Entri Populer

Kamis, 26 Februari 2015

Menuju Akomodasi: Deklarasi Malino Rekonsoliasi Konflik Poso

Oleh: N.H. Eddart


Konflik Bermula dari Stratifikasi Etnik

Penduduk Poso terkenal sangat heterogen, suku Pamona sebagai suku pribumi dari Tanah Poso mendominasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi maupun politik namun masuknya para pendatang membuat stratifikasi di Poso semakin jelas terlihat. Para pendatang pada umumnya beragama muslim dan protestan yang berasal dari Jawa, Bali, Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Utara dan Gorontalo. Pendatang Muslim umumnya berasal dari arah Selatan, yaitu suku Bugis yang telah bermigrasi sejak masa pra-kolonial, maupun suku Gorontalo dari arah Utara. Karena itu, wilayah Poso Pesisir dan Kota Poso serta Pamona Selatan cukup banyak desa-desa Kristen dan desa-desa Islam berselang-seling dan bertetangga di satu pihak sedangkan wilayah Pamona Utara sampai dengan wilayah yang berbatasan dengan wilayah Poso Pesisir dan Kota Poso serta ke Barat dengan wilayah Lore Utara dan Lore Selatan yang sangat didominasi oleh mayoritas Kristen. Jadi secara geografis, umat Kristen yang mendiami bagian tengah (dalam) dari wilayah Poso terjepit baik dari arah Utara maupun Selatan dimana proporsi umat Islam semakin besar mendekati proporsi umat Kristen.

Pendatang umumnya lebih kuat dalam perebutan lahan dan ekonomi. Tanah pribumi banyak yang dijual ke para pendatang sehingga akta tanah dari pribumi beralih ke para pendatang. Tanah perkebunan seperti coklat dan kelapa tentunya mendapatkan keuntungan besar bagi para pendatang, namun pribumi juga sebagian masih memiliki perkebunan coklat dan kelapa akan tetapi dalam hal pemasaran masih kalah dengan pendatang. Penduduk asli merasa dirugikan dengan keadaan tersebut dilihat dari dua hal yaitu pertama, lahan pertaniannya sebagian telah beralih kepemilikannya kepada pendatang. Kedua, margin yang diperoleh dari hasil pertanian lebih besar dinikmati oleh para pendatang. Hal itulah yang memicu stratifikasi etnik pendatang dan pribumi.

Terdapat tiga stratifikasi dalam konflik Poso tersebut dalam sosiologi stratifikasi etnis menurut Noel (1968), startifikasi etnik dapat terjadi berdasarkan tiga prasyarat yakni :
Etnosentrisme, Persaingan, dan Perbedaan kekuasaan

Ketiga prasyarat tersebut tidak bisa dipisahkan karena apabila ada salah satunya yang tidak terpenuhi, startifikasi tidak akan terjadi.

Etnosentrisme merupakan suatu paham yang menganggap kelompoknya sebagai kelompok terbaik atau spesial yang memiliki hak dan kekuasaan tertinggi. Dalam hal konflik Poso, penduduk asli Poso menganut etnosentrisme dan menganggap etnisnya sebagai yang terbaik jika dibandingkan dengan pendatang. Faktor kedua yang menjadi prasyarat stratifikasi etnik adalah persaingan. Di Poso terdapat persaingan dalam hal ekonomi terutama dalam perdagangan. Penduduk asli Poso merasa termarginalisasikan oleh penduduk pendatang, karena perdagangan lebih dikuasai oleh para pendatang yang mayoritas beragama Islam. Prasyarat terakhir stratifikasi etnik adalah perbedaan kekuasaan. Maksudnya adalah penguasaan sektor-sektor politik yang strategis oleh para pendatang di Poso. Partai yang memenangi pemilu adalah Golkar yang anggotanya didominasi oleh pendatang.



Pergeseran Pribumi Poso yang Mayoritas ke Minoritas

Suku Pamona sebagai pribumi asli Poso yang mulanya sebagai kelompok mayoritas karena memiliki tanah dan menguasai perdagangan namun setelah adanya arus migrasi masuk yang cukup deras terjadi semenjak dasawarsa 1970-an dan 1980-an dimana program transmigrasi dilakukan dan dibukanya jalur prasarana angkutan darat, Trans-Sulawesi, pribumi Poso menjadi termarjinalkan. Masuknya para pendatang ini dari Jawa, Bali, Sulawesi Utara, maupun Sulawesi Selatan menggeser pribumi Poso yang mulanya mayoritas menjadi kelompok minoritas. Konsep mayoritas sering dihubungkan dengan dominan culture. Kelompok yang mendominasi beberapa sektor penting dalam kehidupan. Kelompok kebudayaan dominan memiliki kekuasaan, uang, sumber daya alam, pemilikan media massa, sekolah, universitas, dan peran dalam pemeritahan. Sehingga bagi mereka nilai-nilai persaingan, individualisme dan kebebasan tidak berarti apa-apa.



Mayoritas dan minoritas di dalam kajian sosiologi tidak selalu mengacu dari segi jumlah, tetapi merujuk pada sebuah kelompok yang memiliki kekuasaan tatanan atau yang sangat berpengaruh dalam masyarakat. Kelompok mayoritas mempunyai karakteristik hanya merekalah yang superior terhadap kelompok etnik yang dijadikan inferior. Bagi pribumi Poso mengklaim bahwa para pendatang tersebut dikatakan sebagai kelompok minoritas, yang datang dari luar daerah. Mereka (Pribumi Poso) percaya bahwa karena kelompok minoritas secara alamiah berbeda maka mereka harus dipisahkan bahkan disingkirkan. Mereka percaya bahwa kaum mayoritas (dalam hal ini Pibumi Poso) yang paling berhak sehingga mereka pun mengklaim bahwa mereka yang paling berkuasa, mempunyai status sosial yang tinggi, dan memiliki harga diri yang harus dihormati. Mereka juga memiliki rasa takut dan selalu curiga bahwa kelompok minoritas selalu berencana menggrogoti faktor-faktor yang menguntungkan kelompok dominan.



