosiologi: klasik dan modern I. Terjemahkan Robert M.Z Lawang. Jakarta: Gramedia, 1994.

Manuel, Frank E., The Propeths of Paris. Camridge, Mass: Harvard University Press, 1962.

Sunarto, Kamanto, Pengantar Sosiologi. Jakarta: FE-UI, 1993.

Sabtu, 07 Februari 2009

Lahir dan Berkembangnya Sosiologi

LAHIRNYA SOSIOLOGI

Lahirnya sosiologi di latar belakangi oleh perubahan masyarakat di Eropa barat akibat Revolusi Iindustri (Inggris) dan Revolusi Perancis. Banyak orang pada masa itu berharap bahwa Revolusi Industri dan Revolusi Perancis bakal membawa kemajuan bagi semua anggota masyarakat. Dengan munculnya Revolusi Industri, pola-pola tradisional ditinggalkan dan muncullah tekhnologi baru yang mempermudah sekaligus meningkatkan produksi masyarakat, dan dengan demikian meninggalkan taraf hidupnya. Dengan berakhirnya Revolusi Perancis, semua orang berharap bahwa kesamaan (egalite), persaudaraan (fraternite), dan kebebasan (liberte) yang menjadi semboyan revolusi benar-benar akan terwujud. Ketiga semboyan itu memiliki kaitan yang erat satu sama lain. Kalau pada masa feodalisme sebelum Revolusi Perancis, masyarakat terkotak-kotak dalam lapisan sosial yang sangat membatasi ruang bagi lapisan sosial yang lebih rendah, setelah revolusi semua orang berharap bahwa akses terhadap semua sumber daya sosial dan ekonomi (misalnya, pendidikan, pekerjaan) harus terbuka lebar bagi semua orang, bukan hanya para raja, bangsawan, dan para klerus. Demikian juga halnya dengan kebebasan dan persaudaraan. Kalau sebelumnya, ruang politik dan sosial masyarakat dikekang lewat berbagai macam peraturan dan kondisi sosial masyarakat yang tidak adil, setelah revolusi semua orang berharap semua itu tidak akan terjadi lagi. Dengan demikian terciptalah persaudaraan yang sejati, dalam arti tidak ada lagi yang megkotak-kotakkan; kedudukan, pangkat, kelas sosial, kekayaan bukan lagi merupakan elemen-elemen pemisah sebab sekarang ini kita semua sama dan bebas.

Namun dalam kenyataannya berbeda dengan apa yang diharapkan. Revolusi memang telah mendatangkan perubahan, namun pada saat yang sama juga telah mendatangkan kekuatiran yang lebih besar. Apa sesungguhnya yang terjadi? yang terjadi adalah timbulnya anarki (situasi tanpa aturan) dan kekacauan (chaos) yang lebih besar setelah Revolusi Perancis. Disamping itu, sebagai akibat dari Revolusi Industri, timbul kesenjangan sosial yang baru antara yang kaya dengan yang miskin. Kelas-kelas sosial bukannya di hapus tetapi semakin nyata. Kaum buruh semakin ditekan oleh segelintir orang yang memiliki modal dan perusahaan (bourgeoisie). Seperti yang di kemukakan oleh Karl Marx kaum bourgeoisie ialah kaum yang menguasai alat produksi. Dengan demikian, konflik antar kelas menjadi tidak terhidarkan. Banyak sekali ketegangan-ketegangan pada saat itu seperti pendiskriminasian terhadap orang miskin. August Comte adalah orang yang pertama kali membuat deskipsi ilmiah atas situasi sosial seperti ini. Dan dialah yang pertama kali menggunakan kata "sosiologi".

PERKEMBANGAN SOSIOLOGI

Walaupun sosiologi muncul pada abad ke-19 pada masanya August Comte, akan tetapi perhatian terhadap mayarakat sudah ada sebelum abad 19, hanya saja masih berupa pemikiran-pemikiran dan belum menjadi suatu ilmu pengetauan yang banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh filosof, antara lain;

