Entri Populer

Jumat, 24 Desember 2010

Menuju Akomodasi: Deklarasi Malino Rekonsoliasi Konflik Poso

Konflik Bermula dari Stratifikasi Etnik

Penduduk Poso terkenal sangat heterogen, suku Pamona sebagai suku pribumi dari Tanah Poso mendominasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi maupun politik namun masuknya para pendatang membuat stratifikasi di Poso semakin jelas terlihat. Para pendatang pada umumnya beragama muslim dan protestan yang berasal dari Jawa, Bali, Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Utara dan Gorontalo. Pendatang Muslim umumnya berasal dari arah Selatan, yaitu suku Bugis yang telah bermigrasi sejak masa pra-kolonial, maupun suku Gorontalo dari arah Utara. Karena itu, wilayah Poso Pesisir dan Kota Poso serta Pamona Selatan cukup banyak desa-desa Kristen dan desa-desa Islam berselang-seling dan bertetangga di satu pihak sedangkan wilayah Pamona Utara sampai dengan wilayah yang berbatasan dengan wilayah Poso Pesisir dan Kota Poso serta ke Barat dengan wilayah Lore Utara dan Lore Selatan yang sangat didominasi oleh mayoritas Kristen. Jadi secara geografis, umat Kristen yang mendiami bagian tengah (dalam) dari wilayah Poso terjepit baik dari arah Utara maupun Selatan dimana proporsi umat Islam semakin besar mendekati proporsi umat Kristen.

sumber 1 (http://www.perempuanposo.com/index.php/profildaerah/kabupatenmorowali/peta)

Pendatang umumnya lebih kuat dalam perebutan lahan dan ekonomi. Tanah pribumi banyak yang dijual ke para pendatang sehingga akta tanah dari pribumi beralih ke para pendatang. Tanah perkebunan seperti coklat dan kelapa tentunya mendapatkan keuntungan besar bagi para pendatang, namun pribumi juga sebagian masih memiliki perkebunan coklat dan kelapa akan tetapi dalam hal pemasaran masih kalah dengan pendatang. Penduduk asli merasa dirugikan dengan keadaan tersebut dilihat dari dua hal yaitu pertama, lahan pertaniannya sebagian telah beralih kepemilikannya kepada pendatang. Kedua, margin yang diperoleh dari hasil pertanian lebih besar dinikmati oleh para pendatang. Hal itulah yang memicu stratifikasi etnik pendatang dan pribumi.

Terdapat tiga stratifikasi dalam konflik Poso tersebut dalam sosiologi stratifikasi etnis menurut Noel (1968), startifikasi etnik dapat terjadi berdasarkan tiga prasyarat yakni :
Etnosentrisme, Persaingan, dan Perbedaan kekuasaan

Ketiga prasyarat tersebut tidak bisa dipisahkan karena apabila ada salah satunya yang tidak terpenuhi, startifikasi tidak akan terjadi.

Etnosentrisme merupakan suatu paham yang menganggap kelompoknya sebagai kelompok terbaik atau spesial yang memiliki hak dan kekuasaan tertinggi. Dalam hal konflik Poso, penduduk asli Poso menganut etnosentrisme dan menganggap etnisnya sebagai yang terbaik jika dibandingkan dengan pendatang. Faktor kedua yang menjadi prasyarat stratifikasi etnik adalah persaingan. Di Poso terdapat persaingan dalam hal ekonomi terutama dalam perdagangan. Penduduk asli Poso merasa termarginalisasikan oleh penduduk pendatang, karena perdagangan lebih dikuasai oleh para pendatang yang mayoritas beragama Islam. Prasyarat terakhir stratifikasi etnik adalah perbedaan kekuasaan. Maksudnya adalah penguasaan sektor-sektor politik yang strategis oleh para pendatang di Poso. Partai yang memenangi pemilu adalah Golkar yang anggotanya didominasi oleh pendatang.