Deklarasi Malino Bentuk Akomodasi Konflik Poso

Kekerasan yang terjadi di Poso banyak mengundang perhatian masyarakat Indonesia, banyaknya korban jiwa yang di alami dari masing-masing pihak ternyata mendorong untuk mengadakan bentuk perdamaian yang diadakan di Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang dinamakan “Deklarasi Malino”. Deklarasi tersebut diadakan pada tanggal 18-20 Desember 2010 yang tidak lepas dari inisiatif lokal yang tulus dan kuat untuk menghentikan siklus kekerasan di Poso. Penyatuan etnis yang berkonflik tersebut dalam kajian sosiologi termasuk dalam hubungan antarkelompok berbentuk akomodasi. Akomodasi merupakan keadaan hubungan antar etnik atau ras yang seimbang dalam proses kerjasama antar budaya. Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi sosial antara pribadi dan kelompok-kelompok manusia untuk meredakan pertentangan. Sikap saling menghormati antar masing-masing pihak yang bertikai di Poso merupakan proses penyesuaian dari beberapa pihak. Pada awalnya pemimpin agama Kristen dari suku Pamona terlebi dahulu untuk mengajukan perdamaian dengan melobi pemerintah pusat, hal ini suatu paksaan keinginan dimana perbedaan status atau kedudukan untuk melakukan perdamaian dengan pihak islam. Akomodasi dapat juga dilakukan melalui paksaan dimana perbedaan status, kedudukan, posisi atau stratifikasi sosial antar etnik dominan (power) memaksa kelompok etnik subdominan. bentuk lunak paksaan adalah konsiliasi dimana terdapat kesempatan setiap etnik untuk menyampaikan faktor-faktor yang dipertentangkan untuk dirundingkan bersama sebagai keputusan yang akomodatif. Pertemuan dengan Menko Kesra dan Menko Polkam ternyata mendapat kemajuan untuk perdamaian Konflik Poso, pemerintah pusat menfasilitasi dengan mempertemukan kedua belah pihak untuk saling mengajukan faktor-faktor yang dipertentangkan.

Dalam kasus konflik Poso ini termasuk dalam hubungan antarkelompok bentuk mediasi dimana kelompok yang berunding menentukan pihak ketiga yang dianggap netral untuk menyelesaikan pertentangan antar etnik.

Tujuan akomodasi:
1.Mengurangi pertentangan atau konflik
2.Kebutuhan atau keinginan hidup bersama
3.Menciptakan kerjasama antar atau lintas etnik



Terdapat tujuan penting secara akomodatif untuk mengurangi pertentangan atau konflik yaitu dari isi deklarasi damai Malino ini disebutkan bahwa kelompok Muslim dan Kristiani dengan hati lapang serta jiwa terbuka sepakat menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan. Mereka juga wajib mentaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi hukum kepada siapa saja yang melanggar serta meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan. Guna menjaga agar suasana damai, mereka menolak pemberlakuan keadaan darurat sipil dan campur tangan pihak asing. Mereka sepakat menghilangkan semua fitnah dan ketidak-jujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain, demi terciptanya kerukunan hidup bersama. Disepakati juga tentang kebutuhan hak hidup bersama di Poso yang tersirat dari adanya pernyataan bahwa Poso adalah bagian integral dari NKRI, karena itu setiap warganegara memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai serta menghormati adat-istiadat setempat. Semua hak dan kepemilikan harus dikembalikan kepada pemilik yang sah sebagaimana sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.

Jumat, 26 September 2014

TERLAHIRLAH NEO-ORDE BARU: Kajian Sosiologis akan Keputusan Pemilukada oleh DPRD

 

Oleh: N.H. Eddart

Selama sepuluh tahun ini Indonesia telah dipuji-puji oleh negara tetangga yang telah berhasil menciptakan demokrasi yang adil dan langsung dipilih oleh rakyat. Sepuluh tahun yang lalu melalui suara-suara mahasiswa telah berhasil meruntuhkan tembok kediktatoran orde baru. Akankah aktor-aktor perubahan era 1998 yang telah menyuarakan hati rakyat harus kembali ke masa lalu? Bagaimana nasib rakyat jika perubahan yang telah berganti kini terlahir kembali dan berjaya menguasai tanah air?. Dalam coretan ini akan mengajak pembaca untuk memahami kenapa perubahan tersebut kembali berputar.

Perubahan akan selalu ada dalam masyarakat dan setiap perubahan akan disertai dengan disintegrasi antargolongan kepentingan yang ingin mewujudkan dominasi politik di tanah air. Lantas perubahan bisakah dikatakan sesuai dengan harapan masyarakat manakala telah diamini oleh golongan  kepentingan politik. Sistem pemilihan kepala daerah telah disahkan oleh "Dewan Legislatif - DPR RI" untuk dipilih oleh DPRD, koalisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) telah memenangkan suaranya terhadap RUU Pemilukada yang dipilih oleh DPRD. Kemenangan KMP mengingatkan sistem pemerintahan yang telah runtuh sepuluh tahun silam. Sepuluh tahun silam Indonesia memilih pemimpin berdasarkan dominasi minoritas dari partai politik yang duduk di kursi legislatif dan pemimpin yang terpilih seperti "wayang golek" yang digerakkan oleh "si dalang" di kursi legislatif.

Terlahirnya kembali sistem orde baru ini akibat dari kekalahan dari demokratisasi presiden bulan Juli 2014. Koalisi yang unggul di legislatif ingin membangunkan kembali kejayaan orde baru di Indonesia padahal yang sebelumnya telah diruntuhkan oleh aktor-aktor perubahan. Menurut Oswald Spengler perubahan terjadi secara siklikal dari lahir menjadi tumbuh berjaya yang kemudian runtuh dan akan terlahir kembali. Sistem pemilihan kepala daerah yang telah terlahir di era orde baru dan menjadi kejayaan untuk mendominasi politik dan menguras kekayaan Indonesia demi kepentingan yang mengesampingkan rakyat, rakyat akhirnya menangis atas kesalahan sistem ini, tanpa harapan balas budi dari rakyat yang telah menderita puluhan tahun, sistem pemilihan ini dapat diruntuhkan oleh perjuangan-perjuangan mahasiswa dan intelektual
muda yang ingin menciptakan demokratis.

