Pada metode dasarnya, aliran Marxisme menolak agama dan alam ghaib serta tidak mengakui kehendak atau keinginan di luar alam materi. Aliran ini berpendapat bahwa alam materi menguraikan dirinya sendiri tanpa membutuhkan bantuan kekuatan ilahi yang mendahului keberadaan alam. Lebih dari itu, aliran Marxisme menganggap agama sebagai penghambat kemajuan. Agama merupakan opium dan candu, kekuatan reaksioner dan tidak produktif. Agama membuat orang makin pasrah, rela, dan tidak mau mencari rezeki demi mananti surga-surga ilusi di akhirat. Agama merupakan sekutu alami dari individualisme dan kapitalisme . Agama memberikan landasan legal-theologis pada orang-orang kaya sambil mengikat orang-orang miskin dengan fatalisme yang membelenggu. Serangan tersebut diterapkan oleh Stalin terhadap agama dan pemuka agama dengan cara menutup gereja-gereja, menangkap para biarawan, dan mengusir para pendeta. Ia juga menghapuskan pelajaran agama dari sekolah-sekolah dan menggantikannya dengan pelajaran atheis . Serangan tersebut berdampak pada kelas bawah atau kelas proletar yang secara tidak sengaja mematuhi ajaran Marx dan dijadikan sebagai orang yang kehilangan dirinya, karena sebelumnya kelas proletar mempunyai arah tujuan hidupnya ketika masih ada pemuka agama dan biarawan. Pemuka agama dan para biarawan sering kali menyampaikan ceramahnya, layaknya umat muslim yang mendapatkan ceramah dari para ustadz atau tokoh agama, yang selalu menyerukan untuk tetap sabar dalam menghadapi segala keadaan. Sehingga pemeluk agama mendapatkan pencerahan dari para tokoh agamanya.
Melihat keadaan yang semacam itu Karl Marx menganggap agama sebagai agen yang lebih aktif. Agama menurutnya lebih merupakan protes melawan penderitaan daripada alat untuk menentramkannya “agama”. Kata Marx. Merupakan keluh kesah makhluk yang tertindas, hati dunia yang tak berjiwa. Mereka menderita bukan Cuma menginginkan hiburan, tapi perubahan–akhir penderitaan mereka, jalan keluar. ”Penderitaan keagamaan”, katanya, ”salah satu dan pada saat yang sama merupakan ekspresi penderitaan riil dan protes melawan penderitaan riil tersebut .” Marx menyatakan bahwa agama merupakan alat yang tidak berguna karena agama sebagai pelariaan dari kelas proletar, agama sebagai kebahagiaan masyarakat ilusif yang merupakan kemestian demi memperoleh kebahagiaan yang riil. Ditekankan lagi oleh Marx bahwa agama merupakan keluhan makhluk yang tertindas, hati dunia yang tak berperasaan dan jiwa dari kondisi mati. Agama adalah candu masyarakat . Terlihat bahwa kelas proletar merupakan kelas yang tidak mempunyai alat produksi, kelas yang di eksploitasi tenaganya, dan tidak mendapatkan upah sebagaimana kerja mereka, disini kelas proletar benar-benar merasakan ketertindasan dan mereka mengabdikan dirinya pada agama dan tidak mau bekerja dan terus pasrah kepada Tuhannya.
Demikian pula Feuerbach berpendapat mengenai agama;
Theology is simply a mythical vision of human aspiration and that ” what man praises and approves, that is God to him; what he blames and condems is nondivine ”
Manusia memuji dan menerima segala sesuatu dari Tuhan kepadanya, dari suatu kesalahan yang telah diperbuatnya dan mendapatkan hukuman berupa kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan, karma, kutukan) sehingga manusia hanya beranggapan bahwa itu merupakan ganjaran yang diberikan oleh Tuhan ataupun juga sebagai suatu cobaan kepada umatnya. Ia memaksakan menyerahkan diri di hadapan tuhan yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi.