Pergeseran Pribumi Poso yang Mayoritas ke Minoritas

Suku Pamona sebagai pribumi asli Poso yang mulanya sebagai kelompok mayoritas karena memiliki tanah dan menguasai perdagangan namun setelah adanya arus migrasi masuk yang cukup deras terjadi semenjak dasawarsa 1970-an dan 1980-an dimana program transmigrasi dilakukan dan dibukanya jalur prasarana angkutan darat, Trans-Sulawesi, pribumi Poso menjadi termarjinalkan. Masuknya para pendatang ini dari Jawa, Bali, Sulawesi Utara, maupun Sulawesi Selatan menggeser pribumi Poso yang mulanya mayoritas menjadi kelompok minoritas. Konsep mayoritas sering dihubungkan dengan dominan culture. Kelompok yang mendominasi beberapa sektor penting dalam kehidupan. Kelompok kebudayaan dominan memiliki kekuasaan, uang, sumber daya alam, pemilikan media massa, sekolah, universitas, dan peran dalam pemeritahan. Sehingga bagi mereka nilai-nilai persaingan, individualisme dan kebebasan tidak berarti apa-apa.



Mayoritas dan minoritas di dalam kajian sosiologi tidak selalu mengacu dari segi jumlah, tetapi merujuk pada sebuah kelompok yang memiliki kekuasaan tatanan atau yang sangat berpengaruh dalam masyarakat. Kelompok mayoritas mempunyai karakteristik hanya merekalah yang superior terhadap kelompok etnik yang dijadikan inferior. Bagi pribumi Poso mengklaim bahwa para pendatang tersebut dikatakan sebagai kelompok minoritas, yang datang dari luar daerah. Mereka (Pribumi Poso) percaya bahwa karena kelompok minoritas secara alamiah berbeda maka mereka harus dipisahkan bahkan disingkirkan. Mereka percaya bahwa kaum mayoritas (dalam hal ini Pibumi Poso) yang paling berhak sehingga mereka pun mengklaim bahwa mereka yang paling berkuasa, mempunyai status sosial yang tinggi, dan memiliki harga diri yang harus dihormati. Mereka juga memiliki rasa takut dan selalu curiga bahwa kelompok minoritas selalu berencana menggrogoti faktor-faktor yang menguntungkan kelompok dominan.



Deklarasi Malino Bentuk Akomodasi Konflik Poso

Kekerasan yang terjadi di Poso banyak mengundang perhatian masyarakat Indonesia, banyaknya korban jiwa yang di alami dari masing-masing pihak ternyata mendorong untuk mengadakan bentuk perdamaian yang diadakan di Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang dinamakan “Deklarasi Malino”. Deklarasi tersebut diadakan pada tanggal 18-20 Desember 2010 yang tidak lepas dari inisiatif lokal yang tulus dan kuat untuk menghentikan siklus kekerasan di Poso. Penyatuan etnis yang berkonflik tersebut dalam kajian sosiologi termasuk dalam hubungan antarkelompok berbentuk akomodasi. Akomodasi merupakan keadaan hubungan antar etnik atau ras yang seimbang dalam proses kerjasama antar budaya. Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi sosial antara pribadi dan kelompok-kelompok manusia untuk meredakan pertentangan. Sikap saling menghormati antar masing-masing pihak yang bertikai di Poso merupakan proses penyesuaian dari beberapa pihak. Pada awalnya pemimpin agama Kristen dari suku Pamona terlebi dahulu untuk mengajukan perdamaian dengan melobi pemerintah pusat, hal ini suatu paksaan keinginan dimana perbedaan status atau kedudukan untuk melakukan perdamaian dengan pihak islam. Akomodasi dapat juga dilakukan melalui paksaan dimana perbedaan status, kedudukan, posisi atau stratifikasi sosial antar etnik dominan (power) memaksa kelompok etnik subdominan. bentuk lunak paksaan adalah konsiliasi dimana terdapat kesempatan setiap etnik untuk menyampaikan faktor-faktor yang dipertentangkan untuk dirundingkan bersama sebagai keputusan yang akomodatif. Pertemuan dengan Menko Kesra dan Menko Polkam ternyata mendapat kemajuan untuk perdamaian Konflik Poso, pemerintah pusat menfasilitasi dengan mempertemukan kedua belah pihak untuk saling mengajukan faktor-faktor yang dipertentangkan.

Dalam kasus konflik Poso ini termasuk dalam hubungan antarkelompok bentuk mediasi dimana kelompok yang berunding menentukan pihak ketiga yang dianggap netral untuk menyelesaikan pertentangan antar etnik.