  1. Plato (429-347 SM), seorang filosof aal Romawi, sebutulnya Plato bermaksud untuk merumuskan suatu tentang bentuk negara yang dicita-citakan, yang organisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap sistem-sistem sosial yang ada pada zamannya. Plato menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan inteligensia. Inteligensia merupakan unsur pengendali, sehingga suatu negar seyogyangya juga merupakan refleksi dari dari ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi. Dengan jalan menganalisis lembaga-lembaga didalam masyarakat, maka Plato berhasil menunjukan hubungan fungsional antara lembaga-lembaga tersebut yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Dengan demikian Plato berhasil merumuskan suatu teori organis tentang masyarakat, yang mencakup bidang-bidang kehidupan ekonomis dan sosial. Suatu unsur yang menyebabkan masyarakat berdinamika adalah adanya sistem hukum identik dengan moral, oleh karena itu, didasarkan pada keadilan.
  2. Aristoteles (384-322 SM), didalam bukunya politics, Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalam terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik digunakannya dalam arti luas mencakup juga berbagai masalah ekonomidan sosial. Sebagaimana halnya dengan Plato, perhatian Aristoteles terhadap biologi telah menyebabkannya mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan organisme biologis manusia. Disamping itu Aritoteles menggaris bawahi kenyataan bahwa basis masyarakt adalah moral (etika dalam arti yang sempit)
  3. Ibnu Khaldun (1332-1406), filsafat kebangsaan Arab yang mengemukakan beberpa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat dijumpai, bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya negara. Gejala-gejala yang sama akan terlihat pada kehidupan masyarakat-masyarakat pengembara, dengan segela kekuatan dan kelemahannya. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku clan, negara dan sebagainya, adalah rasa solidaritas. Faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama anatar manusia.
  4. Zaman Renaissance (1200-1600), tercatat dengan nama-nama seperti Thomas More denga utopia-nya dan Campanella yang menulis city of the sun. Mereka masih sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat yang ideal. Berbeda dengan mereka adalah N. Machiavelli yang terkenal dengan bukunya II Principe yang menganalisa bagaimana mempertahankan kekuasaan. Unutk pertama kalinya politik dipisahkan dari moral, sehingga terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Pengaruh ajaran Marchiavelli antara lain, suatu ajaran, bahwa teori-teori politik dan sosial memusatkan perhatian mekanisme pemerintahan.
  5. Abad ke-17 ditandai tulisan Hobbes (1588-1679) yang berjudul The Leviathan. Inti ajarannya di ilhami oleh hukum alam, fisika dan matematika. Dia beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu ingin berkelahi. Akan tetapi meereka mempunyai pikiran bahwa hidup damai dan tentram jauh lebih baik. Keadaan semacam itu baru dapat tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan pihak-pihak yang mempunyai wewenang, pihak mana akan dapat memelihara ketentraman. Supaya keadaan damai tadi terpelihara, maka orang-orang harus sepenuhnya mematuhi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan demikianlah masyarakat dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
  6. Abad ke-18 masih bersifat rasionalistis, akan tetapi sifatnya yang dogmatis sudah agak berkurang. Pada abad ini muncullah antara lain ajaran John Locke (1632-1704) dan J.J Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada konsep kontrak sosial dari Hobbes. Menurut Locke manusia pada dasarnya, mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Kontrak antara warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar faktor pamrih. Bila pihak mempunyai wewenang tadi gagal untuk memenuhi syarat-syarat kontrak, maka warga-warga masyarakat berhak untuk memilih pihak lain. Rousseau antara lain berpendapat bahwa kontrak antara pemerintah dengan yang diperintah, menyebabkan tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum. Keinginan umum tadi berbeda denga keinginan masing-masing individu.
  7. Awal abad ke-19 muncullah ajaran Saint Simon (1760-1825) yang terutama mengatakan bahwa manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok. Di dalam bukunya yang berjudul Memoirs sur la science de l,home, dia menyatakan bahwa ilmu politik merupakan bahwa suatu imu yang positif. Artinya, masalah-masalah dalam ilmu politik hendaknya di analisis dengan metode-metode yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain. Dia memikirkan sejarah sebagai suatu fisika sosial. Fisiologi sangat mempengaruhi ajaran-ajaranya mengenai masyarakat. Masyarakat bukanlah suatu kumpulan dari orang-orang belaka yang tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing. Kumpulan tersebut hidup karena didorong oleh organ-organ tertentu yang menggerakan manusia untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut.
  8. Setelah itu muncullah di abad ke-19 nama Auguste Comte yang telah menulis beberapa buah buku yang berisikan tentang pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat. Nama yang dipakai pada saat itu adalah "sosiologi" ( 1839) yang berasal dari kata latin socius yang berarti "kawan", "teman", "masyarakat" dan dari kata yunani logos yang berarti "kata", "berbicara". Jadi sosiologi adalah berbicara tentang masyarakat. Lahirnya sosiologi, tercatat pada 1842, tatkala Comte menerbitkan jilid dari bukunya yang berjudul Positive-Philosophy yang tersohor itu. Kemudian Herbert Spencer seseorang kebangsaan inggris mengembangkan suatu sistematika penelitian masyarakat dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology setengah abad kemudian nama sosiologi menjadi lebih populer, dan berkembang pesat pada abad ke-20, terutama di Perancis, Jerman dan Amerika serikat.