Pengaruh agama bagi masyarakat proletar benar-benar sangat besar, dan sangat sulit untuk dilenyapkan, karena agama telah melekat dalam diri di setiap manusia dan menjadi penghambat kaum borjuis untuk meningkatkan produktifitasnya. Sehingga agama itu perlu dilenyapkan karena merupakan alat kaum borjuis kapitalis (kelas penindas) mengeksploitasi kelas pekerja atau proletar. Marx berpendapat bahwa negara sebagai alat penindas menggunakan agama demi kepentingan mempertahankan kekuasaan. Agama digunakan oleh negara agar rakyat tetap terlena dan tidak memberontak dan selalu patuh kepada penguasa negara. Marx menunjukan fakta-fakta sejarah yang membenarkan pandangan itu. Ketika agama (Kristen) berkuasa di abad-abad pertengahan, prinsip-prinsip sosial kristen dijadikan alat pembenaran perbudakan, agama mensucikan perbudakan itu dan mempertahankan keberlangsungan penindasan terhadap kelas proletar .
Kaum borjuis mengajak kelas proletar untuk berjuang dalam meningkatkan taraf hidupnya, namun disisi lain juga borjuis memanfaatkan ketergantunagn kelas proletar terhadap agama. Kaum buruh diperlakukan seakan-akan sebagai alat bantu produksi yang diperas habis-habisan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hasil yang diterima kaum buruh tidak lebih daripada sekedar untuk menyambung hidup. Sebaliknya kaum kapitalis yang karena menguasai alat-alat produksi tanpa harus bersusah payah mendapat keuntungan yang berlimpah-limpah. Kaum buruh hidupnya semakin tergantung pada kaum kapitalis. Dan kaum kapitalis semakin serakah menguasai kekayaan .
Sedangkan kelas proletar dalam agamanya masih dihembur-hemburkan oleh tokoh agamanya, untuk tetap sabar dalam menerima segalanya dan tetap rendah. Sehingga kelas proletar hanya bisa menyampaikan kekecewaannya pada Tuhannya dan pasrah–rela terhadap keadaan yang di alaminya.
Musthafa Mahmud, Islam Kiri:Kebohongan Dan Bahayanya (Jakarta: Gema Insani,1999) hlm.7
Fatalisme: kepercayaan bahwa nasib menguasai segala-galanya (kamus orisinil: http://orisinil.com/wkamus.php)
Musthafa Mahmud, Op. cit. hlm.7-8
Franz Magnis Suseno, “editor: Prof. Dr. John Raines” Marx Tentang Agama.(Jakarta: Teraju, 2003) hlm. 235-236
Ibid. hlm. 242
Turner Jonathan Etal, The Emergence Of Sociological Theory (Wed Sorth: Publishing Company,1989) hlm.108
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikitan Negara, Masyarakat Dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia, 2007) hlm292-293
Freddy yuliharto, Gejolak Kapitalisme (Jakarta: Golden Terayon Press, 1989) hlm.17
Melihat keadaan yang semacam itu Karl Marx menganggap agama sebagai agen yang lebih aktif. Agama menurutnya lebih merupakan protes melawan penderitaan daripada alat untuk menentramkannya “agama”. Kata Marx. Merupakan keluh kesah makhluk yang tertindas, hati dunia yang tak berjiwa. Mereka menderita bukan Cuma menginginkan hiburan, tapi perubahan–akhir penderitaan mereka, jalan keluar. ”Penderitaan keagamaan”, katanya, ”salah satu dan pada saat yang sama merupakan ekspresi penderitaan riil dan protes melawan penderitaan riil tersebut .” Marx menyatakan bahwa agama merupakan alat yang tidak berguna karena agama sebagai pelariaan dari kelas proletar, agama sebagai kebahagiaan masyarakat ilusif yang merupakan kemestian demi memperoleh kebahagiaan yang riil. Ditekankan lagi oleh Marx bahwa agama merupakan keluhan makhluk yang tertindas, hati dunia yang tak berperasaan dan jiwa dari kondisi mati. Agama adalah candu masyarakat . Terlihat bahwa kelas proletar merupakan kelas yang tidak mempunyai alat produksi, kelas yang di eksploitasi tenaganya, dan tidak mendapatkan upah sebagaimana kerja mereka, disini kelas proletar benar-benar merasakan ketertindasan dan mereka mengabdikan dirinya pada agama dan tidak mau bekerja dan terus pasrah kepada Tuhannya.
