Entri Populer

Tampilkan postingan dengan label konsumerisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label konsumerisme. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 05 Oktober 2013

The Aquanisasi of Society: Proses Modernisasi Air Mineral Dalam Kemasan

Gaya hidup konsumtif masyarakat Indonesia semakin  deras dengan tujuan instan dan praktis. Pola konsumerisme tidak hanya pada makanan instan, melainkan terhadap pembelian minuman kemasan, seperti Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK). AMDK baru dikenal oleh masyarakat Indonesia pada tahun 1973 yang dipelopori oleh PT. Golden Mississippi yang dicetuslan oleh Tirto (1930-1994) warga Wonosobo yang mulai berbisnis air minum dalam kemasan. Air tersebut diambil dari mata air pegunungan.

Seiring berjalannya waktu konsumerisme minuman dalam kemasan telah terpola, masyarakat dahulu meminum dari air mentah kemudian dimasak sampai mendidik terus diminum, tapi kini mengalami perubahan sosial pada pola konsumsi air minum. Masyarakat lebih sering membeli air dalam kemasan ketimbang memasak, bahkan sekarang di tahun 2013 masyarakat telah berlanggan pada minuman galon.Tidak hanya untuk minum, untuk memasak sudah jarang menggunakan air mentah/air kran.

Industrialisasi air mineral sudah tidak dielakkan lagi, semakin menjamur industrialisasi air minum dalam kemasan di tanah air ini. Proses menuju kearah perubahan yang lebih maju dan baik tampaknya luput dari masalah yang tidak dikehendaki, yaitu krisis air bersih. Kejadian krisis air bersih terjadi di masyarakat Kampung Pojok, Desa Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Mereka mengalami krisis air bersih padahal mereka tinggal bersampingan dengan industri air mineral dalam kemasan PT.Aqua Golden Mississippi. Mirisnya pemerintah daerah mendapatkan keuntungan pendapatan dari perusahaan air meneral tersebut, tapi warganya tidak terpenuhi kebutuhan air bersihnya.


Hasil riset 2012, kata Irfan Zamzami, peneliti dari Amrta Institute for Water Literacy, eksploitasi air di Kabupaten Sukabumi telah membuat warga menderita. Sebagian besar miskin dan sulit memperoleh air bersih. "Sebanyak 48 persen atau hampir separuh pengambilan air tanah di Kabupaten Sukabumi dilakukan oleh tiga perusahaan penghasil produk terkemuka di dunia, yaitu Aqua, Pocari Sweat, dan Indomilk," Dia menemukan 24 persen warga tinggal di sekitar perusahaan air kemasan tergolong miskin. Selain itu, temuannya di Kecamatan Cidahu, mayoritas penduduknya berada di sekitar perusahaan air kemasan, seperti Aqua, Pocari Sweat, Indomilk, Kratingdaeng, dan Alto kesulitan air bersih. "Di Kecamatan Cidahu banyak yang kesulitan terhadap akses air bersih," (dikutip dari http://www.merdeka.com/khas/air-mata-dari-mata-air-aqua-eksploitasi-air-aqua-1.html)

Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi kini berubah nama menjadi Dinas Pengelolaan Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sukabumi, tiga tahun lalu Kecamatan Cidahu memiliki enam mata air. Enam mata air itu adalah mata air Cikubang di Kampung Cikubang Jaya, mata air Ciburial (Desa Babakan Pari), mata air Cibuntu (Kampung Kerenceng), mata air Cigombong (Desa Pasir Doton), mata air Desa Jaya Bakti, dan mata air di Desa Pondok Kaso. "Semuanya sudah dibeli perusahaan," kata Wawan sambil menunjukkan mata air sedalam 2,5 meter dengan luas sekitar 4x7 meter telah dibeli oleh PT Alam Raya. Namun sampai sekarang mata air ini belum digunakan. Dalam data Dinas Pertambangan, Aqua lewat bendera PT Aqua Golden Mississippi beralamat di Jalan Pulo Lembut nomor 3 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, menguasai empat sumber air dari mata air Cikubang di Kampung Kubang Jaya, Babakan Pari, Kabupaten Sukabumi. Mata air pertama menghasilkan 500 liter air per detik, Yang kedua dan ketiga sama-sama memproduksi 864 meter kubik air tiap hari. Dari mata air keempat diperoleh 70 liter air saban detik. (dikutip dari http://www.merdeka.com/khas/raup-untung-di-tengah-dahaga-eksploitasi-air-aqua-3.html). Jika air untuk kehidupan ternyata dikuasai oleh industri maka nasib bagi kaum proletar yang tidak memiliki mode of production sangat menderita, padahal mereka asli pribumi Sukabumi.