Aktor yang melahirkan neo-orde baru perlu dijadikan suprastrukur agar aktor-aktor mengikuti aturan yang telah ditetapkan, kemudian akan menjadi struktur yang dipatuhi oleh agen-agen politik untuk memanfaatkan kepentingan kekuasaan tanah air ini. Agen yang melakukan tindakan secara terus menerus, berulang-ulang dan berkelanjutan yang dilakukan oleh individu masyarakat akan menciptakan strukturasi yang harus dipatuhi oleh setiap individu masyarakat. Dengan begitu, Teori Strukturasi Anthony Giddens membuktikan akan sistem pemilukada oleh DPRD akan mengulang dimana era orde baru menjadi sistem yang berjaya untuk Indonesia. Agen (dalam hal ini aktor politik) akan menciptakan struktur dan struktur akan mengatur agen-agen (termasuk semua lapisan masyarakat) untuk mematuhinya. Sistem pemilukada oleh DPRD yang telah dipatuhi oleh agen-agen akan sulit diruntuhkan lagi dalam jarak waktu yang singkat, aktor perubahan akan berjuang kembali mengusap tangis masyarakat, dan disintegrasi akan kembali terjadi di Indonesia dengan kasus  penjarahan, kekerasan, pembunuhan, dan pelecahan seksual.

Untuk itu, marilah merenung kembali atas keputusan dari aktor-aktor perubahan. sistem ini akan berjaya manakala telah disepakati oleh semua lapisan dan hanya tinggal diam tanpa perjuangan. Warga yang tidak memiliki kekuasaan politik akan dipaksa mengikuti sistem ini, sedangkan warga yang memiliki kekuasaan politik menjadi dualitas karena mengerti penderitaan tetangganya bahkan anak-anaknya kelak, namun dalam posisi politik mengerti juga kedudukan sebagi elit politik yang mengharuskan sistem pemilu kepala daerah oleh DPRD terwujud.

Kamis, 14 Agustus 2014

Sinopsis Eden In The East

Oleh: Stephen Oppenheimer
DM(Oxon), FRCP (UK), DTM&H (Liverpool)
School of Anthropology, Oxford University