Demikian pula Feuerbach berpendapat mengenai agama;
Theology is simply a mythical vision of human aspiration and that ” what man praises and approves, that is God to him; what he blames and condems is nondivine ”
Manusia memuji dan menerima segala sesuatu dari Tuhan kepadanya, dari suatu kesalahan yang telah diperbuatnya dan mendapatkan hukuman berupa kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan, karma, kutukan) sehingga manusia hanya beranggapan bahwa itu merupakan ganjaran yang diberikan oleh Tuhan ataupun juga sebagai suatu cobaan kepada umatnya. Ia memaksakan menyerahkan diri di hadapan tuhan yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi.
Pengaruh agama bagi masyarakat proletar benar-benar sangat besar, dan sangat sulit untuk dilenyapkan, karena agama telah melekat dalam diri di setiap manusia dan menjadi penghambat kaum borjuis untuk meningkatkan produktifitasnya. Sehingga agama itu perlu dilenyapkan karena merupakan alat kaum borjuis kapitalis (kelas penindas) mengeksploitasi kelas pekerja atau proletar. Marx berpendapat bahwa negara sebagai alat penindas menggunakan agama demi kepentingan mempertahankan kekuasaan. Agama digunakan oleh negara agar rakyat tetap terlena dan tidak memberontak dan selalu patuh kepada penguasa negara. Marx menunjukan fakta-fakta sejarah yang membenarkan pandangan itu. Ketika agama (Kristen) berkuasa di abad-abad pertengahan, prinsip-prinsip sosial kristen dijadikan alat pembenaran perbudakan, agama mensucikan perbudakan itu dan mempertahankan keberlangsungan penindasan terhadap kelas proletar .
Kaum borjuis mengajak kelas proletar untuk berjuang dalam meningkatkan taraf hidupnya, namun disisi lain juga borjuis memanfaatkan ketergantunagn kelas proletar terhadap agama. Kaum buruh diperlakukan seakan-akan sebagai alat bantu produksi yang diperas habis-habisan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hasil yang diterima kaum buruh tidak lebih daripada sekedar untuk menyambung hidup. Sebaliknya kaum kapitalis yang karena menguasai alat-alat produksi tanpa harus bersusah payah mendapat keuntungan yang berlimpah-limpah. Kaum buruh hidupnya semakin tergantung pada kaum kapitalis. Dan kaum kapitalis semakin serakah menguasai kekayaan .
Sedangkan kelas proletar dalam agamanya masih dihembur-hemburkan oleh tokoh agamanya, untuk tetap sabar dalam menerima segalanya dan tetap rendah. Sehingga kelas proletar hanya bisa menyampaikan kekecewaannya pada Tuhannya dan pasrah–rela terhadap keadaan yang di alaminya.
Musthafa Mahmud, Islam Kiri:Kebohongan Dan Bahayanya (Jakarta: Gema Insani,1999) hlm.7
Fatalisme: kepercayaan bahwa nasib menguasai segala-galanya (kamus orisinil: http://orisinil.com/wkamus.php)
Musthafa Mahmud, Op. cit. hlm.7-8
Franz Magnis Suseno, “editor: Prof. Dr. John Raines” Marx Tentang Agama.(Jakarta: Teraju, 2003) hlm. 235-236
Ibid. hlm. 242
Turner Jonathan Etal, The Emergence Of Sociological Theory (Wed Sorth: Publishing Company,1989) hlm.108
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikitan Negara, Masyarakat Dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia, 2007) hlm292-293
Freddy yuliharto, Gejolak Kapitalisme (Jakarta: Golden Terayon Press, 1989) hlm.17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar