Entri Populer

Tampilkan postingan dengan label Emile Durkheim. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Emile Durkheim. Tampilkan semua postingan

Selasa, 22 Agustus 2017

Menganalisa Perubahan Sosial

Artikel #1 untuk tugas A1

Perubahan sosial dari segi waktu berjalan lambat (evolusi) dan juga dapat berjalan dengan cepat (revolusi). Dilihat dari proses adakalanya suatu perubahan bisa direncakanan dan tidak direncakan yang muncul tanpa dikehendaki, seperti maraknya industrialisasi sebagai rencana pemerintah menekan pengangguran tapi disisi lain, muncul hal yang tidak direncakan yaitu urbanisasi, masyarakat dengan kehidupan konsumtif dan individualistik. Sehingga dampak perubahan mengarah pada sektor yang lebih luas sampai berdampak pada hal-hal besar atau mengarah pada hal yang lebih kecil. Pada gambar dibawah A1, merupakan perubahan sosial pada sektor digitalisasi. Silahkan lakukan analisa berdasarkan bentuk perubahan sosial yang tepat menurut Anda!














Artikel #2 untuk tugas A2


 Traktor merupakan kendaraan mesin pengganti kerbau dalam membajak sawah pertanian. Alat ini di klaim lebih bagus daripada kerbau untuk membajak sawah. Hasil dari traktor bisa lebih cepat daripada pembajak konsensional.

Namun, artikel di bawah ini menunjukan hal  berbeda pada masyarakat Agam. Dilihat dari segi maju-mundurnya perubahan sosial yaitu progress dengan hasil yang lebih baik dan sedangkan regress dengan hasil yang dinilai kurang baik, bagaimana Anda dapat mendeskripsikan alat pembajak ini dengan artikel di  bawah ini.





















Analisa #3 A3 lagu "Ujung Aspal Pondok Gede"

Saksikan dan dengarkan lagu Iwan Fals di bawah ini.
Sesuai dengan lirik lagu tersebut, terdapat unsur-unsur perubahan sosial. Jika melihat daripada definisi perubahan sosial menurut Emile Durkheim mengungkapkan perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor ekologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas organistik. Jelaskan aspek sosial mana sajakah yang mengalami perubahan sosial pada lagu tersebut ditinjau berdasarkan definisi dari Emile Durkheim?

Senin, 10 Agustus 2009

BUNUH DIRI ALTRUISTIK MENJADI ALAT PENYERANG YANG FENOMENAL

Bom yang meledak pada hari Jumat, 17 Juli 2009 pada pukul 07.47 WIB di Hotel JW. Marriot dan pada pukul 07.57 di Hotel Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta yang merupakan dua hotel internasional. Bom yang meledak di dua hotel internasional tersebut merupakan fenomena bom bunuh diri yang dijadikan sebagai alat penyerangan yang sangat jitu. Pengebom merupakan anggota dari salah satu jaringan teroris yang sering meneror Indonesia yaitu Noordi M Top.
 
Salah satu pengebom di hotel JW Marriot, adalah Dani Dwi Permana umur 18 tahun, yang baru lulus dari SMA Yadika 7, Kemang, Bogor, yang kepalanya terpisah dari tubuhnya dan sulit untuk di kenali wajahnya. Lantas dalam pikiran kita mengapa seseorang rela melakukan hal tersebut sampai mengorbankan nyawanya? Dalam kajian sosiologi yang di kemukakan oleh Emile Durkheim, pengebom tersebut merupakan tipe bunuh diri altruistik yaitu, tingginya tingkat integrasi menekankan individualitas ke titik dimana individu dipandang tidak pantas atau tidak penting dalam kedudukannya sendiri. Sebaliknya, individu itu diharapkan tunduk sepenuhnya terhadap kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-tuntutan kelompok yang menempatkan setiap keinginan individu pada posisi lebih rendah yang mengurangi kesejahteraan kelompok dan mengganggu kehidupannya. Kalau tingkat solidaritas itu cukup tinggi, sang individu itu tidak kesal terhadap ketaatan pada kelompok ini, malah sebaliknya merasa sangat puas dan mengorbankan diri untuk kebaikan kelompok yang lebih besar. Ada kemungkinan pengebom sudah mengabdikan segala jiwa dan raganya kepada keyakinannya tentang suatu jihad. Noordin M Top mempunyai kharismatik yang dapat membuat orang lain terpengaruh akan doktrin-doktrinnya yang berbau jihad. Dengan menargetkan sasaran yang ingin di tuju, waktu dan strategi yang benar-benar mantap. Walaupun keamanan yang ada di dua hotel tersebut dibilang ketat karena berdasarkan kesiapan yang matang akhirnya para pelaku dapat memenuhi sasarannya.