Tujuan akomodasi:
1.Mengurangi pertentangan atau konflik
2.Kebutuhan atau keinginan hidup bersama
3.Menciptakan kerjasama antar atau lintas etnik



Terdapat tujuan penting secara akomodatif untuk mengurangi pertentangan atau konflik yaitu dari isi deklarasi damai Malino ini disebutkan bahwa kelompok Muslim dan Kristiani dengan hati lapang serta jiwa terbuka sepakat menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan. Mereka juga wajib mentaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi hukum kepada siapa saja yang melanggar serta meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan. Guna menjaga agar suasana damai, mereka menolak pemberlakuan keadaan darurat sipil dan campur tangan pihak asing. Mereka sepakat menghilangkan semua fitnah dan ketidak-jujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain, demi terciptanya kerukunan hidup bersama. Disepakati juga tentang kebutuhan hak hidup bersama di Poso yang tersirat dari adanya pernyataan bahwa Poso adalah bagian integral dari NKRI, karena itu setiap warganegara memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai serta menghormati adat-istiadat setempat. Semua hak dan kepemilikan harus dikembalikan kepada pemilik yang sah sebagaimana sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.
KLIK GAMBAR UNTUK PERJELAS

Senin, 29 November 2010

Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Pertaniaan

Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Pertanian adalah dua dari sekian banyak spesialisasi dalam sosiologi. Seperti halnya antara lain: Sosiologi Industri, Sosiologi Kebudayaan, Sosiologi Agama, Sosiologi Pembangunan, Sosiologi Perkotaan, dan lainnya. Spesialisasi semacam ini diperlukan dalam setiap disiplin ilmu pengetahuan, yakni sebagai upaya untuk mempelajari objeknya secara lebih mendalam. Karena sosiologi pedesaaan (rural sociology) dan sosiologi pertanian (Agrarian/Agricultur Sociology) merupakan spesialisasi dalam sosiologi.

Sosiologi lahir ketika Auguste Comte menerbitkan bukunya yang berjudul “Positive Phylosophy” pada tahun 1838. Namun sosiologi menjadi lebih populer dan berkembang berkat buku “Principles of Sociology” yang ditulis oleh Herbert Spencer tahun 1876. Sebelum itu, ketika Filsafat masih dianggap sebagai induk dari segala macam ilmu pengetahuan (Mater scientiarum), ilmu yang membahas masyarakat adalah Filsafat Sosial (Soejono Soekanto, 1986).

Berikut ini adalah beberapa batasan Sosiologi dari sejumlah sarjana :

Pitirim Sorokin (1928), Sosiologi mempelajari gejala sosial-kebudayaan dari sudut umum. F.F.Cuber (1951), Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara manusia. R.M maclver dan C.H Page (1955), Sosiologi adalah berkaitan dengan hubungan sosial dan dengan seluruh jaringan hubungan itu yang disebut masyarakat.  Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964), Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. E.R Babbie (1983), Sosiologi adalah telaah tentang kehidupan sosioal, terentang dari interaksi tatap-muka antara dua individu sampai pada hubungan global antara bangsa-bangsa.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat, dalam berbagai aspeknya.


SOSIOLOGI PEDESAAN


Dilihat dari eksistensinya, desa merupakan fenomena yang muncul dengan mulai dikenalnya cocok tanam di dunia ini.

Menurut Jhon M. Gillette (1922: 6), Sosiologi Pedesaan adalah cabang sosiologi yang secara sistematik mempelajari komunitas-komunitas pedesaan untuk mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungan-kecenderungannya, dan merumuskan prinsip-prinsip kemajuan.

Menurut L.M Sims(1942: 20), Sosiologi Pedesaan adalah study tentang asosiasi antara orang-orang yang hidupnya banyak tergantung pada pertanian. Menurut Dwight Sanderson, (1942: 10), Sosiologi Pedesaan adalah sosiologi tentang kehidupan dalam lingkungan pedesaan. Sedangkan menurut T.Lynn Smith dan Paul E. Zopf (1970: 7), Sosiologi Pedesaan adalah kumpulan pengetahuan yang telah disistematisasi yang dihasilkan lewat penerapan metode ilmiah kedalam studi tentang masyarakat pedesaan: organisasi dan strukturnya, proses-prosesnya, sistem sosialnya yang pokok, dan perubahan-perubahannya. 