Pengantar
Hipotesa  kunci dari edisi pertama buku Eden in The East dapat diringkaskan ke dalam beberapa tema terkait yang tidak terlalu berbeda dengan klaim yang dibuat di sampul belakang buku edisi bahasa Inggris dari Eden in The East oleh penerbit asal saya. Mereka telah secara luas didukung oleh penelitian kami  berikut ini dan dari yang lainnya, sehingga  membuat penerjemahan ini bersifat nubuwah (prophetic). Ada beberapa tema terkait:
1). Tiga kenaikan permukaan laut secara cepat, atau banjir-banjir, yang terjadi antara 14.500 sampai 7.200 tahun yang lalu yang menenggelamkan sebagian besar Sundaland, namun mendorong perjalanan laut dan penyebaran orang-orang Sundaland: Tema pertama dan mungkin merupakan isu yang paling controversial di dalam Eden in The East adalah analisis saya terhadap akibat dari tiga peningkatan permukaan laut yang cepat, atau banjir antara 14.000 sampai 7.200 tahun yang lalu di lempengan paparan benua Sunda dan penduduk pendahulu di Sundaland.  Agak sedikit sulit untuk melihat mengapa ada beberapa penentangan terhadap konsep ini, yang sebenarnya sudah diterima oleh para ahli geologi dan para sarjana lainnya sejak lama, kecuali sekedar sebagai taktik berbeda oleh para pendukung pandangan teori “Out of Taiwan” (Keluar dari Taiwan)”.
Bahwa Paparan Sunda mewakili sebuah benua besar yang tenggelam dan telah sempurna mengering pada 15.000 tahun yang lalu, adalah merupakan fakta yang sangat dikenal baik, sebagai sebuah fakta yang jelas, yang diikuti oleh 3 banjir besar (dalam 3 periode yang cepat). Sejumlah makalah ilmuwan membuktikan hal ini sebagimana dikutip dalam buku Eden in the East. Bahkan fakta bahwa banjir yang ketiga tersebut sebenarnya adalah 2 banjir ( sehingga menjadi total 4 banjir), yang terpisah selama 1.000 tahun dan sebuah kejatuhan moderat dari permukaan laut, yang telah diantisipasi di dalam Eden in The East (Gambar 3-7).  Poin akhir dari naik-turunnya telah ditunjukkan secara jelas oleh Prof Michael Bird dan kawan-kawannya tahun ini.
Kami sekarang punya 6 terbitan, dan akan lebih bertambah lagi, yang menunjukkan bahwa episode pembanjiran Sundaland adalah sinkron dengan peristiwa penyebaran genetik dari Sundaland terdahulu, yang mendukung pandangan asli saya bahwa kenaikan permukaan laut menyebabkan kehidupan di Sundaland menyebar melalui laut di dalam Indonesia dan ke Samudra Pasifik dan Samudra India dan bahkan ke mana pun  ke Eurasia pada jumlah yang lebih rendah.
2) Sembilan puluh persen (90%) para leluhur dari penduduk Sundaland saat ini telah tiba di sini lebih dari 5.000 tahun yang lalu, kebanyakan lebih dari 50.000 tahun yang lalu: Makalah saya telah mengkonfirmasi garis-garis penanggalan gen, baik di Indonesia maupun Polynesia yaitu pada 5000 tahun yang lalu, beberapa di antaranya sebelum Zaman Es, berarti bahwa ada keberlanjutan genetick yang substansial di Indonesia selama ribuan tahun. Derajat keberlanjutan genetik itu membantah pandangan ortodoks bahwa para petani padi Taiwan berbahasa Austronesia secara essensial menggantikan penduduk terdahulu dari Paparan Sunda 3.500 tahun yang lalu.
Isu kunci dalam setiap rekonstruksi prasejarah adalah mengenai suatu metode yang valid. Dalam kasus hipotesis Sundaland, penanggalan genetik adalah pusat dari rute argumentasi ini, penanggalan dan sumber dari migrasi. Kami telah mengalamatkan ‘problem’ ini dengan mengumpulkan data lebih banyak dan dengan menyempurkan sebaran genome yang lengkap pada sejumlah pertauan di Asia dan Pasifik, dan mengkalibrasi kembali keseluruhan pohon induk, akhirnya mempublikasikan suatubenchmark kalibrasi ulang bagi seluruh populasi dunia.
3) Para penduduk Sundaland telah memulai perubahan budaya mereka dari para “pemburu dan pengumpul makanan” menjadi para penanam tumbuhan, pertanian, nelayan ikan dan perdagangan berbasis kelautan dengan baik sejak 5.000 tahun yang lalu. Mereka tidak mempelajari hal ini dari orang-orang Taiwan 3.500 tahun yang lalu, Mungkin ini juga cara yang sama dalam beberapa kasus:Bukti-bukti paralel  mengenai kekunoan dan kecanggihan orang-orang Sundaland telah datang dari para arkeolog yang menunjukkan bahwa ketimbang mempelajari keahlian Neolitik mereka dan menerima hewan-hewan yang sudah dijinakkan serta tanaman pertanian dari Taiwan 3.500 tahun yang lalu, mereka telah mempunyai keahlian era Neolitik mereka sendiri yang asli, dan penjinakan hewan-hewan ternak mereka serta pertanian aslimereka sendiri sejak lebih dari 10.000 tahun yang lalu. Para penjinak ini adalah leluhur yang sebenarnya dari mereka yang dibawa keluar ke samudra Pasifik oleh orang-orang Polynesia. Terlebih lagi teknologi pelayaran terkuno adalah asli berasal dari Sundaland dan Barat Daya Pasifik, bukan Taiwan. Peristilahan dalam Bahasa Austronessia untuk teknologi pelayaran pertama kali muncul di Asia Tenggara, bukan Taiwan.
4) Orang Polynesia berasal dari Sundaland: pandangan ini, yang sekarang begitu terkenal, adalah sentral dari buku dan memteorikan bahwa hampir semua leluhur orang Polynesia yang muncul secara sempurna di Melanesia dan utamanya kepulauan Asia Tenggara (Sebelumnya, benua besar itu dikenal dengan nama Sundaland) lebih dari 5.000 tahun yang lalu, ketimbang menjadi keturunan dari satu kelompok petani padi, yang disangka menyebar keluar dari Taiwan untuk menempati Sundaland dan Pasifik 3.500 tahun yang lalu. Pandangan terakhir itu adalah pandangan ortodoks.
Makalah baru saya  dalam tema ini, dapat dikelompokan ke dalam beberapa baris dari bukti-bukti-bukti baru yang yang saling terkait, yang secara bersama-sama menunjukkan bahwa kebanyakan gene lines yang diketemukan di Polynesia adalah diturunkan dari paparan Sunda lebih dari 5.000 tahun yang lalu.
5) Gema kebudayaan kuno menyebar dari Sundaland: Lebih dari setengah Eden in The East terkait dengan bukti dari perbandingan milotologi, yang disebut diaspora, walaupun sejumlah efek efek numeric antarbenua tentang Daratan Utama Eropa-Asia (Eurasia), Benua Amerika dan Afrika adalah kecil, mempunyai efek besar dalam arti transfer budaya dari legenda asli dan mitos-mitos banjir.
Stephen Oppenheimer

Senin, 05 Mei 2014

Telaah Sosiologis: Anak-anak Korban dari Produk Sosial

Usia anak 2-6 tahun merupakan “golden age” bagi pertumbuhan anak usia dini. Penyerapan informasi dan tahap sosialisasi yang diterima 100% dari apa yang dia lihat, dengar, dan rasakan. Sehingga tidak mengherankan banyak deviasi yang dilakukan usia anak-anak baik pembunuhan dan penganiayaan terhadap anak-anak lagi.

Baru-baru ini kasus meninggalnya siswa kelas 5 SD yang dianiaya berujung maut yang dilakukan oleh kakak kelasnya gara-gara menjatuhkan makanan. Padahal Renggo Kadafi telah meminta maaf namun tetap kekecewaan tidak bisa dimaafkan hanya dengan permintaan maaf. Faktor sosiologis apa yang mempengaruhi pelaku untuk menganiaya adik kelasnya? Bagaimana tahap-tahap sosialisasi untuk anak-anak sampai mereka dapat mengambil peranan di lingkungan sosialnya?

Pelaku kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak bukanlah tindakan tanpa penyebab, tentu ada sub kebudayaan atau terjadi sosialisasi tidak sempurna. Faktor yang mempengaruhi anak bisa jadi disebabkan antaralain; pertama, media sosialisasi primer, yang terjadi di keluarga oleh si anak (pelaku devisiasi) merekam tindakan orang tua mereka yang melakukan tindakan koersif kepada orang lain. Misalnya ayahnya memukul ibunya manakala ibunya bertengkar atau melakukan kesalahan atau ayah/ibu memukul pembantu yang melakukan kesalahan. Tindakan koersif yang dilakukan orang tua sebagai tindakan yang normatif dilakukan manakala ada kesalahan.

Penyebab yang kedua, media massa/elektronik sebagai agen sosialisasi yang menyuguhkan tayangan dan tontonan untuk anak-anak. Di usia anak-anak peranan media massa/elektronik dijadikan mainan dan teman setia sehari-hari. Orang tua atau pembantu bekerja sedangkan anaknya diputarkankan tayangan kartun atau film action/perang/super hero, esensinya agar anak bisa tenang dengan tayangan tersebut. Namun penafsiran anak-anak terhadap tayangan tersebut malah mengkonstruksikan tindakan mereka seperti aktor tersebut. Misalnya, kartun Tom and Jerry yang penuh tindakan pukul memukul, Happy Tree Friends penuh tindakan penganiayaan dan pembunuhan. Film superhero spiderman/kaptain amerika/transformers membuat anak menjadi terobsesi seperti tokoh tersebut, seperti halnya peristiwa anak lompat dari apartemen lantai 19 gara-gara tidak diperbolehkan nonton spiderman. 

Mungkin anak yang lompat tersebut obsesi dari tokohnya. Seperti yang diungkapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta dikutip dari detik.com “menilai perilaku anak-anak belakangan sudah semakin mengerikan. Ahok, begitu dia biasa disapa, menduga hal itu adalah imbas dari film dan acara-acara televisi yang tidak mendidik yang marak berkembang di tanah air”. Tentunya pengendalian sosial orang tua dan sekolah harus diperhatikan. Agar proses internalisasi nilai-nilai dan norma sosial sesuai dengan masyarakatnya.

Proses internalisasi nilai-nilai dan norma sosial menjadi fundamental untuk kepribadian anak. Tahap-tahap sosialisasi anak yang diungkapkan George Herbert Mead, pertamaPreparatory Stage merupakan tahap anak dalam menyerap informasi dalam memahami dunia sosialnya, ketika ibu memberikan makan maka ibu itu mengucapkan kata ‘mam’ dengan tindakan menyuapkan makanan. Kata ‘mam’ oleh anak dipahami sebagai proses pemberian makan. Jika secara verbal anak dapat memaknai begitu pula dengan nonverbal atau perilaku yang dilakukan orang lain didepan anak pada masa tahap ini. Tentu ketika perilaku kekerasan sering dilihatnya maka pemaknaan akan kekerasan jadi hal yang normal.

Tahap yang kedua adalah, Play Stage merupakan tahap seorang anak mulai menyadari posisinya dan mulai menirukan perilaku dari orang-orang sekitarnya. Jika perilaku kekerasan dianggap normal maka anak tersebut dengan sadar melakukan kekerasan namun kemampuan pengendalian diri sangat lemah apalagi jika tidak ada kontrol sosial. Tahap ini anak menyerap dan mulai memainkan apa yang telah dipahaminya.

Ketiga, Tahap Game Stage merupakan tahap untuk bertindak dan melakukan pemahamanya. Pada tahap ini dikategorikan usia awal SD hingga menjelang kenaikan SMP maka wajar jika pada masa ini banyak pelaku kejahatan anak-anak. Mereka tidak menyadari penuh akan dampak dari perilaku kekerasan tersebut yang dilakukan oleh lawannya bahwa kalau dengan memasukkan gagang sapu ke mulut Renggo dan memukulnya akan merenggut nyawanya. Begitu juga dengan Valentino bocah yang terjun dari apartemen lantai 19 di Apartemen Laguna, Pluit, Jakarta Utara, kalau ’si spiderman kecil’ itu menyadari tindakanya akan membawa kematian harusnya dia tidak melakukan aksi selayaknya superhero tersebut.

Tahap selanjutnya Generalized Other Stage merupakan tahapan akhir dari proses internalisasi. Pada tahap ini anak seharusnya menyadari perilakunya di masyarakat luas dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat luas. Pada kasus yang diatas anak-anak belum mencapai tahap ini.

Proses sosialisasi dan pengendalian sosial harus diperhatikan dengan melihat secara peka perkembangan anak-anak usia dini agar tindakan mereka sesuai dengan norma sosial. Devisiasi yang dilakukan adalah produk sosial dari agen primer dan sekunder. Oleh karena itu sangat diperlukanya konstribusi dalam kontrol sosial, revitalisasi peranan keluarga dan filterisasi media massa/elekreonik.

Kamis, 06 Maret 2014

Anggota Kontestasi Dari Negara Kontestasi


Kapan anda mengenal politik? kenapa saat SMA masih awam dengan politik?Pemahaman diranah politik di tingkat pendidikan menengah masih sangat dangkal. Kurikulum pendidikan diarahkan pada ranah pengetahuan kognitif dan keterampilan. Pelajaran  didominasi oleh hitungan, hitungan, hitungan, dan membaca. Mana diskusinya? mana menulisnya? tapi bukan itu maksud tulisan ini.

Politik sebagai salah satu implementasi sekolah, setuju? apakah selama ini yang telah lulus SMA sudah paham dengan politik? karena kita tahu setelah lulus SMA sudah mempunyai hak memilih caleg dan capres. Nah… masalah disini adalah yang memilih dan yang mau dipilih sama dari institusi pendidikan tingkat menengah yang tidak mengajarkan politik utuh, walapun ada pelajaran Kewarganegaraan tapi minat dan yang gemar dengan nuansa politik dan sosial sedikit.

Apakah legislatif negara ini terdiri dari orang-orang yang representatif dan negarawan? setahu saya banyak artis, pelawak, orang iseng, dan pengusaha yang membawa kepentingan golongan. Minimnya pemahaman politik dan ketatanegaraan membawa negara ini menjadi “negara kontestasi”. Anggota Dewan berlomba-lomba mengais rejeki dari ranah pengabdian masyarakat yang bukan koridor dalam meraih kekayaan. Hasilnya undang-undang tidak rampung-rampung dan pembangunan sosial entah mengarah kemana.

Perlukah politik masuk dalam kurikulum pendidikan tingkat menengah selain pelajaran Kewarganegaraan? Selama ini Pendidikan Karakter sudahkah mempunyai sense of politic? Ketika saya menanyakan dikelas tentang minat atau suka tidak dengan politik, jawaban mereka, tidak!, politik penuh dengan kejahatan, politik kotok dan busuk, politik penuh dengan kebohongan. 

Jika anda yang sangat paham politik apa benar politik seperti itu?. Saya tahu jawaban mereka seperti itu karena mereka sehari-hari mengkonsumsi  dari media massa yang memberitakan korupsi melulu.  Jika diajarkan “per-politik-an” yang sesungguhnya disekolah saya yakin bangsa ini tidak ada “anggota kontestasi” lagi.

Jadikan pelajar dan pemuda sebagai agent of change dalam masyarakat, memberikan konstribusi pikiran untuk pembangunan sosial sebagai penyeimbang pelajaran eksakta. Boleh ada pelajaran eksakta, tapi ajarkan mereka -pelajar dan pemuda- tentang birokrasi dan politik, karena setahu saya tidak ada sekolah menengah yang menyiapkan calon peneliti dan pembangunan sosial, yang ada selama ini sekolah menengah untuk jadi karyawan perusahaan.

Semoga Bermanfaat

Sabtu, 05 Oktober 2013

The Aquanisasi of Society: Proses Modernisasi Air Mineral Dalam Kemasan

Gaya hidup konsumtif masyarakat Indonesia semakin  deras dengan tujuan instan dan praktis. Pola konsumerisme tidak hanya pada makanan instan, melainkan terhadap pembelian minuman kemasan, seperti Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK). AMDK baru dikenal oleh masyarakat Indonesia pada tahun 1973 yang dipelopori oleh PT. Golden Mississippi yang dicetuslan oleh Tirto (1930-1994) warga Wonosobo yang mulai berbisnis air minum dalam kemasan. Air tersebut diambil dari mata air pegunungan.

Seiring berjalannya waktu konsumerisme minuman dalam kemasan telah terpola, masyarakat dahulu meminum dari air mentah kemudian dimasak sampai mendidik terus diminum, tapi kini mengalami perubahan sosial pada pola konsumsi air minum. Masyarakat lebih sering membeli air dalam kemasan ketimbang memasak, bahkan sekarang di tahun 2013 masyarakat telah berlanggan pada minuman galon.Tidak hanya untuk minum, untuk memasak sudah jarang menggunakan air mentah/air kran.

Industrialisasi air mineral sudah tidak dielakkan lagi, semakin menjamur industrialisasi air minum dalam kemasan di tanah air ini. Proses menuju kearah perubahan yang lebih maju dan baik tampaknya luput dari masalah yang tidak dikehendaki, yaitu krisis air bersih. Kejadian krisis air bersih terjadi di masyarakat Kampung Pojok, Desa Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Mereka mengalami krisis air bersih padahal mereka tinggal bersampingan dengan industri air mineral dalam kemasan PT.Aqua Golden Mississippi. Mirisnya pemerintah daerah mendapatkan keuntungan pendapatan dari perusahaan air meneral tersebut, tapi warganya tidak terpenuhi kebutuhan air bersihnya.


Hasil riset 2012, kata Irfan Zamzami, peneliti dari Amrta Institute for Water Literacy, eksploitasi air di Kabupaten Sukabumi telah membuat warga menderita. Sebagian besar miskin dan sulit memperoleh air bersih. "Sebanyak 48 persen atau hampir separuh pengambilan air tanah di Kabupaten Sukabumi dilakukan oleh tiga perusahaan penghasil produk terkemuka di dunia, yaitu Aqua, Pocari Sweat, dan Indomilk," Dia menemukan 24 persen warga tinggal di sekitar perusahaan air kemasan tergolong miskin. Selain itu, temuannya di Kecamatan Cidahu, mayoritas penduduknya berada di sekitar perusahaan air kemasan, seperti Aqua, Pocari Sweat, Indomilk, Kratingdaeng, dan Alto kesulitan air bersih. "Di Kecamatan Cidahu banyak yang kesulitan terhadap akses air bersih," (dikutip dari http://www.merdeka.com/khas/air-mata-dari-mata-air-aqua-eksploitasi-air-aqua-1.html)

Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi kini berubah nama menjadi Dinas Pengelolaan Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sukabumi, tiga tahun lalu Kecamatan Cidahu memiliki enam mata air. Enam mata air itu adalah mata air Cikubang di Kampung Cikubang Jaya, mata air Ciburial (Desa Babakan Pari), mata air Cibuntu (Kampung Kerenceng), mata air Cigombong (Desa Pasir Doton), mata air Desa Jaya Bakti, dan mata air di Desa Pondok Kaso. "Semuanya sudah dibeli perusahaan," kata Wawan sambil menunjukkan mata air sedalam 2,5 meter dengan luas sekitar 4x7 meter telah dibeli oleh PT Alam Raya. Namun sampai sekarang mata air ini belum digunakan. Dalam data Dinas Pertambangan, Aqua lewat bendera PT Aqua Golden Mississippi beralamat di Jalan Pulo Lembut nomor 3 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, menguasai empat sumber air dari mata air Cikubang di Kampung Kubang Jaya, Babakan Pari, Kabupaten Sukabumi. Mata air pertama menghasilkan 500 liter air per detik, Yang kedua dan ketiga sama-sama memproduksi 864 meter kubik air tiap hari. Dari mata air keempat diperoleh 70 liter air saban detik. (dikutip dari http://www.merdeka.com/khas/raup-untung-di-tengah-dahaga-eksploitasi-air-aqua-3.html). Jika air untuk kehidupan ternyata dikuasai oleh industri maka nasib bagi kaum proletar yang tidak memiliki mode of production sangat menderita, padahal mereka asli pribumi Sukabumi.

Penguasaan sumber air merupakan bentuk perampasan bagi penduduk setempat, mungkin bagi masyarakat diluar tidak merasakan susahnya masyarakat kampung Pojok Sukabumi, orang kota hanya tahu membeli air kemasan lantas diminum. Air dalam kemasan merupakan bentuk modernisasi segi minuman. The Aquanisasi of Society, saya mengunakan hal itu mirip dengan The McDonaldization Of Society yang dikemukakan oleh George Ritzer. Aquanisasi yaitu rekonseptualisasi modern air minum cepat saji langsung minum untuk masyarakat, definisi gampangnya seperti itu. Perubahan cara berfikir ilmiah dan rasional. Perubahan tersebut mengarah pada perubahan masyarakat tradisional ke masyarakat modern, sehingga masyarakat konsumtif dalam membeli air mineral. Adapun yang diungkpkan Ritzer kemudian saya adopsi dan dikonseptualisasikan seperti berikut ini.

  1. Efisiensi, lebih praktis tanpa dimasak terlebih dahulu. Walaupun mengeluarkan duit lebih banyak ketimbang memasak air. Lebih mudah didapat tapi susah mendapat air bersih untuk masyarakat pegunungan dan sekitarnya.
  2. Calculability, lebih mengutamakan kemasan agar terlihat menarik namun melupakan sisi lain dari bahaya mengkonsumsi air minum dalam kemasan seperti bibir keriput, obesitas, lebih buruk dari air kran,dll baca di http://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/09/07/bahaya-lain-air-minum-dalam-kemasan/ sehingga lebih mementingkan kuantitas ketimbang kualitas.
  3. Prediktabilitas-Standart, dimanapun kita pergi pasti akan menemui air minum dalam kemasan dipinggir jalan, warung dll. Memudahkan konsumen ketika kehausan tanpa harus membawa kompor untuk memasak. Namun kemudahan tersebut jangan dikapitalisasikan oleh kalangan bourjuasi sehingga adanya eksploitasi masyarakat yang tidak dapat air bersih.
  4. Kontrol dan penggantian tenaga nonmanusia, kontrol tersebut hanya berlaku saat packing saja, setelah itu air minum dalam kemasan didistribusikan melalui tangan ke tangan dengan kendaraan atau alat tanpa pengawasan tindak lanjut. Setidaknya air mineral berlogo dipertanggungjawabkan sampai konsumen. Apakah air tersebut benar-benar terjaga kualitasnya dari mulai pengemasan (produksi) hingga pengiriman dan penerimaan ke masyarakat. Kontrol tersebut hanya berlaku sampai distribusi tapi tidak terjaga sampai konsumen. Buktinya banyak kemasan yang berbau plastik dan keruh, bahkan bisa jadi air oplosan.

Kemudahan dalam mendapatkan air mineral tidak hanya dirasakan oleh yang berduit saja, alias untuk kepentingan komersialisasi, tetapi ditujukan untuk tanggungjawab sosial bagi kelangsungan hajat orang banyak baik mampu atau tidak. Walaupun Aqua  telah memberi bantuan kepada warga dengan menyalurkan air lewat pipa berukuran 3/4 dari mata air Cikubang. Namun aliran itu tak sejauh penjualan Aqua. Saluran air itu sekarang kering, sama sekali tidak sesuai slogan mereka: setetes air untuk kehidupan. (dikutip darihttp://www.merdeka.com/khas/tanpa-setetes-air-kehidupan-eksploitasi-air-aqua-4.html ) Tapi apalah arti sebuah pipa 3/4 dibanding produksi air mineral dalam kemasan yang sudah jauh dikirim ke beberapa kota. 

Oleh: N.H. Eddart
Bahan Bacaan.
Crab, Ian. 1992. Teori-teori Sosial Modern. Jakarta: Rajawali Pers
Ritzer, George. 2009. The McDonaldization Society. Loa Angeles: Pine Forge Pers
Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Pers.

Kamis, 05 September 2013

"Ujung Aspal Pondok Gede-Iwan Fals: Spotlite Perubahan Sosial dalam lagu"


di kamar ini aku dilahirkan

di bale bambu buah tangan bapakku
di rumah ini aku dibesarkan
dibelai mesra lentik jari ibuku
nama dusunku ujung aspal pondok gede
rimbun dan anggun
ramah senyum penghuni dusunku

kambing sembilan motor tiga

bapak punya
ladangnya luas habis sudah sebagai gantinya

sampai saat tanah moyangku

tersentuh sebuah rencana
demi serakahnya kota
terlihat murung wajah pribumi
terdengar langkah hewan bernyanyi

di depan masjid

samping rumah wakil pak lurah
tempat dulu kami bermain
mengisi cerahnya hari

namun sebentar lagi

angkuh tembok pabrik berdiri
satu persatu sahabat pergi
dan tak kan pernah kembali

Iwan Fals
Oleh: N.H Eddart

Perubahan Sosial nampak tertuang dalam sebuah lagu legendaris, sang musisi yang dikenal sebagai tokoh yang kritikus dan jenaka dalam membuat lagu ternyata lagu dengan judul "Ujung Aspal Pondok Gede" menggambarkan struktur kehidupan Masyarakat Pondok Gede.

Dilukiskan dalam sebuah lagu tersebut Iwan Fals lahir dalam rumah yang terbuat dari bambu yang keadaan sekitarnya begitu damai, rimbun, dan anggun. Pada tahun 1980an Pondok Gede masih terdapat sawah dan pepohonan yang rindang. Akhirnya Iwan Fals mengemas dalam Spotlite Globe: Pondok Gede Era Iwan Fals lahir dengan masa mudanya di tahun 1985.

Hingga direncanakan sebuah tata letak kota untuk membangun Pondok Gede menjadi agraris ke polis. Pribumi pada saat itu tidak menerima suatu perubahan namun lambat laut mereka menerima dan mereka pun menjadi tergeser karena rumah tinggal mereka menjadi tembok pabrik para bourjuis. Diceritakan sahabat Iwan Fals pergi dan tak kembali, padahal semasa kecil mereka bermain-main di depan masjid pada saat itu ruang terbuka hijau masih tersedia.

Sisi sosiologis yang harus kita perhatikan, bagaimana sebuah komunitas ramah menjadi komunitas tamak akan kerakusan tanah. Pribumi dipaksa pergi padahal mereka pun bisa dalam mewujudkan suatu perubahan sosial. Suatu upaya mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan tentunya akan mengalami disintegrasi bagi masyarakat, hal itu fakta dan selalu terjadi manakala perubahan sosial terjadi.


Senin, 18 Februari 2013

Kontemplasi Kurikulum 2013: Dua Sisi Koin yang Berbeda


Wacana akan lahirnya kurikulum 2013 kini masih menjadi kontroversial yang menarik. Bagaimana tidak, kurikulum yang mulai dipahami dan dimengerti akan diubah kembali. Salah satunya yang akan diubah adalah pendidik tidak lagi membuat silabus mereka tinggal menerapkan kepada peserta didik dan pendidik tidak susah payah membuat silabus dengan mencari buku-buku referensi karena bahan ajar sudah satu paket dalam kurikulum 2013 tersebut. Menurut Menteri Pendidikan M. Nuh “Dengan demikian, para guru akan lebih berkonsentrasi pada proses pembelajaran” ketika menyampaikanan materi Kurikulum 2013, di Universitas Islam Malang (UNISMA) Sabtu, 16 Februari 2013.

Disisi kemudahan tersebut ternyata ada sisi yang tidak sesuai pada kurikulum 2013, ketidak sesuaian tersebut terlihat pada empat kompetensi inti yaitu semangat religius, sikap sosial sebagai anggota masyarakat, memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, meta kognitif, dan aplikasi kompetensi inti ini menjadi satu kesatuan. Pada kompetensi pertama semangat religius berarti menanamkan nilai-nilai agama kepada peserta didik. Bagaimana ilmu umum dapat bersarikan unsur religius. Misalkan, mengajarkan matematika tentang penghitungan, penjumlahan dan pengurangan, bagaimana dikaitkan dengan semangat religius tadi. Tentunya ada yang bisa, ada yang tidak bisa tergantung kreativitas pendidik. Dan kompentensi lainnya tidak semua mata pelajaran bersarikan kompetensi inti, hal ini lebih mengeksplorasi pendidik agar menghubungkan pelajaran terhadap kompetensi dan terhadap kenyataan.

Bagaimana dampak kurikulum akan dirasakan oleh setiap elemen? Baik peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sekolah, pemerintah, dan masyarakat umum? Kita akan menunggu bagaimana aplikasi kurikulum 2013.

Selasa, 18 September 2012

RIWAYAT PENULIS NURUL HIDAYAT


Nurul Hidayat, pria kelahiran 27 April 1989 asal Indramayu, Jawa Barat. SI lulusan Program Studi Pendidikan Sosiologi Angkatan 2008, yang berdomisili di Jl. Pemuda 1 N0.33 02/02 Rawamangun, Pulo Gadung. Saat ini aktif sebagai Pengajar Sosiologi di Global Prestasi Senior High School, Jl. KH. Noer Ali No.10B, Kalimalang, Bekasi Barat


Juni - Juli 2013 menjadi staf peningkatan mutu siswa Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Anambas. Pada Desember 2012 - April 2013 menjadi Konsultan Pembelajaran dan Pendampingan PAUD Al-Muhajirin Kelurahan Tarempa Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas program Pelatihan Pembuatan Kurikulum PAUD Orientasi Permendiknas No.58 Tahun 2009. Bulan Maret-November 2012 menjadi Staf Administrasi ”Program Pendampingan Penguatan Manajemen dan Kemandirian PKBM” Gunung Rintis Kabupaten Kepulauan Anambas Kerjasama Community Development Program Premiere Oil dan Laboratorium Sosiologi Universitas Negeri Jakarta.

Latar belakang pendidikan serta jabatan yang diambilnya antara lain; tamatan SMA Negeri 1 Sliyeg, Indramayu. Setelah itu melanjutkan di International Institute of Communication (IIC) Indramayu, mengambil jurusan Multimedia Design. Melanjutkan ke Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengambil Jurusan Sosiologi dan aktif di organisasi penulisan dan pers mahasiswa, Pusat Studi Mahasiswa (PUSDIMA FIS) pernah sebagai Ketua Umum PUSDIMA FIS. Dan aktif juga di organisasi kemanusiaan Korps Sukarela Palang Merah Indonesia Universitas Negeri Jakarta (KSR PMI UNJ) sebagai Ketua KSR PMI UNJ.

Adapun pelatihan yang pernah diikuti tahun 2012, Workshop Peningkatan Mutu Layanan Lembaga PAUD Tingkat Provinsi Kepulauan Riau, Diselenggarakan Oleh HIMPAUDI Provinsi Kepulauan Riau, di Hotel Comfort Tanjungpinang, tanggal 2-4 September 2012. Pada tahun 2011 Peserta Pelatihan, Seminar Nasional dan Lokakarya Temu Bhakti KSR-PMI Perguruan Tinggi Se-Indonesia di Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda, Kalimantan Timur. Tahun 2010 Pelatihan Search and Rescue (SAR) Darat Nasional II Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR-PMI) Unit Perguruan Tinggi Se-Indonesia di KSR-PMI Unit IAIN Mataram dan Hutan Lindung Sesaot, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Pelatihan Pembuatan dan Pemanfaatan Media Sederhana Berbasis Lingkungan. Pusat Sumber Belajar Universitas Negeri Jakarta. Workshop Hypnoreiki.”Key Master-Empowering People”. Gedung Daksinapati, Universitas Negeri Jakarta. Pelatihan Gabungan ”Pertolongan Pertama”. Markas PMI Kota Administrasi Jakarta Timur. Pekan Jurnalistik Didaktika XXV “Latihan Dasar Pers Mahasiswa”. Universitas Negeri Jakarta. Tahun 2008 Pendidikan dan Pelatihan Dasar ”Kepalangmerahan dan Kemanusiaan” Pada Kegiatan Penerimaan Calon Anggota Baru Angkatan XVI KSR-PMI Universitas Negeri Jakarta.

Beberapa karya yang telah didapatkan. Juara III Pertolongan Pertama (regu), Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu. Juara II Lomba Lukis “Kemanusiaan” (individu), Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu. Juara II Perawatan Keluarga (regu), Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu. Juara III Bongkar Pasang Tenda (regu), Jumbara PMR 2006 se-Kab. Indramayu.

Statistik Pengunjung

Socio Education

Merupakan Weblog tentang seputar materi ilmu sosial sebagai penunjang dan pelengkap edukasi.

  © Design Blog 'Ultimatum' by Socio Education 2020

Back to TOP