Bunuh diri altruistik dalam perang merupakan fenomenal yang terjadi di beberapa negara dan merupakan alat yang jitu untuk menyerang musuh, berikut adalah beberapa bunuh diri di berbagai negara:

  1. Pada 18 April 1983 sekitar pukul 13.00 sebuah mobil van masuk ke halaman kedutaan besar Amerika Serikat di ibu kota Libanon. Begitu masuk mobil itu meledak sehingga seluruh kaca gedung pecah dan total korban mencapai 63 orang.
  2. Pada 23 oktober 1983 dua buah truk menyasar dua gedung terpisah yang menjadi barak serdadu AS dan Perancis di Beirut. Ledakan dahsyat dari 5.400 kg bom terjadi dan sebanyak 241 sedadu AS tewas seketika. Ini merupakan korban terbanyak dalam sehari sehari semenjak Perang Dunia II.
  3. Teknik pengeboman bunuh diri yang paling fenomenal adalah kamikaze yang dilakukan oleh pesawat tempur Jepang dalam PD II. Pesawat-pesawat tempur itu dijejali bahan peledak. Sang pilot menubrukannya ke kapal perang, pesawat tempur atau pangkalan militer sekutu.

  4. Kelompok separatis di Sri Langka, Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE), organisasi ini memperjuangkan keberadaan sebuah negeri untuk bangsa Tamil di Sri Langka utara, mempunyai satuan khusus pengebom bunuh diri. LTTE pertama kali yang melakukan bom bunuh diri adalah perempuan terhadap Presiden Sri Langka Ranasinghe Premadasa pada 1 mei 1993, saat berlangsung perayaan Hari Buruh Sedunia di ibu kota Sri Langka, Kolombo.

  5. Aksi serupa dilakukan terhadap Perdana Menteri India Rajiv Gandhi pada 21 Mei 1999. saat itu Rajiv berkampanye untuk pemilihan perlemen lokal di Sriperumbudur, sekitar 50 km dari ibu kota negara bagian Tamil Nadu, Madras. Seorang perempuan bernama Thenmozhi Rajaratnam alias Gayatri alias Dhanu yang masuk ke kerumunan kemudian membungkuk sebagai tanda hormat, tangannya menyentuh tombol bom. Bahan peledak jenis RDX seberat 90 gram yang dililitkan di pinggangnya meledak.

  6. Peristiwa 11 September 2001 di AS, menjadi catatan terdahsyat atas penggunaan metode ini. Para pelaku menggunakan empat pesawat penumpang yang di bajak sebagai bom. Dua pesawat ditabrakan ke gedung kembar World Trade Center, sehingga gedung itu runtuh. Satu pesawat dijatuhkan ke Pentagon dan satu lagi jatuh. Total korban tewas adalah 2.974 orang.