Keseluruhan definisi tersebut merupakan definisi Sosiologi Pedesaan lama (klasik). Sedangkan pemahaman desa dalam era ini tidak terlepas dari dominasi kapitalisme beserta sains-teknologinya yang memiliki kemampuan menembus dan menerobos setiap sudut dunia seolah toidak membiarkan berbagai bentuk isolasi.


SOSIOLOGI PEDESAAN dan SOSIOLOGI PERTANIAN



Sosiologi Pedesaan sebagai salah satu disiplin ilmu sosial telah lama dikenal di Indonesia. Sementara sampai saat ini Sosiologi Pertanian sedang mencari bentuknya yang mapan sebagai suatu disiplin ilmu sosial, namun sejumlah pengertian mengenainya telah dapat diungkapkan. Khususnya mengenai perbedaan maupun persamaan dengan Sosiologi Pedesaan. Pertama, Sosiologi Pedesaan lahir dan mengalami perkembangnnya yang mantap sebagai suatu disiplin ilmu di Amerika Serikat, sedangkan Sosiologi Pertanian lahir dan berkembang di Eropa (Jerman). Kedua, Sosiologi Pedesaan lahir terlebih dulu daripada Sosiologi Pertanian. Ketiga, Sosiologi Pertanian lahir dan berkembang sebagai respon terhadap perkembangan yang terjadi di Barat-Utara saat ini.

Menurut Ulrich Planck, Sosiologi Pertanian membahas fenomena sosial dalam bidang ekonomi pertanian. Sosiologi Pertanian sebenarnya sama dengan Sosiologi Pedesaan, tetapi hanya sejauh penduduk desa terutama hidup dari pertanian saja.

Obyek Sosiologi Pedesaan adalah seluruh penduduk pedesaan yang terus menerus menetap di desa, sedangkan obyek Sosiologi Pertanian adalah penduduk yang bertani tanpa memperhatukan tempat tinggalnya. Sosiologi Pedesaan lebih mengarah ke konteks pemukiman sedangkan Sosiologi Pertanian lebih mengarah ke konteks ekonomi.


Kamis, 25 November 2010

Pierre Bourdieu: The Critique of Structuralism

The critique of structuralism
Menurut bourdieu, strukturalis mengabaikan ketidakpastian situasi dan kecerdikan praktis dari agen yang tidak mekanis, aturan yang mengikat dan peran bermain dalam konteks yang standar. Sebaliknya, agen menggunakan “practical sense” (sens pratique) untuk beradaptasi dengan situasional tertentu dengan batasan struktural. Bourdieu menekankan struktur yang kompleks dan lainya melalui pendekatan “objectifying”. Dalam ungkapan Durkheim untuk membatasi “fakta sosial” Bourdieu melihatnya sebagai kelas sosial dan faksi dalam kelas tersebut sebagai fakta sosial.

The critique of Interactionism and Phenomenology
Bourdieu berpendapat ada lebih untuk kehidupan sosial dari interaksi, dan ada lebih banyak interaksi dari "definisi situasi" dalam Interaksionisme simbolik atau "accounting practises" dalam ethnomethodology. seorang "aktor" interaksionisme simbolis dan "anggota" dari ethnomethodology adalah abstraksi yang gagal untuk menyadari bahwa anggota selalu mapan dalam kelompok tertentu dan kelas. Interaksi selalu interaksi-dalam-konteks, dan yang paling penting dari konteks ini adalah lokasi kelas. Bahkan seperti teature dasar interaksi sebagai kemungkinan yang bahkan mungkin terjadi antara individu-individu bervariasi dengan latar belakang kelas. Interaksi dengan demikian tertanam dalam struktur, dan struktur kendala apa yang mungkin.

The Critique of Utilitarianisme
Bourdieu tidak menggantikan model ekonomi tindakan rasional dengan model interpretatif tindakan simbolis. Dia tidak membantah bahwa teori tindakan rasional adalah salah karena terlalu rasionalistik atau karena mengabaikan sisi interpretatif tindakan. Sebaliknya, ia menyatakan bahwa teori tindakan rasional tidak menyadari bahwa tindakan bahkan simbolis rasional dan berdasarkan kepentingan kelas. Jadi, menurut Bourdieu, kesalahan model ekonomi tidak bahwa itu menyajikan semua tindakan sebagai rasional dan tertarik, melainkan kesalahan besar adalah untuk membatasi kepentingan dan rasionalitas dengan hadiah materi langsung yang dikumpulkan oleh reflektif dan mencari keuntungan individu.

Senin, 01 Maret 2010

ATLANTIS ITU INDONESIA


Hal yang fenomenal dan terbilang sangat langka dalam wacana mahasiswa, tentang buku dari tokoh geolog dan fisikiawan nuklir asal Brazil, prof. Arysio Santos. Pada desain cover bukunya yang memperlihatkan kepulauan Indonesia pada 12.000 tahun yang silam, memberikan nilai tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Buku tersebut berjudul “Atlantis the Lost Continents Finally Found”, buku yang mengungkap misteri yang sangat klasik bagi kebudayaan dan peradaban dunia yaitu kota Atlantis yang hilang, banyak para pakar geolog internasional berusaha mencari dimana keberadaan kota atlantis, ribuan buku telah diterbitkan yang isinya untuk mengungkap keberadaan kota Atlantis tersebut. Banyak hipotesa-hipotesa lokasi yang menjadi sasaran oleh para pakar tersebut, namun kriteria yang di paparkan oleh Plato masih sangat lemah. Lokasi-lokasi yang diduga sebagai pusat peradaban dunia itu antara lain, Samudra Atlantik, Samudra Pasifik, India, Segitiga Bermuda, Formosa, India, Brazil dan sekarang timur jauh dan barat jauh (Indonesia). Lokasi yang sekarang lagi banyak dikunjungi oleh pakar-pakar untuk meneliti kebenarannya, yaitu Sundaland (Paparan Sunda) yang menurut sejarahnya, pada zaman es pleitocene, Indonesia masih merupakan daratan yang sangat luas, yang memiliki sumber hayati dan nabati yang kaya.


Plato menggambarkan masa kejayaan Atlantis, sebuah kerajaan yang makmur dengan emas, perak, batuan mulia ‘mother of all civilazation’ dengan kerajaan benua yang menguasai pelayaran, perdagangan, menguasai ilmu metalurgi, memiliki jaringan irigasi, dengan kehidupan kesenian, tarian teater, musik dan olahraga. Warga atlantis adalah orang yang terhormat dan kaya, kemudian menjadi ambisius, lantas mereka dihukum dengan mendatangkan banjir bandang, tsunami, gempa dan letusan-letusan gunung merapi, sehingga dahsyatnya bisa menenggelamkan benua itu. Bencana itu memusnahkan 70% dari spesies mamalia yang hidup dimasa itu dan sebelum terjadinya bencana itu pulau Sumatra, Jawa, Kalimanatan dan Nusa Tenggara masih menyatu dengan semenanjung Malaysia dan benua asia. Gunung utama yang disebutkan oleh Prof. Santos, yaitu gunung Krakatau dan beberapa gunung lainnya seperti Gunung Semeru, Gunung Agung, dan Gunung Rinjani. Dalam bukunya Plato menyebutkan negara makmur tersebut sepanjang waktunya selalu bermandi matahari, padahal waktu itu masih zaman es yang temperatur bumi secara keseluruhan kira-kira 15° lebih dingin dari sekarang. Indonesia dijuluki zamrud khatulistiwa karena berada dibawah garis khatulistiwa, hewan dan tumbuhan menjadi subur karena selalu di sinari matahari, dan Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis.