__________________________

Sitorus, M, Berkenalan Dengan Sosiologi Jilid I. Jakarta, Erlangga, 2003

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, Rajawali Pers, 2006

Senin, 19 Januari 2009

Pengantar Sosiologi

Pada abad ke-19, seorang ahli filsafat kebangsaan perancis yaitu yang bernama Auguste Comte telah menulis beberapa buah buku yang berisikan tentang pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat. Nama yang dipakai pada saat itu adalah "sosiologi" ( 1839) yang berasal dari kata latin socius yang berarti "kawan", "teman", "masyarakat" dan dari kata yunani logos yang berarti "kata", "berbicara". Jadi sosiologi adalah berbicara tentang masyarakat. Lahirnya sosiologi, tercatat pada 1842, tatkala Comte menerbitkan jilid dari bukunya yang berjudul Positive-Philosophy yang tersohor itu. Kemudian Herbert Spencer seseorang kebangsaan inggris mengembangkan suatu sistematika penelitian masyarakat dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology setengah abad kemudian nama sosiologi menjadi lebih populer, dan berkembang pesat pada abad ke-20, terutama di Perancis, Jerman dan Amerika serikat.

Berikut ini adalah nama-nama tokoh sosiologi yang terkemuka:

  • August Comte (Perancis)
  • Herbert Spencer (Inggris)
  • Karl Marx (Jerman)
  • Vilfredo Pareto (Itali)
  • Pitirim A. Sorokin (Rusia)
  • Max Weber (Jerman)
  • Charles Horton Cooley (Amerika Serikat)

PENGERTIAN SOSIOLOGI

Pitirim Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari :

  • hubungan dan pengaruh timbak-balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misaknya antara ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan sebagainya)
  • hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya gejala geografis, biologis dan sebagainya)
  • ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial

Raucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.

William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.

J.A.A Van Doorn dan C.J Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi mengatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. selanjutnya menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. proses sosial adalah pengaruh timbak-balik antara pelbagai pengaruh segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal-balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi kehidupan hukum dengan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya.

Perlu kita ketahui bahwa sosiologi dapat dipandang dari sudut sifat hakikatnya, adapun hakikatnya yaitu; sosiologi merupakan ilmu pengtahuan yang murni (pure science) dan bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan (applied science). maksud dari ilmu pengetahuan murni ialah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak hanya untuk mempertinggi mutunya, tanpa menggunakannya dalam masyarakat. sedangkan ilmu pengetahuan terapan ialah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu tersebut dalam masyarakat dengan maksud membantu kehidupan masyarakat. misalkan seorang ahli dalam bidang kimia ia akan menerapkan pengetahuan yang ia temukan lalu ia terapkan kepada masyarakat.contohnya, sekarang telah di temukan oleh ahli kimia tentang bahan bakar gas, bahan bakar biogas. penemuan tersebut oleh seorang ahlinya akan diterapkan kepada masyarakat untuk memakai bahan bakar gas atau biogas. Sedangkan ilmu sosiologi adalah mempelajari masyarakat dan mendapatkan fakta-fakta dari hasil penelitian yang dapat dipergunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat, dan mengungkap apa yang terjadi didalam masyarakat, artinya sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya terjadi dan tidak mempersoalkan baik atau buruknya suatu fakta tertentu melainkan memperjelas fakta tersebut secara analitis. Karena didalam masyarakat memiliki kebudayaan, norma dan adat yang berbeda-beda, misalkan saja ketika kita berkunjung dan melihat Suku Dani di papua yang memakai koteka, kita tidak bisa mengatakan bahwa itu buruk tapi bagi mereka itulah kebudayaannya. Soiologi juga bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umum dari interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat manusia.

SIFAT-SIFAT SOSIOLOGI

  1. Sosilogi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut berdasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
  2. Sosiologi bersifat teoritis yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakana kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk memperjelas hubungan-hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
  3. Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas dan memperhalus teori-teori yang lama.
  4. Sosiologi bersifat non-etis yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk memperjelas fakta tersebut secara analitis.

OBJEK SOSIOLOGI

Bila kita simak dari definisi sosiologi yaitu ilmu yang mempelajari masyarakat didalam masyarakat terdapat individu-individu sebagai aktor yang bertindak. Manusia merupakan individu sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan manusia yang lain di dalam masyarakat. Dalam interaksi tersebut maka muncullah nilai-nilai dan norma-norma yang di anut oleh anggota-anggotanya. Nilai-nilai dan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat akan di jadikan sebagai institusi sosial yang kemudian menjadi suatu kebudayaan. Secara umum adalah masyarakat dan secara khususnya adalah segala sesuatu yang terjadi di dalam masyarakat baik itu berupa interaksi, peristiwa dan beberapa kejadian-kejaian yang ada didalam masyarakat yang akan mewarnai objek kajian sosiologi ini. Sedangkan definisi dari masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat rasa identitas bersama.

_________________________

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta, Rineka Cipta, 2002.

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, Rajawali Pers, 2006

Statistik Pengunjung

Socio Education

Merupakan Weblog tentang seputar materi ilmu sosial sebagai penunjang dan pelengkap edukasi.

  © Design Blog 'Ultimatum' by Socio Education 2020

Back to TOP