Rabu, 15 Juli 2009

1. Sinopsis Perang Gaza

Ini adalah perang ketiga terbesar yang dilakukan antara bangsa Palestina dan warga Arab terhadap Israel. Agresi militer Israel atas Gaza yang dimulai 27 Desember 2008 begitu menghentakan warga dunia. Sebelumnya di tahun 1956 dan 1967, Israel nyaris tak tekalahkan, namun dalam perang ini Israel tak dapat menguasai Gaza yang telah ditargetkannya. Zionis Israel menyerang lokasi kecil, berpenduduk tak lebih dari 1,5 juta orang, dan dalam kondisi krisis lantaran blockade selama hampir dua tahun tanpa aliran listrik, makanan, obat-obatan, air bersih kecuali sangat sedikit sekali. Lebih dari 100 tank dikerahkan, 60 jet temput di terbangkan. Berton-ton bahan peledak dijatuhkan. Korban dalam 22 hari menembus angka 1000 orang dimana lebih dari 40% adalah anak-anak dan kaum perempuan. Kurang lebih 300an polisi Gaza meninggal akibat serangan udara, kehancuran terjadi dimana-mana, merah darah tercecer di jalan-jalan, jenazah bergelimpangan, potongan tubuh yang berserakan dan di sela-sela timbunan bangunan hancur. Teriakan manusia, tangisan anak-anak dan perempuan, kepanikan dimana-mana. Gedung pemerintahan, sarana dan insfrastruktur kota berkeping-keping. Masjid pun tinggal puing.
Hari demi hari agresi Israel bergulir. Korban terus berjatuhan dengan jumlah yang telah melebihi angka 1300 orang korban meninggal dan lebih dari 5000 korban luka. Israel mulai masuk Beit Lahiya, Jabaliya, dan Tel Hawa. Pemandangan tentang kepedihan dan keprihatinan dan duka di Gaza adalah satu dari dua fenomena besar di tanah syuhada. Berlomba mencari mati syahid. Ini suasana yang jarang terjadi, ketika tugas-tugas berbahaya yang berisiko mengorbankan nyawa, justru menjadi tugas yang sangat diburu. Kompetisi meraih mati syahid itu, dikatakan oleh Abu Jehad, salah satu komando lapangan Al Qassam. ”terkadang kami sudah memperkirakan bila tentara Zionis Israel akan masuk ke sejumlah rumah warga. Ketika itulah , kami memerlukan seorang pemburu mati syahid untuk meledakkan rumah beserta seluruh tentara di dalamnya. Untuk tugas ini, kami didatangi oleh puluhan pemuda dan kaum perempuan yang meminta ditunjuk sebagai eksekutor bom syahid. Bahkan terkadang, kami terpaksa mengundi mereka setelah sulit bagi kami untuk memilih mereka. Siapa saja yang jatuh undian padanya, dialah yang akan mendapat mati syahid.”

 
2. Analisa Bunuh Diri Durkheim

Dari sinopsis perang Gaza yang di ceritakan di atas dapat di analisis dengan teori bunuh diri yang di definisikan oleh Durkheim. Durkheim mengidentifikasikan tiga tipe bunuh diri, yaitu: egoistik, anomik, dan altruistik.
Tipe altruistik lebih cenderung kepada bunuh diri yang dilakukan pada para pejuang di Palestina. Jika kita telaah menurut definisi dari tipe bunuh diri altruistik ini yaitu, tingginya tingkat integrasi menekankan individualitas ke titik dimana individu dipandang tidak pantas atau tidak penting dalam kedudukannya sendiri. Sebaliknya, individu itu diharapkan tunduk sepenuhnya terhadap kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-tuntutan kelompok yang menempatkan setiap keinginan individu pada posisi lebih rendah yang mengurangi kesejahteraan kelompok dan mengganggu kehidupannya. Kalau tingkat solidaritas itu cukup tinggi, sang individu itu tidak kesal terhadap ketaatan pada kelompok ini, malah sebaliknya merasa sangat puas dan mengorbankan diri untuk kebaikan kelompok yang leih besar[1] . Seperti contohnya salah seorang pejuang palestina yang mengajukan diri sebagai eksekutor bom syahid yang siap meledakkan dirinya pada saat rumahnya itu diserang oleh pasukan israel. Tindakan yang semacam ini merupakan rasa solidaritas untuk negaranya. Karena dalam aturan yang dipercayainya merupakan tindakan yang mulia disisi Tuhan, jika pun mati sangatlah membantu perjuangan bangsanya dalam memerangi pasukan Israel. Itu artinya dirinya rela mati demi membantu dan ikut berjuang di kelompoknya.
Mereka menyebutnya dengan ”pemburu syahid” dimana warga Palestina yang siap mati demi membela dan berjuang kepada agama islam dan bangsa Palestina. Sebab di garis depan, di parit-parit jihad, di ratusan lorong-lorong jihad, ada ratusan bahkan ribuan para pejuang yang melakukan strategi pertahanan kota. Pemburu mati syahid, al-istisyahadiyun, mereka menghabiskan waktunya berhari-hari dengan mengulang-ulang bacaaan al-quran yang memang telah terukir dalam hati dan dada. Mereka bertasbih, berdzikir, berdo’a selama di parit-parit, di lorong-lorong bawah tanah, di perbatasan. Sebagian, luas lorong bawah tanah itu tak lebih dari dua meter. Di hati mereka berkumandang kuat semangat yang sama, ini adalah jihad, untuk meraih kemenangan, atau mati syahid[2] . Jadi jelaslah bahwa bunuh diri yang dilakukan warga Palestina adalah ”Jihad” dan termasuk dalam tipe bunuh diri ”Altruistik”

 

______________________

1 Doyle Paul Johnson di indonesiakan oleh Robert M.Z Lawang, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1994) hlm. 193 

2 Muhammad Lili Nur Aulia, Dari Jalur Gaza: Ayat-Ayat Allah Berbicara, (Jakarta: Tarbawi Press, 2009) hlm. 51

Kamis, 23 April 2009

Emile Durkheim

Riwayat Hidup Durkheim

Emile Durkheim lahir tahun 1858 di Epinal, suatu perkampungan kecil orang Yahudi di bagian timur Prancis yang agak terpencil dari masyarakat luas. Ayah Durkheim adalah seorang rabi, seperti kakeknya juga dan kalau Durkheim sudah mengikuti kebiasaan tradisional, dia juga sudah menjadi seorang rabi. Namun dia menyimpang dari kebiasaan tradisional, sebagian mungkin karena suatu pengalaman mistik dan untuk sementara masuk katolik di bawah pengaruh gurunya yang beragama katolik. Lalu meninggalkan katolisme dan menjadi orang yang tidak mau tahu tentang agama (agnostik), tetapi masalah-masalah dasar tentang moralitas dan usaha meninggalkan moralitas masyarakat merupakan perhatian pokok selama hidupnya. Mungkin sebagian dari perhatiannya terhadap solidaritas dari integrasi bertumbuh dari kesadarannya bahwa berkurangnya pengaruh agama tradisional merusakkan salah satu dukungan tradisional yang utama untuk standar moral bersama yang membantu mempersatukan masyarakat di masa lampau.

Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di Ecole Normale Superieure. Dua kali sebelumnya dia gagal dalam ujian masuk yang sangat kompetitif, walaupun sebelumnya dia sangat cemerlang dalam studinya. Dia datang ke Paris untuk bisa masuk ke sekolah Lycee Louis-le-Grand (satu sekolah tinggi terkemuka), sesudah memperoleh dukungan yang kuat dan dorongan dari guru-guru di Epinal. Durkheim menunjukan dirinya di Ecole Normale Superieure sebagai seorang mahasisiwa yang sangat serius. Seperti banyak mahasisiwa masa kini, Durkheim sangat tidak puas dengan kurikulumnya. Secara tradisional tekenan yang dominan adalah pada sastra klasik, termasuk bahasa Latin dan Yunani. Perkembangan yang lebih mutakhir dalam ilmu pada umumnya. kelihatan menurun. Pun di masa mudanya Durkheim menginginkan satu dasar yang lebih teliti dalam ilmu yang dia rasa dapat membantu membeikan satu landasan bagi rekontruksi moral masyarakat. Kepercayaan terhadap ilmu sebagai kunci untuk perubahan sosial dan moral merupakan karekteristik positivisme dan yang terdapat dalam karya Comte khususnya.

Dua seorang profesor Durkheim di Ecole Normale; Fustel de Coulanges dan Emile Boutroux mempunyai pengaruh yang penting terhadap dia. Dari de Coulanges, seorang ahli sejarah ternama karena tulisannya The Ancient City, Durkheim mempelajari nilai ilmiah yang kuat dalam penelitian sejarah. Juga tekanan Coulanges pada konsensus intelektual dan agama sebagai dasar solidaritas sosial jelas sangat mengesankan Durkheim; ketika kemudian Durkheim mulai berkecimpung dalam karirnya mengenai masalah bagaimana tuntutan moral masyarakat diendapkan dalam kesadaran subjektif individu, dia kembali memperhatikan agama dan sumbangannya dalam mempertahankan integrasi masyarakat.

Dari Boutrox, seorang ahli filsafat, Durkheim mempelajari pentingnya untuk mengakui bahwa ada tingkatan-tingkatan kenyataan yang lebih tinggi dapat memperlihatkan sifat-sifat yang muncul yang tidak dapat dijelaskan hanya dalam hubungannya dengan gejala soial yang lebih rendah tingkatannya. Dengan kata lain keseluruhan lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. Pandangan ini sangat fundamental dalam pendekatan Durkheim yang menyeluruh terhadap gejala sosial. Pendiriannya bahwa fakta sosial ada pada tingkatannya sendiri, yang berbeda dari tingkatan individu, merupakan satu penerapan sosiologis yang penting dari pikiran pokok filsafat Boutrox. Seperti yang dikembangkan oleh Durkheim, prinsip ini merupakan suatu argumen melawan reduksionisme psikologis. (Reduksionisme psikologis adalah ide bahwa gejala sosial dapat dijelaskan dengan cukup baik menurut prinsip-prinsip psikologi tingkatan individu).

Durkheim memulai karyanya di tahun 1893 The Division of Labor dan di akhiri dengan karyanya The Elementary Forms of the Religius Life di tahun 1912. Pada tahun 1885-1886 Durkheim mengambil cuti dan pergi ke Jerman untuk belajar. Disana Durkheim sangat terkesan oleh karya psikolog Wilhelm Wundt. Jabatan sebagai profesor sosiologi (di kombinasikan dengan pendidikan), yang pertama di Perancis di berikan pada tahun 1887 di Bourdeaux, dan dia tetap tinggal di sana sampai tahun 1902. Durkheim mewujudkan ambisi akademi Perancis dia minta menjadi profesor sosiologi dan pendidikan di Universitas Sorbonne, Paris. Di sana dia berkumpul dengan orang-orang terkemuka, Henri Berr, Marcel Granet, Francois Simiand, Maurice Halbwachs, dan keponakannya sendiri, Marcel Mauss. Dalam hubungan yang sangat intim dengan karyanya sendiri, Durkheim mendirikan dan memimpin jurnal yang sangat penting, L'annee Sociologique. Pada dua peristiwa penting, dia sangat terlibat dalam urusan politik selama perkara Dreyfus dan selama Perang Dunia I. Dan untuk periode yang panjang dia aktif dalam sosiologi terapan, khusus di lapangan pendidikan.

Tiga dari empat buku Durkheim yang pertama, yaitu The Division of Labor, the Rules of Sociological Method, dan Suicide di terbitkan pada waktu dia berada di Bourdeaux, berturut-turut tahun 1893, 1895 dan 1897. Kemudian terdapat interval 15 tahun sebelum terbit buku Elementary Forms (1912). Setelah berangkat ke Paris, Durkheim sangat terlibat dalam pendidikan dan diskusi kelompok serta aktifitas sekitar L'annee Sociologique. Namun jelas bahwa pemikirannya berkembang dengan pesat dan kontinu selama periode ini. Saksi yang penting ialah tulisan seperti the Determination Moral Fact (1906) dan Primitive Classification (Durkheim dan Mauss, 1903). Buku besar tentang agama adalah suatu panen matang dari proses penggarapan yang panjang dan intensif.

Ada bukti bahwa perang merupakan suatu tamparan dan hambatan besar bagi Durkheim. Perang tidak saja menimbulkan beban besar bagi Perancis Peyre mengatakan (1960) bahwa lebih dari separuh jumlah murid yang masuk Ecole Normale tahun 1913 terbunuh sebelum perang usai. Durkheim juga kehilangan anak tunggalnya pada tahun 1916. Kendala-kendala ini juga mungkin membantu mempercepat kematiannya, akibat sakit jantung, pada tanggal 15 Nopember 1917, pada usia 59 tahun.

 

____________________

Emile Durkheim alih bahasa "Soedjono Dirdjosisworo", Sosiologi dan Falsafat,(Jakarta: Erlangga, 1991)
Johnson, Doyle Paul, Teori Sosiologi: klasik dan modern I, Terjemahkan Robert M.Z Lawang, (Jakarta: Gramedia, 1994)

Statistik Pengunjung

Socio Education

Merupakan Weblog tentang seputar materi ilmu sosial sebagai penunjang dan pelengkap edukasi.

  © Design Blog 'Ultimatum' by Socio Education 2020

Back to TOP