Penguasaan sumber air merupakan bentuk perampasan bagi penduduk setempat, mungkin bagi masyarakat diluar tidak merasakan susahnya masyarakat kampung Pojok Sukabumi, orang kota hanya tahu membeli air kemasan lantas diminum. Air dalam kemasan merupakan bentuk modernisasi segi minuman. The Aquanisasi of Society, saya mengunakan hal itu mirip dengan The McDonaldization Of Society yang dikemukakan oleh George Ritzer. Aquanisasi yaitu rekonseptualisasi modern air minum cepat saji langsung minum untuk masyarakat, definisi gampangnya seperti itu. Perubahan cara berfikir ilmiah dan rasional. Perubahan tersebut mengarah pada perubahan masyarakat tradisional ke masyarakat modern, sehingga masyarakat konsumtif dalam membeli air mineral. Adapun yang diungkpkan Ritzer kemudian saya adopsi dan dikonseptualisasikan seperti berikut ini.

  1. Efisiensi, lebih praktis tanpa dimasak terlebih dahulu. Walaupun mengeluarkan duit lebih banyak ketimbang memasak air. Lebih mudah didapat tapi susah mendapat air bersih untuk masyarakat pegunungan dan sekitarnya.
  2. Calculability, lebih mengutamakan kemasan agar terlihat menarik namun melupakan sisi lain dari bahaya mengkonsumsi air minum dalam kemasan seperti bibir keriput, obesitas, lebih buruk dari air kran,dll baca di http://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/09/07/bahaya-lain-air-minum-dalam-kemasan/ sehingga lebih mementingkan kuantitas ketimbang kualitas.
  3. Prediktabilitas-Standart, dimanapun kita pergi pasti akan menemui air minum dalam kemasan dipinggir jalan, warung dll. Memudahkan konsumen ketika kehausan tanpa harus membawa kompor untuk memasak. Namun kemudahan tersebut jangan dikapitalisasikan oleh kalangan bourjuasi sehingga adanya eksploitasi masyarakat yang tidak dapat air bersih.
  4. Kontrol dan penggantian tenaga nonmanusia, kontrol tersebut hanya berlaku saat packing saja, setelah itu air minum dalam kemasan didistribusikan melalui tangan ke tangan dengan kendaraan atau alat tanpa pengawasan tindak lanjut. Setidaknya air mineral berlogo dipertanggungjawabkan sampai konsumen. Apakah air tersebut benar-benar terjaga kualitasnya dari mulai pengemasan (produksi) hingga pengiriman dan penerimaan ke masyarakat. Kontrol tersebut hanya berlaku sampai distribusi tapi tidak terjaga sampai konsumen. Buktinya banyak kemasan yang berbau plastik dan keruh, bahkan bisa jadi air oplosan.

Kemudahan dalam mendapatkan air mineral tidak hanya dirasakan oleh yang berduit saja, alias untuk kepentingan komersialisasi, tetapi ditujukan untuk tanggungjawab sosial bagi kelangsungan hajat orang banyak baik mampu atau tidak. Walaupun Aqua  telah memberi bantuan kepada warga dengan menyalurkan air lewat pipa berukuran 3/4 dari mata air Cikubang. Namun aliran itu tak sejauh penjualan Aqua. Saluran air itu sekarang kering, sama sekali tidak sesuai slogan mereka: setetes air untuk kehidupan. (dikutip darihttp://www.merdeka.com/khas/tanpa-setetes-air-kehidupan-eksploitasi-air-aqua-4.html ) Tapi apalah arti sebuah pipa 3/4 dibanding produksi air mineral dalam kemasan yang sudah jauh dikirim ke beberapa kota. 

Oleh: N.H. Eddart
Bahan Bacaan.
Crab, Ian. 1992. Teori-teori Sosial Modern. Jakarta: Rajawali Pers
Ritzer, George. 2009. The McDonaldization Society. Loa Angeles: Pine Forge Pers
Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Pers.

Statistik Pengunjung

Socio Education

Merupakan Weblog tentang seputar materi ilmu sosial sebagai penunjang dan pelengkap edukasi.

  © Design Blog 'Ultimatum' by Socio Education 2020

Back to TOP