Akankah criteria yang dipaparkan Plato begitu dekat dengan penelitian Prof. Santos, yang dia meneliti selama kurang lebih 29 tahun untuk mengungkap misteri kota atlantis. Prof. Santos menghubungkan Indonesia dengan kota atlantis berdasarkan pendekatan dari ilmu goelogi, astronomi, arkeologi, linguistic, etnologi dan comparative mythology. Pada 12.000 tahun yang lalu dilihat dari disiplin ilmu geologi Indonesia merupakan daratan besar, daratan yang sekarang tenggelam itu, terdapat sungai yang banyak dihuni oleh orang-orang, menurut disiplin sejarah juga, fosil-fosil manusia banyak ditemui di pinggiran sungai-sungai, hal ini memperlihatkan dugaan kuat bahwa daratan yang kini tenggelam itu dulunya merupakan ekologi kehidupan. Lain halnya dengan disiplin sosiologi, yang menitik beratkan pada struktur kebudayaan dan arsitektur. Kebudayaan lembah Indus, Mesir, Mesopotania, Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztec, dan lain-lain. Budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip, yaitu nenek moyang mereka mengatakan bahwa berasal dari timur jauh dan barat jauh. Setelah atlantis itu tenggelam, penduduknya bermigrasi ke Amerika, India, Eropa, Timur Tengah, Australia dan Cina. Dengan membawa ilmu pengetahuan dan teknologi maju mereka, setelah itu mereka berusaha menghidupkan lagi kebudayaan atlantis itu di tempat yang mereka tinggali. Ada lima ras yang berkuasa pasca atlantis yaitu, kulit kuning, kulit merah, kulit coklat, kulit hitam dan pucat. Pada masa itu kebudayaan yang menonjol adalah kulit merah yaitu kebudayaan Indian/Aztec/Maya yang juga dari atlantis. Tetapi kemudian kebudayaan itu mengalami kemunduran dan tergantukan oleh kebudayaan kulit hitam/coklat di India yang mulai menguasai dunia. Inilah kemungkinan besar zaman kejayaan yang kemudian di kenal sebagai Epos Ramayan (7000 tahun yang lalu) dan Epos Mahabarata (5000 tahun yang lalu), dan masa kejayaan itu hancur setelah perang Baratayuda. Kisah itu tercatat dalam tradisi-tradisi suci di India di daerah, Lanka, Kumari Kandan, Tripura dan lain-lain. Bahasa-bahasa juga dapat di telusuri dari Sansekerta dan Dravida. Pandangan kuta juga dari sudut agama yang menceritakan tentang kisah nabi Nuh a.s yang memerintahkan umatnya untuk bertobat ketika mereka terlena akan buaian harta, mereka tidak mensyukuri nikamat yang diberikan oleh Allah SWT, dan pada akhirnya nabi Nuh memerintahkan untuk menaiki bahtera perahu agar selamat dari bencana banjir. Kisah nabi Idris juga menjadi dukungan kuat, karena pada masa nabi idris masyarakatnya sudah tidak primitive dan sudah mengenal bercocok tanam.

Dari beberapa sudut pandang yang telah dijabarkan tadi, mungkin belum memperkuat dugaan kalau atlantis itu adalah Indonesia, kenyataan yang muncul yaitu ketika menemukan fakta yang sebenar-benarnya akan atlantis itu seperti apa. Bukti-bukti yang kuat seperti bangunan peninggalannya pun belum ditemukan, akan tetapi kriteria kemiripan kalau atlantis itu Indonesia memang sudah tidak diragukan lagi. Sekarang nama Indonesia di mata dunia sudah semakin dikenal, kalau kita pikir, berapa banyak uangkah pemerintah untuk mempromosikan Indoneisa ke dunia. Tetapi berkat buku dari seorang geolog dan fisikiawan nuklir Brazil, memberikan nilai jual tersendiri untuk bangsa ini. Dalam situsnya di www.atlan.org. memiliki jumlah pengunjung mencapai 2.201.998 sejak 18 Desember 2003. ditambah 1.843.632 sejak Desember 1997 sampai Desember 2003 jadi sampai tulisan ini di terbitkan mencapai 4.045.630 pengunjung yang melihat atlantis itu adalah Indonesia. Akankah pusat kejayaan bangsa ini akan tenggelam seperti kisah atlantis sebelumnya, karena keserakahan anak bangsa yang akan haus kekuasaan dan ketimpangan politik yang tidak harmonis. Mari kita kembali setelah kita dicap sebagai pusat peradaban dunia dan bangsa yang sangat maju atau juga di cap sebagai surga dunia pertama.

Referensi:
www.atlan.org

Statistik Pengunjung

Socio Education

Merupakan Weblog tentang seputar materi ilmu sosial sebagai penunjang dan pelengkap edukasi.

  © Design Blog 'Ultimatum' by Socio Education 2020

Back to TOP